Chapter 21

29 2 0
                                    

(Chapter 21)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(Chapter 21)

Sudah memasuki musim panas, dan festival musim panas sudah semakin dekat. Naruto memikirkan tentang Hinata dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Hinata selama liburan ini. Dia merenung, apakah Hinata akan datang ke festival dan jika iya, apakah mereka akan memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama? Pikiran tentang Hinata yang mungkin mengenakan yukata dan menikmati kembang api membuat jantung Naruto berdebar lebih cepat. Dia berharap bisa mengajaknya untuk menghabiskan malam festival bersama-sama, berbicara dan menikmati kebahagiaan di bawah langit malam yang dipenuhi kembang api.

Selama festival Tanabata, Naruto dan Hinata menghabiskan waktu bersama menikmati berbagai kegiatan yang ditawarkan. Mereka berjalan-jalan di sepanjang jalan yang dipenuhi dengan lampion berwarna-warni, suasana penuh dengan semangat dan kebahagiaan. Naruto, dengan senyum cerahnya, menggandeng tangan Hinata saat mereka berhenti di berbagai stan makanan, mencicipi takoyaki, dan berbagai jajanan tradisional lainnya.

Mereka juga mengunjungi stan permainan. "Gagal lagi!" Naruto mencoba menangkap ikan mas dengan semangat, membuat Hinata tertawa kecil melihat kegigihannya. Saat malam semakin larut, mereka menemukan tempat yang bagus untuk menyaksikan kembang api. Dengan langit yang dipenuhi letupan warna-warni, Naruto dan Hinata duduk berdampingan, menikmati pemandangan yang memukau.

Setelah membuat permohonan di pohon bambu, Naruto dan Hinata duduk sejenak, menikmati ketenangan setelah kembang api. Suasana terasa hangat di antara mereka, diiringi dengan suara riuh rendah festival yang mulai mereda.

Naruto menatap Hinata dengan senyum hangat. "Hinata, aku senang kita bisa menghabiskan malam indah ini bersama," ucapnya dengan tulus.

Hinata merasakan wajahnya memanas, ia membalas senyum Naruto dengan lembut. "Aku juga, Naruto-kun. Malam ini sangat indah."

Mereka berdua kemudian berjalan perlahan-lahan menuju tempat di mana lentera kertas diterbangkan sebagai simbol harapan dan impian. Naruto dengan antusias mengajak Hinata untuk menulis harapan mereka masing-masing pada lentera. Naruto menulis dengan penuh semangat, berharap agar dirinya menjadi lebih kuat dan bisa menjadi orang sukses dan mengenal banyak orang yang baik. Sementara itu, Hinata menulis dengan hati-hati, berharap agar keberaniannya terus tumbuh dan dia bisa selalu mendukung Naruto. Dan berani untuk mengungkapkan perasaannya pada Naruto.

Setelah selesai menulis, mereka bersama-sama melepaskan lentera ke udara, melihatnya melayang naik dan bergabung dengan lentera-lentera lainnya, menciptakan pemandangan yang memukau. Cahaya lentera menerangi wajah mereka, menambah kehangatan momen tersebut.

Ketika malam semakin larut, Naruto berjalan bersama Hinata mengantarnya ke arah mobil. Naruto merasa nyaman berbicara dengan Hinata, seolah dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa khawatir akan penilaian orang lain.

"Terima kasih untuk malam yang luar biasa, Hinata," kata Naruto dengan senyum tulus. "Aku sangat menikmatinya."

Hinata mengangguk pelan, merasa hatinya hangat. "Aku juga, Naruto-kun. Terima kasih sudah mengajakku."

Naruto tiba-tiba merasa gugup, tetapi dia mengumpulkan keberanian. "Hinata, aku harap kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Mungkin... kita bisa bertemu lagi sebelum musim panas berakhir?"

Hinata tersenyum malu-malu, tetapi matanya bersinar penuh harapan. "Tentu, Naruto-kun. Aku akan sangat senang."

Seorang pria yang biasanya sibuk kini duduk di belakang mejanya, memeriksa laporan dari anak buahnya dengan mata tajam. Ketidaksenangan jelas terpancar dari wajahnya ketika membaca isi laporan dan melihat foto-foto yang disertakan, diambil oleh seseorang yang sangat dipercayainya. Ekspresinya berubah keras, kemarahan perlahan merayapi wajahnya.

Dalam salah satu foto itu, terlihat putrinya, Hinata, bergandengan tangan dengan seorang pemuda. Pemuda itu bukanlah sosok asing baginya; ada sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu, pada bocah yang pernah bermain dengan Hinata di taman bertahun-tahun lalu.

"Ini tidak bisa dibiarkan..." gumamnya, suaranya rendah namun penuh dengan tekad. Pria itu tahu bahwa dia harus mengambil tindakan, demi melindungi putrinya dan memastikan bahwa tidak ada ancaman yang bisa merusak nama keluarganya.

Author: Yang mau Donasi Gopay, kalian bisa kirim ke nomor ini biar aku semangat!

Gopay: 082195988184

Kanojo no Ai (NaruHina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang