Chapter 14

31 1 0
                                    

(Chapter 14)

Rasa tertekan yang semakin banyak membuat Hinata tidak bisa berkonsentrasi. Perasaan rindu yang semakin bergejolak ingin bertemu Naruto akhir pekan ini menjadi siksaan baginya. Ayahnya tidak mengizinkannya pergi keluar akhir pekan ini, dan Hinata semakin frustasi dengan semua yang telah dialaminya.

"Kenapa hidupku harus seperti ini?" gumamnya.

Saat bersama Naruto, Hinata merasa sangat bersemangat. Semua beban hilang, dan hidupnya dipenuhi warna dan kasih sayang. Dukungan dari kata-kata Naruto sangat menggairahkan, membuat hidup yang berat ini terasa seperti tidak ada beban.

Hinata teringat saat meminta nomor ponsel Naruto. Ketika Naruto menjawab bahwa tidak memiliki ponsel, Hinata merasa malu dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Namun, rasa penasaran mengalahkan rasa malunya, dan ia akhirnya bertanya. Dengan canggung, Naruto menjawab, 'Maaf, Hinata, aku tidak punya ponsel.'

Hinata tahu bagaimana Naruto hidup dalam keadaan yang sulit, namun masih bisa tersenyum dengan begitu tulus. Semakin memikirkan Naruto, semakin terpesona oleh kebaikan hati Naruto. "Teman baik..." gumamnya pelan, merasakan ngilu di dada.

Meraih buku catatannya yang terletak di meja belajar. Buku itu penuh dengan catatan dan gambar kecil yang menggambarkan perasaannya, terutama tentang Naruto. Membuka halaman demi halaman, membaca kata-kata yang pernah ia tulis. Setiap kata, setiap goresan pena, semuanya mengingatkannya pada betapa berartinya Naruto dalam hidupnya.

"Kamu kuat, Naruto-kun," bisiknya kepada dirinya sendiri, berharap Naruto bisa mendengarnya. "Aku juga harus kuat. Untukmu." Hinata menutup mulutnya sendiri karena ucapan yang lolos dari mulutnya.

Hinata berdiri dari tempat duduknya, mengambil napas dalam-dalam. Hinata tahu bahwa hidup tidak selalu adil, tetapi juga tahu bahwa tidak bisa menyerah. Naruto telah mengajarinya banyak hal, termasuk bagaimana menghadapi kesulitan dengan senyuman. Menyeka air mata dan kembali ke meja belajar, mencoba untuk fokus pada tugas-tugas yang harus ia selesaikan.

Saat tenggelam dalam pekerjaannya, pikiran tentang Naruto masih menghantuinya, namun merasa sedikit lebih tenang. Hinata tahu bahwa suatu hari nanti, akan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya.

Malam itu, sebelum tidur, Hinata menatap langit-langit kamarnya dan berdoa dalam hati. Berharap Naruto baik-baik saja, berharap bahwa mereka bisa bertemu lagi, dan berharap bahwa perasaannya yang mendalam akan sampai ke hati Naruto. Dengan harapan itu, Hinata memejamkan mata, membiarkan mimpi membawa dirinya ke dunia di mana dia dan Naruto bisa bersama tanpa ada yang menghalangi.

Saat mereka bertemu di sekolah, Hinata memperhatikan bahwa Naruto terlihat kelelahan. Namun, Naruto buru-buru memasang senyum ceria, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Rasa khawatir yang semakin dalam membuat Hinata memberanikan diri untuk bertanya, "Naruto-kun, kamu terlihat pucat. Apa kamu baik-baik saja?"

Naruto tersenyum lebar meskipun matanya menunjukkan kelelahan yang mendalam. "Aku baik-baik saja, Hinata. Jangan khawatir," jawabnya dengan nada ceria, tetapi Hinata bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di balik senyum itu.

"Naruto-kun, kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita padaku," kata Hinata dengan lembut, mencoba memberikan dukungan yang sama seperti yang sering diberikan Naruto padanya.

Naruto terdiam sejenak, pandangannya menerawang sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hinata, aku... bekerja agak larut tadi malam," katanya perlahan. "Aku hanya sedikit lelah, itu saja."

Hinata mengangguk mengerti, tetapi hatinya masih terasa berat. "Kamu pasti lelah sekali, Naruto-kun. Andai aku bisa membantu..."

"Ayo kita masuk, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang sepele."

"Baiklah..." Hinata mengigit bibir bawah, karena khawatir.

Author: Yang mau Donasi Gopay, kalian bisa kirim ke nomor ini biar aku semangat!

Gopay: 082195988184

Kanojo no Ai (NaruHina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang