14 Masa Kecil

6K 415 29
                                    

Kia terjebak dalam mimpi buruk yang mencekam. Di dalam mimpinya, dia merasa terombang-ambing di lautan lepas yang gelap dan dingin. Ombak besar bergulung-gulung di sekelilingnya, mengancam untuk menelannya ke dalam kegelapan tak berujung. Dia berjuang keras untuk tetap mengapung, namun semakin ia berusaha, semakin kuat lautan menyeretnya ke dalam kedalaman air yang tak terjangkau.

Di tengah ketakutannya, tiba-tiba tangan yang hangat dan kuat meraih tangannya. Kia merasa ada kehangatan yang memancar dari sentuhan itu, memberinya sedikit kelegaan dan kekuatan. Dia menoleh, dan di sana, dalam cahaya samar-samar, dia melihat wajah Rain yang penuh dengan ketenangan dan keberanian.

Rain menariknya dengan mantap, membawa Kia keluar dari lautan yang ganas dan mencekam itu. "Kamu aman, Kia! Kamu aman!" Kia mendengar suara Rain berbisik.

Tiba-tiba, mata Kia terbuka. Dia bangun dari tidurnya dengan napas tersengal-sengal, dada naik turun dalam irama yang cepat. Dia meraih tangannya yang masih terasa hangat, merasa syukur bahwa itu hanyalah mimpi. Trauma akan malam itu ternyata belum juga berakhir dan masih terus menghantuinya.

"Kia, kamu baik-baik saja?" tanya Rain dengan lembut, suaranya menenangkan Kia dari gejolak mimpi buruknya. "Mimpi buruk?"

"Aku bermimpi tentang tenggelam lagi." Kia memeluk Rain dengan erat.

"Kenapa masih terus mengingatnya? Kamu sudah baik-baik saja!" Rain mencium kening dan mengusap punggung Kia agar dia merasa nyaman.

"Itu menakutkan Rain. Selain melihat kamu, samar-samar aku melihat hiu---"

"Kia, tidak ada hiu sama sekali. Bukan aku juga yang menolongmu." Rain menghela nafas panjang. "Sudah ya, jangan ingat-ingat lagi. Kamu harus move on!"

"Entahlah, di mimpi itu selalu ada kamu. Aku bisa merasakan dengan nyata tarikan tangan kamu, pelukan, suara, itu seperti nyata terjadi. Tidak ada Asher sama sekali. Aku selalu penasaran dengan hal ini sejak lama, tapi tidak berani bertanya pada siapapun karena kita tidak dekat sebelumnya."

Rain tersenyum saja seraya menyandarkan dagunya pada puncak kepala Kia yang berada dalam pelukannya. Rain senang Kia menyadarinya, walau semua orang berkata bukan dia yang menolongnya.

"Atau sepertinya aku melihatmu karena sebelumnya kamu pernah menolongku. Ingat saat keluarga kita camping bersama untuk merayakan kelulusanku dan Asher di taman kanak-kanak, sedangkan kamu masuk ke SMP?" Kia bercerita dengan semangat. "Dulu aku menganggapmu bisu karena kamu tidak pernah mau bicara atau menjawab sapaanku. Malam itu waktu aku tersesat dan kamu menemukanku, itu pertama kalinya aku mendengar suaramu!" lanjutnya sembari tertawa.

"Ternyata dari dulu kamu selalu merepotkanku. Kita bahkan berakhir tersesat bersama selama dua hari! Semua orang panik, sampai-sampai polisi dan tim SAR mencari kita." Rain terkekeh seraya mengacak rambut Kia. Dan karena itu, Rain jatuh cinta padanya. Cinta monyet anak-anak pada umumnya yang keterusan hingga dirinya dewasa. Bisa kalian bayangkan berapa lama Rain memendamnya? Jatuh cinta sendirian?

"Kamu berburu kelinci hutan dan memanggangnya. Aku menangis seharian karena kasihan dengan kelinci itu, kamu memang psikopat!"

Rain tertawa kecil, mengingat betapa lucunya Kia waktu itu. "Aku tidak punya pilihan lain, Kia. Kita harus makan sesuatu untuk bertahan hidup. Jika kita tidak makan kelinci, kita akan mati!"

"Tapi tetap saja, Rain. Kamu membunuh kelinci yang lucu itu," Kia meringis, mengingat betapa emosionalnya dia waktu itu.

"Aku tahu," Rain mengakui, suaranya penuh dengan penyesalan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk menjaga kita tetap hidup. Aku minta maaf kalau itu membuatmu sedih."

Kia tersenyum lemah, mengenang masa lalu mereka yang penuh tantangan namun juga kebersamaan. "Aku baru sadar jika kenangan itu sangat manis!"

"Sebenarnya di saat kita tersesat aku punya satu rahasia." Rain terkekeh saat mengatakannya.

In Bed Your Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang