12 Saling Membutuhkan

6K 360 14
                                    

"Songkang!" Kia berlari ke arah kucing tuxedonya yang sedang bermain di kandang, lalu memeluknya dengan erat.

Kucing kesayangannya itu ada di rumah sang ayah, bersama beberapa anjingnya. Kia sengaja tidak membawanya ke apartemen karena takut tidak bisa merawat dan menemaninya setiap hari.

Kia juga sengaja menamainya Songkang, karena dia sangat tampan dan imut! Sama seperti aktor Korea favoritnya. Kia terkadang gemas sendiri saat memanggilnya.

"Kia?" Panggil sang ayah terkejut mendapati putrinya pulang setelah pertengkaran hebat mereka kemarin.

Kia merasa apa yang dikatakan Rain benar. Seharusnya dia menyingkirkan Devina dan ibu tirinya, bukan memusuhi ayahnya.

"Kia, kamu pulang?" Lana, ibu tirinya ikut menyapa. Wanita itu memandangi Kia dengan penuh kebencian. Untuk apa dia pulang? Lana sangat berharap jika anak itu mati dan tidak mengganggu kebahagiaannya dan Devina.

"Ya, aku pulang," jawab Kia dengan tenang, meski hatinya bergejolak melihat ekspresi ibu tirinya yang begitu dingin. "Aku ingin melihat kucing dan ayahku."

Ayah Kia mendekatinya, mencoba menyentuh bahunya dengan lembut. "Kia, kita harus bicara. Aku tidak ingin kita terus berkonflik seperti ini."

Kia menatap ayahnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik, Pa. Tapi biarkan aku bermain dengan kucingku dulu. Dan satu lagi, suruh dia pergi!" Kia menunjuk Lana yang terlihat sangat kesal.

Lana mendengus pelan, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Kia dan ayahnya sendiri.

"Kucing dan anjingku dirawat dengan baik, kan?" tanya Kia, mencoba mengalihkan perhatiannya dari ketegangan yang masih terasa. Namun anehnya, ayahnya tidak lagi marah seperti biasanya. Tidak lagi memaksa Kia bersikap baik pada Lana.

Ayahnya tersenyum, meski matanya menunjukkan kekhawatiran. "Dia baik-baik saja. Dia mungkin sangat merindukanmu selama ini."

Kia mengusap kepala Songkang dengan lembut. "Aku juga merindukannya. Dan aku juga merindukanmu. Ya, walaupun kamu sangat menyebalkan, kamu tetap Papaku."

"Papa juga merindukanmu, Kia. Maaf jika Papa bersikap buruk padamu selama ini."

Kia mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku juga minta maaf, Pa. Aku seharusnya tidak membiarkan Devina dan Lana mempengaruhi hubunganku dengan Papa." Kia memeluk ayahnya secara spontan. Terisak pelan di sana. Kenapa selama ini dia bodoh sekali? Kenapa dia menyerah begitu saja pada dua iblis itu?

"Papa juga melakukan hal yang sama selama ini. Papa tidak akan memaksamu lagi untuk menerima mereka."

"Makasih sudah mengerti Pa. Tapi Kia tidak akan bisa menerima mereka sampai kapanpun!"

Ayah Kia menghela napas panjang, menyadari betapa dalam luka yang telah terbentuk. "Papa mengerti, Kia. Papa tidak akan memaksa lagi. Yang penting bagi Papa adalah kita bisa memperbaiki hubungan seperti dulu."

Kia tersenyum tipis, matanya masih berkaca-kaca. "Aku ingin kita kembali seperti dulu, Pa. Sebelum semuanya menjadi rumit."

Ayahnya mengangguk, lalu memeluk Kia erat. "Aku juga ingin begitu, Kia. Aku akan berusaha lebih keras untuk memperbaiki semuanya."

Mereka berdua kembali berpelukan dalam keheningan, merasakan perasaan saling mengerti yang lama tidak mereka rasakan. Songkang, yang masih berada dalam pelukan Kia, mengeong pelan seolah merasakan kedamaian di antara mereka.

Setelah beberapa saat, mereka melepaskan pelukan dan Kia merasa sedikit lebih lega. "Aku akan sering pulang ke sini untuk melihat kucing dan anjingku, dan tentunya juga Papa."

In Bed Your Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang