"Panggil aku tuan!"
Suara bariton yang khas menyambut kedatangan seorang wanita. Wanita berparas Indonesia itu masuk sambil membawa tas yang tidak begitu besar. Di depannya sudah berdiri seorang pria dengan badan tegap, tapi tidak, dia tidak terlihat seperti pria garang tukang pukul, badan tegap dengan pakaian rapih dan rambut klimis, sepertinya ia adalah pria yang baik dalam menjaga penampilan, tak lupa surai coklat yang menghiasinya, bola mata coklat dengan sorot mata yg tajam, terlihat sifat dominasinya yang kuat, melengkapi wajah nya yg sempurna.
"Nama kamu siapa?" Ucap pria yang tidak lain adalah tuan dari rumah ini. Dalam suaranya, terdengar jelas kewibawaan yang sangat mendominasi. Membuat wanita di hadapannya bergidik ngeri karena wibawanya. Beberapa detik wanita itu terdiam, mencoba mencari keberanian untuk sekedar menjawab. Sedangkan tuannya hanya dapat menatapnya dengan tatapan yang mengintimidasi, membuat wanita itu semakin dilanda ketakutan.
Tarik nafas. Buang. Tarik nafas buang. Hanya itu yang dapat dilakukan Novi. Ia tidak bisa berdiam diri terus menerus. Tidak ada yang tahu apa yang dapat dilakukan tuannya ini.
"Novi Anggraeni, tuan." Suaranya sedikit bergetar, tapi ia sudah mampu mengendalikannya. Biar bagaimanapun, pria dihadapannya ini akan menjadi tuannya dan ia harus bisa mengendalikan diri, menjaga sikap, dan menerapkan semua ajaran yang sudah ia terima di tempatnya dulu.
Untuk beberapa saat, Novi bisa melihat tuannya menyeringai, membuat Novi semakin dilanda ketakutan yang sangat. Ada yang salah dengan tuannya ini. Novi takut dengan senyumnya. Aura pria ini begitu berbeda, begitu mendominasi. Novi saja dibuat kecil hanya dengan berdiri di dekatnya. Pria ini, sangat berbeda dengan pria yang lainnya. Novi sangat ingin pergi dari tempat ini, tapi kakinya seakan terkunci. Pria ini membuatnya tak dapat bergerak sama sekali. Mengikatnya dalam pesonanya.
Tidak. Tidak. Novi pasti salah. Ia tidak mungkin jatuh dalam pesona tuannya. Biar bagaimana pun Novi tahu posisinya sebagai apa. Dan tentunya, sangat tidak pantas untuk menaruh hati kepada tuannya. Novi masih tahu diri. Ia harus menekan perasaannya.
Novi kembali menghembuskan nafasnya. Berada di sini bisa membuatnya frustasi. Bagaimana dia akan menjalani hari-harinya setelah ini?
Tuannya tertawa, "Hahaha, apa kau yakin namamu adalah Novi Anggraeni?"
Novi sempat terpana, tapi segera ia tepis, "I..iya tuan, itu nama saya."
Ada jeda diantara mereka. Tuannya terlihat mengerutkan kening, hanya sebentar. Karena setelahnya tuannya kembali berkata dengan nada yang lebih santai.
"Perkenalkan, aku Nova Anggara. Aku akan menjadi tuanmu, dan seperti yang ku katakan tadi. Panggil aku tuan!"
Ada ketegasan dalam nada bicaranya, dan hal ini membuat Novi mematuhinya dalam sekali dengar. Novi tidak akan membuat kesalahan selama bekerja di sini. Aura tuannya begitu mencekam. Novi punya perasaan, jika ia berbuat salah, tuannya pasti akan menghukumnya atau bahkan lebih buruk.
Tunggu dulu, entah sebuah kebetulan apa bukan, tapi namanya hampir sama dengan tuannya.
"Ah mungkin hanya sebuah kebetulan.' Pikir Novi.
Tuan Nova segera membawa Novi masuk. Terlihat kekaguman yang terpancar di wajah Novi. Rumah ini sangat luas. Lengkap dengan ornamen-ornamen yang menghiasinya. Lampunya terlihat sangat mewah. Novi sendiri tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Yang jelas, rumah ini sangat mewah dan sangat luas untuk ditinggali seorang diri.
"Apa tuan Nova ga kesepian? Dimana orangtuanya? Apa ia sudah berkeluarga?"
Begitu banyak pertanyaan dalam benak Novi, tapi ia sadar ia tidak mungkin bertanya kepada tuannya. Sangat tidak sopan bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Slave, My Pride
Romance"Saya suka sama kamu, saya cinta sama kamu, dan saya pengen kita jadi kekasih." Ia lalu mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak beludru, membukanya lalu bersimpuh sambil berkata, "Mau kah kamu menjadi kekasihku?" Entah apa yang harus ku...