(Chapter 12)
Malam itu, Hinata berbaring di tempat tidurnya dengan senyum tipis, memikirkan kebersamaan mereka di taman. Naruto tidak hanya memberinya kenyamanan, tetapi juga harapan.
Sementara itu, di tempat lain, Naruto sedang berjalan ke arah kedai ramen, merasa bahagia. Dia senang bisa berbagi cerita dengan Hinata dan melihatnya tersenyum. Langit malam penuh bintang, dan Naruto merasa dunia sedikit lebih cerah.
Keesokan harinya di sekolah, Naruto dan Hinata kembali bertemu di lapangan. Naruto melambaikan tangan dengan semangat, "Pagi, Hinata!"
Hinata membalas dengan senyuman, "Pagi, Naruto-kun."
Mereka berjalan bersama menuju kelas, dan berpisah ke kelas masing-masing. Hinata merasa lebih bersemangat dan lebih fokus. Pikiran tentang Naruto memberinya kekuatan untuk menghadapi tekanan dan harapan besar yang selalu ada di rumah.
Seiring berjalannya waktu, Hinata mulai merasa lebih nyaman dengan dirinya sendiri. Hubungannya dengan Naruto berkembang, dan mereka saling mendukung dalam menghadapi tantangan masing-masing. Hinata juga mulai lebih sering berbicara dengan ayahnya, mencoba menjelaskan perasaannya dan harapannya untuk masa depan.
"Ayah, ada yang ingin aku bicarakan."
Hiashi memandang putrinya, sedikit terkejut dengan ketegasan dalam suaranya. "Apa yang ingin kau bicarakan, Hinata?"
"Aku ingin lebih banyak kebebasan untuk menjalani kehidupanku sendiri, untuk menemukan siapa diriku sebenarnya," Hinata dengan tenang. "Aku menghargai semua yang telah Ayah lakukan untukku, tapi aku butuh ruang dan kebebasan."
Hiashi diam sejenak, "Apa kau serius! Bicara omongan kosong seperti itu!" Hiashi terlihat benar-benar sangat marah.
Hinata takut dengan ekspresi wajah ayahnya. "Ayah..."
Hiashi memotong perkataan Hinata dengan nada dingin dan tegas. "Hinata, kau adalah pewaris Hyuga Corporation. Tanggung jawabmu lebih besar daripada kebanyakan orang. Kebebasan yang kamu minta itu tidak realistis."
Hinata terdiam sejenak, hatinya dipenuhi rasa takut dan ketidakpastian. Namun, dia menguatkan dirinya. "Ayah, aku mengerti tanggung jawabku. Tapi aku juga manusia. Aku butuh ruang untuk belajar dan tumbuh... Berkumpul bersama teman-teman. Aku tidak bisa menjadi pemimpin yang baik jika aku seperti ini..."
Hiashi menghela napas panjang, terlihat lebih tenang namun tetap tegas. "Hinata, aku tahu ini sulit untukmu. Tapi dunia bisnis tidak memberikan banyak ruang untuk kesalahan. Aku hanya ingin kamu siap untuk apa yang akan datang."
Suatu hari, Naruto melihat Hinata di lapangan sekolah, duduk sendirian dengan pandangan yang terlihat merenung. Dia mendekat dan duduk di sampingnya. "Hinata, kamu baik-baik saja?"
Hinata tersenyum tipis, "Aku hanya berpikir tentang percakapan dengan ayahku. Dia sangat keras kepala, tapi aku tidak bisa menyalahkannya. Dia hanya ingin yang terbaik untukku."
Naruto mengangguk, menatap Hinata dengan penuh perhatian. "Aku mengerti, begini... Ayahmu punya pandangan sendiri tentang apa yang terbaik untukmu..." Naruto merasa sulit untuk membantu karena Naruto tidak tahu pasti mengatasi masalah ayah dan anak.
Hinata menghela napas, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Naruto. "Terima kasih, Naruto-kun. Aku tahu ayah hanya ingin aku sukses, tapi aku juga ingin menemukan kebahagiaanku sendiri."
Hinata merasa kehangatan dari genggaman tangan Naruto, memberikan kekuatan baru dalam hatinya. "Terima kasih, Naruto-kun. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik."
"Hehe, terima kasih..."
Naruto merasa bahagia saat seseorang yang peduli, kini menunjukkan senyum itu. Ada debaran kencang dalam dadanya.
'Entah kenapa dia terlihat sangat cantik belakangan ini,' pikirnya.
Hinata malu dengan Naruto yang sejak tadi menatapnya.
Author: Yang mau Donasi Gopay, kalian bisa kirim ke nomor ini biar aku semangat!
Gopay: 082195988184
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanojo no Ai (NaruHina)
Fanfiction(Sinopsis) Di sebuah kota besar yang sibuk bernama Konoha City, hidup seorang anak laki-laki bernama Uzumaki Naruto. Naruto adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dan sering merasa kesepian karena selalu diabaikan oleh teman-te...