01.

43 19 1
                                    

Pagi ini, gadis bernama Anindya tengah berlari terengah-engah dengan kakinya yang mulai terasa pegal. peluh keringat pun sudah membasahi seluruh wajah Anin. Ia terus berlari dengan tas punggungnya yang menggantung di belakang, rasanya ingin mati karena harus berlari ke sekolah seperti ini. Sambil berlari, ia terus menyesali perbuatannya yang terlambat tidur, yang membuatnya kesiangan.

Anindya tidak memiliki siapapun di dunia ini, bahkan seorang teman di sekolah. Orang tua Anin entah kemana, sejak kecil Anin hanya tinggal bersama neneknya yang tahun lalu berpulang. Sebenarnya Anin masih memiliki seorang tante, namun semenjak nenek sudah tiada, tante tidak pernah berkunjung ke rumahnya lagi. Anin benar-benar merasa kesepian setiap harinya.

TIN!!! TIN!!!

Seorang pemotor tiba-tiba membunyikan klaksonnya, tepat di belakang Anin. Anin yang tengah berlari pun menghentikan langkah kakinya. Dengan nafas yang masih tersengal-sengal, gadis itu menoleh ke seorang pemotor itu, yang ternyata seorang laki-laki dengan seragam sekolah yang sama.

Laki-laki itu membuka helmnya dan menatap Anin kebingungan. Laki-laki itu mematikan mesin motor.

"Anin?" tanya laki-laki itu memastikan.

Anin pun menganggukkan kepalanya, namun ia belum sadar dan masih mengatur nafasnya yang terengah-engah itu.

"Gue Harsa, kita sekelas kan?" Setelah memperkenalkan dirinya, laki-laki yang bernama Harsa itu kembali bertanya pada Anin.

Anin baru melihat dengan jelas wajah Harsa. Ia pun bingung hendak menanggapi apa selain mengangguk. Setelah itu, Anin hendak pamit untuk pergi duluan karena waktunya tidak banyak.

"A-aku.. duluan ya," Anin hendak kembali berlari, namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat Harsa menepuk-nepuk jok motornya.

Harsa menepuk-nepuk jok belakangnya, "Sini, bareng gue aja, " ucap Harsa.

Anindya terdiam sejenak. Ini pertama kalinya ada seorang cowok yang mau memberinya tumpangan. Tanpa pikir panjang dan karena kakinya yang sudah sangat ngilu, ia pun menduduki jok belakang motor Harsa. Akhirnya mereka berdua berboncengan.

Tidak butuh waktu lama, mereka berdua sampai di sekolah tepat di saat bel sekolah berbunyi. Anin hendak berterimakasih pada Harsa, namun tiba-tiba teman-teman Harsa menghampiri mereka, membuat Anindya mengurungkan niatnya.

Anindya pun mempercepat langkahnya menuju kelas dan meninggal Harsa bersama teman-temannya di koridor sekolah.

Sehari-hari Anindya duduk sendiri di kelas, tidak ada seorang murid perempuan pun yang ingin duduk dengannya. Anin sendiripun tidak tahu mengapa hal itu terjadi pada dirinya. Namun bukan itu yang membuat Anin tidak nyaman, melainkan tatapan dari para murid perempuan itu sendiri yang membuat Anin seperti terintimidasi.

Harsa masuk ke kelas dengan di sambut dan di sapa para murid lain. Anindya merasa heran, mengapa dirinya tidak mendapatkan hal sesederhana itu.

Tak lama kemudian, seorang wanita muda masuk dengan membawa tas laptop dan buku yang setebal keinginan Anin. Wanita itu bernama Bu Imelda, lebih sering di sapa Miss Imelda, adalah seorang guru mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA).

Semua murid pun memberi salam pada Miss Imel, lalu di lanjutkan dengan Miss Imel yang mengabsen anak muridnya. Setelah selesai mengabsen, Miss Imel pun langsung berdiri di depan kelas dan menjelaskan suatu materi yang akan di pelajari hari ini.

"Oke anak anak, hari ini Miss Imel mau kalian buat kelompok dulu. Kalian semua kan ada tiga sembilan, nah Miss Imel mau satu kelompok isinya delapan orang. Ayo cepat bikin dari sekarang!" ujar Miss Imel.

