15. Sagara...

217 26 25
                                    


Sejak mengenal Sagara, Janika selalu bahagia. Perasaan duka jarang sekali singgah untuk sekadar menyapa, sekarang yang selalu membuat hati berbunga sedang tidur nyenyak di atas brangkar, bibirnya biru dan bahkan terlihat sakit setelah ketiadaannya.

Janika duduk di sudut ruangan, menggigit kuku cantiknya sampai meninggalkan luka di jemari lentik yang sering dipuji Sagara. Air matanya seperti hujan, sekali pun Janika tidak ingin. Sudah larut malam, besok Sagara akan dikembalikan ke asal kehidupan---ke dalam tanah. Hal itu sangat menyakiti Janika, rasanya sakit.

Entah untuk ke sekian kalinya Janika tak henti mengucapkan selamat tinggal. Gadis tersebut mendekat, duduk di kursi plastik di dekat Sagara. Seharusnya mayat ini sudah bergabung dengan para mayat lain di sudut bangunan tepatnya di ruang mayat, jika bersikeras menaruh Sagara ke sana, Janika akan bermalam di sana juga.

Tangan Sagara dingin sekali, tidak ada kehangatan dan desir darah yang dapat Janika rasakan. Meski biasanya juga dingin, tapi kedinginan kali ini berbeda. Tangan Sagara yang dingin itu diarahkan ke pipi Janika yang basah akan air mata.

"Bangun, sebelum dikubur ayo bangun." Janika pikir mati suri tidak cukup buruk, banyak orang yang mengalaminya, besar harapan Janika agar Sagara juga bangun.

Janika tertawa sumbang, karena sampai detik ini pun Sagara hanya berbaring dengan nyaman. Tidak ada hembusan napas atau gerakan sekecil apa pun, Sagara benar-benar mati.

"Kenapa secepat ini, Saga?" Janika menangis lagi, pundaknya bergetar. Merelakan Sagara itu hal terberat yang harus dia lakukan.

Memangnya kenapa kalau jalan Sagara ke akhirat akan dipersulit karena air mata Janika? Justru bagus kalau dia memilih kembali hidup. Tidak peduli seberapa egoisnya Janika saat ini.

Bibir yang telah membiru itu dicium Janika, bahkan saking stresnya Janika mempercayai dongeng putri salju dan tujuh kurcaci. Setelah dicium cinta sejati seharusnya dia bangun, tapi Sagara tidak kunjung hidup.

"Sagara, istirahat yang benar-benar istirahatmu itu hari ini. Resign yang benar-benar resignmu itu hari ini, kamu gak akan capek dan gak akan sakit lagi. Tidur yang nyenyak jagoan," ujar Janika lembut, dengan senyuman yang begitu buruk karena palsu, air mata yang jatuh membasahi wajah Sagara.

***

Ruby menjerit histeris kala mendengar kabar bahwa Sagara sudah menyusul orang tuanya. Ibu hamil muda itu menubruk tubuh Sagara yang dingin, memanggil-manggil nama kakaknya. Seberisik apa pun Ruby, sama sekali tidak mengusik tidur yang panjang milik Sagara.

"Kak Saga, ini gara-gara Ruby, ya, Kak? Maafin Ruby, Kak. Kakak bangun, marahin Ruby lagi! Lakuin apa pun yang Kakak mau, bahkan kalau kakak mau pukul!"

Aura Sagara semakin dingin, wajahnya terlihat membiru dan tanpa tanda kehidupan.

***

Tiba saatnya Sagara benar-benar dikebumikan di samping Ibu. Janika hanya bisa menatapnya dengan berderai air mata, duduk di batu yang dulu diduduki Sagara saat pemakaman Ibu. Bahkan Janika sehat, tapi dadanya sesak.

Kemarin-kemarin terlalu menyenangkan Sagara, bahkan aku lupa kalau kamu bisa mati kapan saja.

Janika diberikan sekeranjang bunga oleh warga setempat, setelah menghirup napas dalam-dalam Janika mendekat lalu mengelus nisan bertuliskan Sagara bin Abidin, lahir 16 November 2000, wafat 1 Juli 2026.

Janika menabur bunga, orang-orang menepuk pundak Janika mencoba menguatkan.
"Selamat tidur, Sayang."

***

Berhari-hari tidak bisa tidur tenang, bahkan tidak makan atau minum apa pun karena kematian Sagara. Janika menandang foto mereka, sepertinya baru diambil beberapa waktu lalu tapi sekarang Sagara sudah terlalu jauh.
Janika masuk ke dalam rumah sakit, tangannya ditancap infus, bahkan hanya dengan merasakan jarum suntik membuat gadis itu mengingat Sagara kembali.

"Janika sayang, sudah, ya? Sagara pasti juga sedih kalau lo begini," ujar Kelvin, lebih halus dari biasanya. Bahkan dia mengerti kalau Janika sudah tidak bisa bercanda.

"Dia belum nonton film kita, Vin. Dia harus nikahin gue juga, semuanya udah siap kenapa dia mati?"

"Kayaknya Sagara juga enggak mau mati." Kelvin pergi ke tirai, menyibaknya agar Janika bisa melihat gemerlap malam.

Papan iklan Sagara dengan produk minuman masih ada di sana, bintang-bintang juga terlihat tak kalah mewah dengan kerlipan malam ibu kota.

"Sagara masih di hati kita semua, hidup lebih abadi di dalam kenangan kita. Mungkin itu cara terbaik Sagara hidup, karena sakit itu tidak enak. Aku pernah dengar juga kalau orang yang kita sayang bakal jadi bintang."

Janika menikmati celoteh Kelvin, dia akan percaya dengan dongeng apa pun jika itu menyangkut harapan untuk Sagara.

"Mau gimana pun gue bukan Sagara, Vin. Yang hari ini sedih besok bisa masuk kerja, yang hari ini marah besoknya udah reda."

***

Film Self Insert ditayangkan, sebenarnya orang-orang tidak berekspektasi lebih soal film yang dituduh sebagai obsesi sepihak Janika. Bahkan terdapat adegan dewasa di sana, mencerminkan bagaimana Janika benar-benar jatuh dalam pesona Sagara.

Akan tetapi semua penonton menangis setelah keluar dari bioskop. Kesedihan yang paling dalam adalah ketika mereka merasa dibawa terbang ke atas nirwarna dengan adegan-adegan menggemaskan Janika Sagara justru berujung kematian yang tiba-tiba.

Film fluffy ini justru menjadi film paling sedih sepanjang tahun karena kamera benar-benar merekam Sagara yang menghembuskan napas terakhirnya.

"Kak Nika!" Ruby melambaikan tangan dengan seorang bayi di gendongannya. Janika mendekat lalu menatap bayi Ruby yang terlihat gemuk.

"Lucu banget, siapa namanya?"

"Sagara, namanya Saga, Kak." Janika tersenyum tapi matanya berair, aktris yang baru saja keluar dari sesi premier itu menciumi Sagara kecil.

"Mana boleh namamu sama kaya suami aku, hm?" Janika tertawa tapi juga menangis, dia berusaha mengikuti dunia yang terus berputar tapi ternyata hatinya masih terpaku tanam dengan Sagara.

***

Aksi memandang bintang, makan nasi goreng di pinggir jalan, dan lain-lainnya selalu dilakukan Janika sendirian sekarang.
Ruby bilang dia akan menulis cerita baru, menciptakan laki-laki fiksi lain agar Janika bahagia, tapi tidak ada yang lebih sempurna dibandingkan Sagara.

"Kameramen-kameramen sekarang nggak ada yang ganteng, Saga! Kamu, sih! Kenapa ganteng banget? Kenapa baik banget? Kenapa sempurna banget kalau ujung-ujungnya mati cepet? Aku nggak bisa lupain kamu, Saga." Janika bermonolog di apartemen Sagara. Dia duduk di kursi balkon sambil memandangi bintang.

"Sagara? Ada bintang jatuh, aku inget kamu bilang kalau bagaimana mungkin mereka kabulin permintaan kita meski mereka sedang jatuh? Itu diri kamu sendiri, ya? Kamu lagi jatuh, lagi sakit. Tapi bisa wujudin keinginan Ibu buat toko kue, bisa wujudin keinginan Ruby buat film dan kuliah di universitas bagus, dan wujudin keinginan aku buat jadian sama kamu."

Janika masih banyak keinginan, tapi Sagara sudah jatuh total. Tubuh dan nyawa sudah bukan miliknya lagi.

***

The End

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The End

Thank you so much for your support guys. I know the end of the story was unsatisfy but you know? The main idea of this work is Sagara's die scene ☺️

Don't be really sad cause the real Sagara is so health and hot on his duty 😘🥵
See you on the next story

Re-sign [Terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang