Bulan kedua di Minggu pertama.
Nabila masih tidak ada kabar, Raka kini mulai menimbang-nimbang apakah jalannya akan lancar nanti saat menjelang pernikahannya? Atau hal paling terburuknya Nabila tak kunjung kembali di hari paling dirinya tunggu-tunggu. Semakin ia pikirkan semakin banyak hal yang baru Raka rasakan, merasa jika hanya dirinya yang menginginkan pernikahan ini, merasakan apakah perasaan Nabila selama ini nyata padanya? Atau selama ini hanya dia yang memiliki perasaan pada Nabila?
Di ruang kerjanya Raka menghela napas, ia pijit alisnya yang tebal itu perlahan supaya bisa menghilangkan rasa penat memikirkan Nabila yang semakin kesini semakin sulit untuk di tebak.
Suara ketukan pintu membuat Raka menoleh ke arah pintu tersebut, dan tidak lama pintu itu terbuka memperlihatkan Helen membawa tas yang Raka tau itu isinya adalah tempat makan beserta air minumnya. Sekertarisnya itu berjalan ke arahnya lalu naru tas itu di depan Raka.
"Makan Pak, saya tau kalau bapak sudah beberapa hari ini tidak berselera makan." ucapnya yang dibalas senyuman terpaksa dari Raka.
"Terimakasih ya Len, kamu ngga perlu report untuk memberikan saya makan siang, saya bisa mengurus hidup saya sendiri."
"Iya Pak, yang terpenting di makan ya pak."
Helen keluar dari ruangan Raka, sebenernya tidak ada napsu makan yang membuat Raka selera memakan makan yang dibawakan Helen. Tetapi ia juga harus menghargai pemberian sekertarisnya itu, tanpa ingin memikirkan ada niat terselubung di balik itu.
Jam pulang kantor, Raka keluar ruangannya. Dengan langkah yang semakin hari semakin ragu untuk melanjutkan yang sudah ia rencanakan itu, Raka berjalan ke basement kantornya untuk mengambil mobilnya. Baru sampai mobil, Raka dikejutkan dengan kehadiran Helen yang mengetuk kacanya dan Raka membuka kaca itu sambil mengerutkan dahinya.
"Kenapa Len?" tanyanya bingung.
"Pak saya boleh bareng ngga?" Raka tambah bingung.
"Handphone saya mati, mau cari taksi online." lanjutnya mencari alasan agar bisa bareng dengan Raka.
"Mau saya pesankan lewat handphone saya?"
Raka tau niat Helen, tampak jelas jika sekertarisnya itu sedang berusaha mendekatinya tapi namanya Raka tidak akan goyah dengan seseorang yang bukan Nabila.
"Kenapa? Bapak ngga mau ya nganter saya?"
"Bukan, bukan gitu. Saya mau ke rumah Bila dulu," Alibinya tentu.
"Iya gapapa deh saya ikut Bapak dulu,"
Raka mulai merasa tidak nyaman. Tanpa persetujuan Helen, Raka mengambil handphonenya dan memesankan taksi online untuk Helen. Sejak dulu hatinya memang udah terparkir di Nabila, ia sudah lama tidak menemukan konci hatinya bahkan jika harus bayar untuk keluar dari hati Nabila ia akan perlu biaya yang mahal karena sudah lama sekali ia memarkirnya disana sampai hatinya berdebu.
"Len taksi onlinenya sudah mau sampai lobby, saya duluan ya. Saya udah bilang atas nama kamu,"
Sangat terlihat wajah kecewa dari muka Helen, tanpa memedulikan itu Raka langsung menutup kaca mobil dan bergegas meninggalkan basement kantornya.
Hari sudah gelap, Raka masih tidak ingin pulang ke apartemennya. Ia benar-benar khawatir jika semua ini salah jalan, tapi jika salah jalannya sama Nabila sih Raka mau mau saja kalau sendirian? Raka tidak bisa membayangkan akan tersesat dimana dia nanti.
Raka memarkirkan mobilnya ketika ia sampai di sebuah taman, taman yang membuat dirinya mengenal Nabila dan taman yang pertemuan kembali ia pada sang pujaan hatinya setelah beberapa tahun lamanya. Raka memasuki taman yang ada danau kecil di dalamnya itu, ia berjalan menuju bangku taman yang menjadi tempat duduknya bersama Nabila dulu. Tepat di depan danau.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's AGATHA.
Romance[Book 2# of The Twins Troublemaker series.] "Kita punya jalan masing-masing untuk bahagia." *** [Sequel The Twins Troublemaker] Carita ini mengandung sedikit unsur 17+ jika kalian tidak ingin ternodai silahkan tinggalkan lapak ini. Harus baca T3 du...