Semuanya langsung sibuk membuat kelompoknya masing-masing, terkecuali Anindya yang hanya terdiam, berharap ada seseorang yang mengajaknya berkelompok.

Semua pun sudah menemukan kelompoknya, dan Anindya masih berharap pada seseorang untuk mengajaknya berkelompok. Entah apa yang ia takuti, namun tiba-tiba saja telapak tangannya terasa sangat dingin. Terlebih lagi saat Miss Imel memperhatikan Anindya yang sendirian di mejanya.

"Anin? kamu belum dapat kelompok?" tanya Miss Imel pada Anindya, namun Anindya tidak menjawabnya.

Namun tiba-tiba seorang laki-laki mengangkat tangannya. "Anindya masuk kelompok saya aja, Miss"

"Harsa? kelompok kamu tapi sudah pas," ucap Miss Imel.

"Saya buat kelompok baru, Miss, " Harsa menghampiri meja Anin sambil menenteng tasnya dan duduk di sebelah Anin.

Anindya sedikit terkejut dengan hal ini. Ia terus memperhatikan Harsa yang masih duduk di sebelahnya sambil menyuruh anak-anak yang mau berkelompok dengannya menghampiri meja Anin.

Namun murid-murid yang ingin berkelompok dengan Harsa hanya diam di meja Harsa, dan menatap Harsa dengan aneh. Harsa pun tidak mempedulikannya.

"Miss, kelompok saya Anindya aja, " ucap Harsa membuat semua murid terkejut termasuk Anin.

Miss Imel pun tidak mempermasalahkan hal itu, namun Miss Imel memperingati Harsa untuk benar-benar mengerjakannya karena ini cukup rumit.

Harsa dengan peringkat lima besar itu merasa tidak keberatan, dan ia yakin ia bisa melakukannya walau hanya dengan Anindya.

"Kamu gapapa, sa?" tanya Anindya pada Harsa.

Harsa tersenyum lebar membuat matanya menghilang karena senyumnya itu. "Emangnya aku kenapa?" jawab Harsa balik bertanya.

Anindya menyadari perubahan kata Harsa, yang menyebut dirinya sebagai 'aku' tadi saat baru pertama ketemu Harsa menggunakan bahasa yang biasa ia gunakan bersama teman-temannya 'gue' atau 'lo'.

Anindya menggelengkan kepalanya. Ia memperhatikan Harsa, yang tengah mendengarkan penjelasan Miss Imel untuk kerja kelompok hari ini. Ia jadi berpikir, kenapa tidak dari kelas 1 aja ia bertemu dengan Harsa, pasti ia tidak akan merasakan yang namanya sendirian. Tapi Anin yang sekarang pun bersyukur dan senang bisa mengenal Harsa, ia ingin mengenal Harsa untuk waktu yang lama. Anin berharap untuk itu.

Harsa tiba-tiba menoleh ke Anindya yang sedari tadi masih memperhatikannya. Dengan wajah kaget dan bingung karena sudah tertangkap basah sedang memperhatikan Harsa, Anin pun berpura-pura menulis di bukunya. Anin bisa melihat wajah Harsa yang sedang tertawa kecil saat melihatnya seperti itu.

"Kamu nulis apa? tugasnya udah aku catat semua, tinggal kita kerjain nanti," ujar Harsa, sambil cekikikan.

"Maaf ya, aku tadi lagi gak fokus jadi gak nyatat deh, " ucap Anindya, gadis itu menoleh ke Harsa.

Harsa langsung merasakan aura yang berbeda dari Anin. Jantungnya langsung memompa secepat saat dirinya sedang berlari. Wajahnya juga mulai memerah. Harsa sama sekali tidak percaya dengan jatuh cinta pada pandangan pertama, namun saat melihat Anin ia langsung mempercayai kalimat itu.

Sambil tersenyum, Harsa menutup buku catatannya dan memberikan pada Anindya. "Ini, kamu juga tulis, salin aja."

Miss Imel pun keluar kelas karena waktu pelajarannya sudah selesai dan saatnya berganti mata pelajaran berikutnya.

"Tugasnya di kumpulan hari senin depan, jadi kapan kita bakal kerjain?" tanya Harsa.

Anin yang tengah menyalin catatan Harsa pun menjawab, "Kapan aja aku bisa kok."

"Sabtu, malam minggu," ucap Harsa.

Days Months Years [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang