Anindya bergegas mengunci pintu rumahnya lalu menghampiri Harsa yang tengah duduk di atas motor menunggu dirinya. Pagi ini adalah pagi cerah pertama yang Anindya rasakan, wajahnya pun begitu segar dan semringah di banding hari-hari sebelumnya.
Harsa tersenyum sembari menyapa Anindya yang tengah berdiri di hadapannya. Ia pun menyuruh Anin agar segera naik ke motornya, kemudian memberikan Anindya helm berwarna merah muda. Anin sempat terdiam sejenak, namun ia segera mengambil dan memakaikan helm tersebut di kepalanya.
Harsa mulai menghidupkan mesin motornya, sebelum melaju Harsa memastikan Anindya telah memakai helmnya dengan benar melalui spion di motornya. Harsa, merasa senang karena helm itu sangat cocok untuk Anindya. Ia pun melajukan motornya.
Tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka berdua, mereka sangat lepas membicarakan hal-hal random. Ini benar menjadi pagi terbaik bagi Anindya.
"Kamu suka warna pink?" Tanya Anindya di sela-sela obrolan mereka.
Harsa melirik ke arah spionnya, dan menggelengkan kepalanya.
"Bunda aku yang suka, aku beliin itu buat bunda" Ujar Harsa. Anindya menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Ohhh, terus ini aku pake gapapa?" Tanya Anindya lagi.
"Gapapa, buat kamu aja. Bunda udah gak butuh helm" Ucap Harsa sambil fokus mengendarai motornya.
Anindya mencoba mencerna omongan Harsa yang baru saja ia dengar. Karena rasa penasaran yang tinggi, Anindya pun bertanya sekali lagi, namun gadis itu menoel-noel pundak Harsa terlebih dahulu.
"Kenapa nin?" Tanya Harsa.
"Aku boleh nanya lagi gak?"
"Boleh"
"Kenapa bunda Harsa udah gak butuh helm ini? padahal helm ini kelihatan masih bagus, kayak masih baru" Tanya Anindya.
Gadis itu khawatir pertanyaan akan salah, atau mungkin ia membuat Harsa risih. Namun ternyata semua itu berbanding terbalik, Harsa menceritakan semuanya pada Anindya. Harsa menceritakan hal itu seolah-olah ia sudah sangat dekat dengan Anin.
"Bunda aku udah meninggal nin, ia udah gak butuh helm buat ngelindungin dirinya, tapi dia butuh doa. Helm itu aku beli, sehari sebelum bunda meninggal. Jadi helm itu belum pernah di pakai sama bunda" Jelas Harsa membuat Anindya terdiam sejenak, bingung ingin merespon bagaimana.
Setelah itu Anindya segera meminta maaf karena membuat Harsa menceritakan hal itu pada dirinya, namun Harsa dengan lembut mengatakan bahwa hal tersebut bukan sebuah kesalahan yang harus membuat dirinya minta maaf. Anindya tersenyum mendengar respon dari Harsa.
Mereka berdua pun tiba di sekolah, Harsa segera memarkirkan motornya dengan benar. Sehabis memarkirkan motor, ia menoleh ke arah sebelahnya dan mendapati Anindya yang sedang kesusahan membuka kunci helm pada helmnya. Melihat kejadian itu membuat Harsa cekikikan dan langsung membantunya.
Anindya membulatkan matanya terkejut saat melihat wajah Harsa yang berjarak sedekat ini. Ia hanya mematung memperhatikan Harsa yang tengah membuka kunci pada helmnya dan melepaskan helm tersebut dari kepala Anindya, lalu ia gantungkan pada spion motornya.
Harsa mengacak-acak rambut Harsa sambil tersenyum gemas, Anindya masih mematung dan membisu seribu kata, setelah membuat semrawut rambut Anindya ia langsung berlari menghampiri teman-temannya yang sedang berjalan menghampirinya tanpa mengatakan sepatah katapun pada Anindya.
Anindya membalikkan tubuhnya menatap punggung Harsa bersama temannya yang sedang berjalan menjauhi parkiran. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, dan mengusap wajahnya berkali-kali, memastikan kejadian pagi ini bukan khayalan nya. Dia benar-benar merasa aneh, terlebih lagi ada beberapa gadis yang mulai menyapanya pagi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days Months Years [REVISI]
Teen FictionMenginjak bangku perkuliahan, Harsa memutuskan untuk melanjutkan studinya di Sydney. Rasa takut akan kehilangan yang pernah dirasakan Anindya kembali menghampirinya, gadis yang sangat bergantung pada Harsa saat ia benar-benar tidak memiliki siapa-si...