Chapter 3

59 6 0
                                    

(Chapter 3)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Chapter 3)

Uzumaki Naruto, seorang remaja berusia 14 tahun, tetap ramah dan baik seperti sebelumnya, selalu tersenyum cerah. "Mereka sudah bertambah banyak, hehe..." ujar Naruto, senang melihat ayam-ayam yang ia pelihara tak jauh dari panti asuhan.

"Lihat, Naruto tertawa sendiri lagi."

"Haha, dia konyol, bicara dengan ayam."

Naruto tidak terlalu mempedulikan komentar mereka. Baginya, ayam-ayam itu adalah teman yang selalu mendengarkannya tanpa menghakimi. Dia melanjutkan merapikan kandang ayam dengan senyum di wajahnya, menikmati momen kedamaian yang jarang ia temukan.

Sementara itu, anak-anak lain yang memperhatikannya dari kejauhan akhirnya bosan mengejek dan beralih ke kegiatan lain. Mereka tidak pernah benar-benar mengerti apa yang membuat Naruto begitu terikat dengan ayam-ayam itu. Bagi Naruto, mereka adalah simbol dari harapan dan cinta yang sederhana namun tulus, sesuatu yang ia hargai di tengah kehidupan yang penuh tantangan.

Dengan tangan yang kotor oleh tanah, Naruto berhenti sejenak dan melihat ke langit biru. "Suatu hari nanti, aku akan membuat mereka semua mengerti," gumamnya penuh tekad. Tanpa sadar, ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan semangatnya mengalir kembali, siap menghadapi hari berikutnya dengan senyum dan semangat yang sama.

Naruto membersihkan kandang ayam dengan teliti, memastikan setiap sudutnya bersih. Setelah selesai, ia mengambil seember biji-bijian dan mulai memberi makan ayam-ayam tersebut. Ayam-ayam itu berkerumun di sekitarnya, mematuk-matuk tanah mencari makanan. Naruto tersenyum lebar melihat tingkah laku mereka.

"Ayo, makan yang banyak, biar kalian sehat dan kuat," katanya dengan penuh kasih.

Setelah selesai memberi makan, Naruto memutuskan untuk menghabiskan waktu di lapangan kecil dekat panti asuhan. Ia membawa bola basket tua dan mulai berlatih dribbling dan menembak. Setiap kali bola masuk ke keranjang, ia bersorak kecil untuk dirinya sendiri. Meski sering bermain sendiri, Naruto tidak pernah merasa benar-benar sendirian. Di dalam hatinya, ia percaya bahwa suatu hari nanti ia akan memiliki banyak teman yang menghargai dan memahami dirinya.

Saat matahari mulai terbenam, Naruto duduk di bawah pohon besar di tepi lapangan, menghapus keringat di dahinya. Ia menatap cakrawala yang perlahan berubah warna menjadi jingga dan merah. Pemandangan ini selalu memberinya ketenangan dan semangat baru.

"Besok adalah hari yang baru, dan aku akan berusaha lebih keras lagi," ucap Naruto pelan, penuh keyakinan. Ia berdiri, mengayunkan bola basketnya ke pundak, dan berjalan kembali ke panti asuhan, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya dengan senyum dan semangat yang tak pernah pudar.

Keesokan paginya, Naruto bangun lebih awal, seperti biasa. Setelah mandi dan berpakaian, ia segera menuju dapur panti asuhan untuk sarapan. Meskipun suasana di sana ramai dengan suara anak-anak yang berbicara dan tertawa, Naruto merasa sedikit terasing karena tatapan acuh tak acuh dari teman-teman sebayanya. Namun, ia tidak membiarkan hal itu merusak semangatnya.

"Hai, selamat pagi semuanya!" sapa Naruto dengan senyum cerah.

Beberapa anak hanya melirik sekilas sebelum kembali ke percakapan mereka, sementara yang lain berpura-pura tidak mendengarnya. Naruto mengambil roti dan segelas susu, lalu duduk di sudut ruangan.

Setelah sarapan, anak-anak mulai berangkat ke sekolah. Naruto berjalan bersama kelompoknya, meskipun tidak banyak yang berbicara padanya. Mereka melewati jalan-jalan kota yang mulai ramai, dengan Naruto sesekali melambai dan menyapa orang-orang yang dikenalnya.

"Hey, Naruto! Semangat ya di sekolah!" sapa seorang penjual sayur langganannya.

"Terima kasih, Bu!" balas Naruto dengan senyum lebar, merasa sedikit lebih baik.

Di perjalanan, beberapa anak dari panti asuhan berbicara di antara mereka sendiri, tidak mengikutsertakan Naruto dalam obrolan mereka. Meskipun demikian, Naruto terus melangkah dengan penuh semangat, berusaha fokus pada hal-hal positif.

Setibanya di sekolah, Naruto berpisah dengan anak-anak panti lainnya dan menuju kelasnya. Ketika ia masuk ke dalam kelas, beberapa siswa yang sudah berada di sana memberikan tatapan aneh atau bisikan-bisikan pelan.

"Naruto datang," bisik salah satu dari mereka.

Naruto tidak mempedulikan komentar tersebut dan langsung menuju bangkunya. Ia meletakkan tasnya dan duduk, mempersiapkan diri untuk pelajaran hari itu. Di dalam hatinya, Naruto berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berusaha mendapatkan banyak teman, menunjukkan pada semua orang bahwa ia mampu. Sambil menatap papan tulis, ia mengingat kembali tekadnya dari kemarin sore.

Kanojo no Ai (NaruHina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang