Chapter 23

28 1 0
                                    

(Chapter 23)

Dua hari telah berlalu sejak konfrontasi yang menghancurkan hati antara Hinata dan ayahnya. Selama waktu itu, Hinata tidak keluar dari kamarnya. Dia berusaha menjaga jarak dari ayahnya, berusaha menghindari konfrontasi lebih lanjut. Namun, luka emosional yang dideritanya tidak mudah sembuh.

Hanabi yang telah menyaksikan kejadian tersebut, merasa gelisah melihat kondisi kakaknya. Meskipun masih muda, dia sangat menyayangi Hinata dan ingin melakukan sesuatu untuk membuatnya merasa lebih baik.

Pada suatu pagi, ketika matahari mulai naik tinggi di langit, Hanabi memutuskan untuk mengambil tindakan. Dia membawa sebuah nampan dengan teh hangat dan beberapa kue kesukaan Hinata, berharap ini bisa sedikit menghibur kakaknya.

Hanabi mengetuk pintu kamar Hinata dengan lembut. "Kakak, boleh aku masuk?" tanyanya dengan suara pelan.

Tidak ada jawaban segera, tapi akhirnya suara Hinata yang lemah terdengar dari balik pintu, "Masuklah, Hanabi."

Hanabi membuka pintu perlahan dan melihat Hinata duduk di tepi tempat tidurnya, memandang kosong ke arah jendela. Tanpa banyak bicara, Hanabi meletakkan nampan di meja dekat tempat tidur dan duduk di samping kakaknya.

"Kakak, aku membawakan teh dan kue untukmu. Aku pikir mungkin kamu butuh sesuatu untuk menyegarkan diri," kata Hanabi dengan lembut.

Hinata tersenyum tipis, "Terima kasih, Hanabi," jawabnya sambil mengambil cangkir teh dan menyeruputnya perlahan.

Hanabi menggenggam tangan Hinata dengan lembut. "Kakak, aku tahu ayah sangat keras padamu. Tapi aku percaya padamu dan pilihanmu. Jika itu membuatmu bahagia, maka aku mendukungmu."

Air mata mengalir di pipi Hinata saat mendengar kata-kata penuh dukungan dari adiknya. "Terima kasih, Hanabi. Itu sangat berarti bagiku," katanya dengan suara serak.

"Kakak, aku tahu kamu kuat. Kamu selalu menjadi inspirasiku. Jangan biarkan siapa pun menghentikanmu dari mencapai kebahagiaanmu," Hanabi menambahkan dengan tekad.

Hinata merasa sedikit kekuatan kembali ke dalam dirinya. Dia memeluk Hanabi erat-erat, merasakan kehangatan dan dukungan yang dia butuhkan. "Aku berjanji, Hanabi. Aku tidak akan menyerah. Aku akan berjuang untuk kebahagiaanku, untuk Naruto-kun, dan untuk kita semua."

Hanabi menghela napas lega, merasa bahagia telah membantu meringankan beban kakaknya. Mereka berdua duduk dalam keheningan yang nyaman, menikmati teh dan kue yang dibawa Hanabi. Waktu terasa melambat, memberikan mereka ketenangan yang sangat dibutuhkan.

Setelah beberapa saat, Hanabi memecah keheningan. "Kakak, aku pikir kita perlu rencana. Bagaimana kita bisa membuat Ayah melihat bahwa Kak Naruto bukanlah ancaman?"

Hinata menatap adiknya dengan penuh kasih sayang. "Aku tidak tahu, Hanabi. Tapi yang pasti, aku harus menunjukkan pada Ayah bahwa perasaanku terhadap Naruto tulus dan tidak akan merusak nama baik keluarga."

Hanabi mengangguk setuju. "Kita bisa mulai dengan cara kecil. Mungkin kita bisa mengundangnya ke rumah secara diam-diam dan membiarkan Ayah melihat betapa baiknya dia."

Hinata tersenyum, menggelengkan kepala. "Itu ide yang bagus, Hanabi. Sayangnya Ayah tidak mudah berubah pikiran."

"..." Hanabi tidak bisa berkata-kata.

Hinata memeluk Hanabi sekali lagi, merasa kuat dan siap menghadapi tantangan yang ada di depan. "Terima kasih, Hanabi. Aku sangat beruntung memiliki adik sepertimu."

Di luar, malam mulai merambat ke seluruh Konoha City, membawa ketenangan yang dibutuhkan setelah hari yang penuh emosi. Di dalam rumah Hyuga, mereka bersama  tidur dengan hati yang lebih ringan.

Sementara itu, di kamar yang sederhana, Naruto menerima pesan dari Hinata. Membaca setiap kata dengan hati-hati. "Dia sedang pergi berlibur..."

Author: Yang mau Donasi Gopay, kalian bisa kirim ke nomor ini biar aku semangat!

Gopay: 082195988184

Kanojo no Ai (NaruHina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang