Sabrina turun dari lantai sepuluh dengan cepat. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Abiyano yang sedang menunggunya.
Sabrina benar-benar merasa dicintai. Sabrina yakin, Abiyano jauh lebih sibuk dan lelah darinya. Menunggu seseorang hingga tengah malam setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan itu sungguh luar biasa.
Kalau bukan karena cinta, lalu apa? Abiyano pasti mencintainya kan?
Sesampainya di depan gedung, Sabrina melihat Abiyano yang sedang bersandar di mobil Porsche berwarna navy dengan satu tangan berada di saku celana. Abiyano masih terlihat tampan, walau dengan kemeja dan rambut yang sudah berantakan.
"Om Biyan!" Sabrina berlari menghampiri Abiyano dan langsung disambut rangkulan oleh Abiyano.
Abiyano membawa tubuh Sabrina ke dalam dekapannya, lalu mengelus rambut Sabrina lembut.
"Kamu pasti lelah. Mau makan apa?" tanya Abiyano sambil menuntun Sabrina menuju depan pintu penumpang, lalu membukakan pintu untuk Sabrina.
"Kalau makan hokben mau nggak?" tanya Sabrina yang sudah duduk di kursi penumpang.
Abiyano masih berdiri di depan pintu mobil yang terbuka. "Fast food? I've never tried it."
Sabrina terlihat kaget. "Serius? Om Biyan nggak pernah makan hokben?"
Abiyano mengangguk. "Fast food itu tidak sehat."
Sabrina mencibir. "Tapi kan enak! Sekali-kali nggak apa-apa tau. Lagian mau nyari makan apa jam dua belas malem gini?"
Abiyano tersenyum kecil. "Boleh dicoba," ucap Abiyano akhirnya, lalu ia menutup pintu mobilnya dan masuk di sisi pengemudi.
"Tumben Om bawa mobil sendiri? Nggak pake supir?" tanya Sabrina penasaran.
"Mau berdua sama kamu," jawab Abiyano santai masih sambil fokus menyetir.
Oh, jangan tanya keadaan jiwa Sabrina. Rasanya sudah melayang hingga langit ke tujuh. Sabrina tersenyum sangat lebar.
"Om Biyan sejak kapan bisa gombal sih? Belajar dari mana? Jangan sering-sering, nanti Sabrina bisa pingsan lagi loh!"
Abiyano mengerutkan kening. "I am not flirting. I really mean it. I just want to spend my time with you. Just both of us."
Sabrina menggigit pipi bagian dalamnya, menahan agar tidak berteriak sekuat tenaga. Namun gagal, Sabrina tidak bisa menahan rasa salah tingkahnya.
"Aaaa!" teriak Sabrina gemas.
Abiyano melirik ke arah Sabrina cepat, "Kenapa teriak?"
"Sabrina salting, Om!"
Abiyano mengangkat satu alisnya, "Salting? Apa lagi itu?"
Sabrina tertawa. "Like having butterfly in your stomach."
Abiyano tertawa kecil sambil menggaruk alisnya. Sekali lagi, perbedaan usia mereka sangat terasa.
"I feel it too, Sabrina," ucap Abiyano sambil tersenyum lembut ke arah Sabrina.
Sabrina memegangi pipinya yang terasa panas. Sabrina bisa gila, pertahanan dirinya benar-benar sudah jebol. Tidak ada pembatas. Sabrina sudah menjatuhkan hati sepenuhnya pada Abiyano.
"Wah, Sabrina berasa dicintai secara ugal-ugalan!" teriak Sabrina sambil menggigit kukunya sendiri.
Abiyano berpikir sekali lagi. "Apa lagi itu? A new idiom?"
Sabrina menjulurkan lidahnya ke arah Abiyano. "Om Biyan beneran udah tua! Masak itu aja nggak tau sih?"
Abiyano berdecak sebal. "Just tell me!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Office Hours [ONGOING]
ChickLitAbiyano datang bagai pangeran berkuda putih yang menyelamatkan hidup Sabrina. Sabrina terbuai dengan sandaran yang Abiyano tawarkan hingga jatuh cinta semakin dalam. Sabrina tidak sadar bahwa Abiyano selalu menyimpan pedang yang bisa membunuh Sabrin...