-Author POV-
Gadis itu keluar dari sebuah mobil. Hanya dengan mengenakan kemeja panjang bermotif bunga, rok selutut dengan motif yang sama, dan dilengkapi dengan sepasang sepatu sandal yang sangat sederhana. Penampilannya memang sangat sederhana, tetapi, justru inilah yang membuat semua mata tertuju kepadanya. Seakan memerangkap mereka ke dalam pesonanya. Membiarkan mereka masuk ke dalam jerat kepolosannya. Aura kecantikannya mengguak, membuat sesak dada pria yang menatapnya. Begitu pula dengan pria yang ada bersamanya sejak tadi, di dalam mobil.
Gadis itu melangkahkan kakinya, berjalan menuju bagasi mobil untuk mengambil tas jinjingnya. Tak banyak yang ia bawa, ya karena ia hanya diberi waktu 2 hari. Maka dari itu ia hanya membawa beberapa pasang baju.
Pria di dalam mobil itu bertindak cepat, sebelum sang gadis berhasil membuka bagasi, ia sudah mendahuluinya.
"Biar saya saja." Begitu katanya singkat.
Gadis itu menatap sang pujaan hatinya. Dengan mata berbinar - binar dan senyum simpul, ia menganggukkan kepala. Juga berusaha mengatur degup jantungnya. Pria tampan dengan sejuta kelebihannya. Sungguh, gadis ini sangat memujanya. Bukan hanya soal fisik saja, tapi juga kepribadiannya. Sama sekali tak tercela.
Pria itu selesai mengeluarkan tas di dalam bagasi. Lalu segera menutupnya kembali. Tanpa banyak bicara, pria itu segera meraih pergelangan tangan gadis itu. Menariknya mengikuti langkah kaki pria tersebut. Hanya sentuhan kecil, tapi mampu membuat gadis di belakangnya mematung. Pikirannya sudah tidak dapat berjalan, ia tak kuasa menahan gejolak yang menguasai dirinya. Sungguh rasanya begitu membahagiakan. Jantungnya berdegup sangat kencang, pipinya memanas, kakinya seakan tak mampu menahan berat tubuhnya. Dunia sekitar seakan hilang. Digantikan dengan kebahagiaannya. Rasanya ingin sekali ia berteriak. Meneriaki semua kebahagiaan ini.
Tangan kokoh pria itu mengenggam erat tangan mungil gadis tersebut, seakan tak ingin melepaskannya. Seakan menandakan bahwa gadis tersebut hanyalah miliknya seorang. Seakan tak membiarkan siapa pun merebutnya dari sisi pria itu.
Oh, sungguh, Novi sangat bahagia.
Nova terus mengarahkan Novi ke loket tempat pembelian tiket kereta api. Tapi tiba - tiba handphone Novi bergetar. Novi pun segera menghentikkan langkahnya. Dan otomatis Nova ikut memberhentikkan langkahnya. Ia menoleh kearah belakang dan mendapati Novi sedang mengangkat telepon yang entah dari siapa.
"Hallo." Sapa Novi pada awal pembicaraan.
"Hallo, nak."
"Oh, ibu, ada apa, bu? Novi mau pulang bu."
"Kamu mau pulang? Ke Wonosobo toh?"
"Iya, bu."
"Berapa hari kamu disini, ndok?"
"2 hari bu. Novi cuma diberi waktu segitu oleh tuan."
"Oalah cuma 2 hari toh. Yo wis ndak usah bae, ndok. Ibu lagi di rumah bude mu. Mungkin 3 hari lagi baru pulang."
"Tapi, bu, Novi sudah di stasiun toh. Novi jadi ga enak sama tuan Nova."
"Tak apa, ndok. Kamu bilang saja. Sampaikan maaf ibu, ibu juga yang salah karena ga kasih tau kamu sebelumnya."
"Engga bu, Novi yang salah. Novi ga kabarin ibu dulu. Kalo gitu ibu jaga kesehatan ya. Hati - hati nanti pulangnya."
"Iya, ndok. Kamu juga hati - hati ya. Yang bener kerjanya, jangan sampai buat tuanmu marah."
"Iya, bu."
Dan berakhir lah percakapan antara ibu dan anak tersebut. Setelah menutup teleponnya, Novi jadi tidak enak hati. Rasanya ia seperti mempermainkan tuannya. Bagaimana jika tuannya marah? Oh semoga saja tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Slave, My Pride
Romance"Saya suka sama kamu, saya cinta sama kamu, dan saya pengen kita jadi kekasih." Ia lalu mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak beludru, membukanya lalu bersimpuh sambil berkata, "Mau kah kamu menjadi kekasihku?" Entah apa yang harus ku...