🖇️28. Home Light

28 13 6
                                    

Follow ig aku:
@yaa_frstn @kucingimut1258

Ig mereka juga:
@zayaflow_
@gafi.prnz
@kaylen_yrf
@luv_yin
@atlnta_

️📕🧸

"Rumah tanpa lampu itu benar-benar gelap, ya, ternyata?"

SEMINGGU setelah kematian Glorin benar-benar membawa pengaruh besar bagi Zaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEMINGGU setelah kematian Glorin
benar-benar membawa pengaruh besar bagi Zaya. Gadis itu tidak memiliki semangat lagi untuk melanjutkan kehidupan. Janji-janji mereka untuk terus bersama hingga tua ikut terkubur di dalam tanah. Harapan itu sudah musnah. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Cuma doa saja yang bisa disampaikan untuk menyalurkan rasa rindu.

Air mata Zaya jatuh membasahi sebuah foto dua anak kecil yang saling berpelukan. Itu adalah foto dirinya dan Glorin ketika masih bersekolah di Taman kanak-kanak. Awal pertemuan mereka yang menggemaskan membuat persahabatan mereka awet sampai sekarang ini. Ralat-sampai salah satu dari mereka meninggalkan dunia ini.

"Siapa namamu? Kamu lucu sekali," tanya anak perempuan rambut sebahu seperti dora itu kepada anak perempuan yang menyandang tas beruang serta permen lolipop di bibirnya.

"First Florence Azaya."

"Argh, namamu susah sekali. Siapa tadi? Flo .. Flo .. akhh susah. Aku panggil kamu Flow aja ya," ujar bocah perempuan itu.

Anak perempuan bernama Azaya itu menganggukkan kepala polos. "Namamu siapa? Dora ya? Tapi boot nya mana?"

"Aku bukan Dora! Namaku Glorine Angeluv."

Zaya membentuk o pada mulutnya. "Kukira tadi Dora. Soalnya rambutnya pendek kayak Dora."

"Pasti kamu suka nonton Dora kan?" Tebak Glorin

"Iyaa, suka banget!!" Jawab Zaya dengan histeris. Lalu gadis kecil itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. "Kamu mau?" Zaya memberikan satu permen lolipop kepada Glorin.

Glorin menerimanya dengan tatapan membinar. "Terima kasih, Flow."

"Kamu mau gak jadi sahabat aku?" Tanya Glorin sambil mengulurkan tangannya.

Zaya menerima uluran tangan kecil itu. "Iya mau. Kita akan jadi sahabat selamanya kan, Glo?"

"Bahkan lebih lama dari itu Flow." Lalu kedua gadis kecil itu saling berpelukan.

Memori awal pertemuannya dengan Glorin kembali berputar di kepala Zaya. Bagaikan sebuah film yang siap untuk ditonton. "Kamu jahat, Glo. Kamu bilang kita akan selalu sampai Tua. Kita akan mati sama-sama. Tapi kamu malah ninggalin aku sendiri di sini. Kenapa, Glo?"

"Kamu gak nepatin janji kita dulu, Glo. Kamu jahat. Aku benci sama kamu. Lagi-lagi aku harus dipisahkan dengan kematian. Kenapa harus kamu, Glo? Kenapa gak aku aja yang mati? Kenapa-" perkataan Zaya terhenti tatkala seseorang meletakkan ibu jarinya di bibir Zaya.

Zaya menatap mata Atlanta dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu diciptakan bukan untuk diam, lalu mati. Seperti layaknya kapal, diciptakannya kapal bukan diam di sebuah pelabuhan, tetapi untuk mengarungi lautan dan ombak yang besar. Begitu pula dirimu, Za. Kamu harus mengarungi kehidupan yang penuh akan tantangan, terombang-ambing dalam masalah interpersonal yang mungkin menjengkelkan," ujar Atlanta dengan lembut.

"Tapi kak, aku sudah tidak mempunyai semangat hidup lagi, Kak. Jiwaku sudah pergi."

"Do what you want. Kamu adalah sebagaimana pengemudi yang mengemudikan diri sendiri. Tak perlu memberikan stir pada orang lain-yang jelas kamu takkan pernah tau arah perjalanan yang tengah dan akan dilalui nanti," ucap Atlanta lagi. "Manusia itu bersifat fana'. Orang yang berkata akan terus bersamamu selamanya pun akan pergi. Karena tidak ada yang abadi di dunia ini."

⛓️📕🧸

Seminggu sepertinya tidak cukup untuk Kaylen agar bisa melupakan Glorin dengan sepenuh hati. Lagi-lagi, laki-laki itu harus berusaha mengikhlaskan yang telah pergi. Lambat laun, dirinya juga akan ikut pergi. Tidak ada yang abadi kecuali Tuhan. Dan Kaylen percaya dengan kata-kata itu.

"Len, ikhlasin ya?"

Kaylen ikhlas, namun ia juga perlu waktu. Tak mudah untuk melupakan semua yang berarti di dalam hidupnya. Seperti layaknya sebuah kaca, jika dilempar maka akan retak. Dan pantulan cahayanya tidak akan sama lagi.

"Kaylen ikhlas, Ma," jawab Kaylen.

Laki-laki itu mengedarkan pandangannya di sebuah gitar yang terletak indah di dalam lemari kaca. Gitar itu sudah lama tidak dipegang dan dimainkan.

Kaylen mengambil gitar itu dan mencoba untuk memainkannya. Alunan merdu mulai terdengar tatkala Kaylen mengetikkan jarinya di gitar tersebut.

Rindu memaksaku untuk kembali
Menengok kenangan masa kecilku
Yang dibalut cinta, dibalut kehangatan
Kini aku telah jauh berada

Rindu rumah
Aku rindu pulang
Rindu yang tersayang
Ayah dan Ibu

Bulir bening jatuh di sudut mata Kaylen. Laki-laki itu merindukan rumahnya yang sudah runtuh. Benar-benar sudah kandas dan tidak ada tersisa satu pun.

Hazel mengusap bahu Kaylen, mengerti akan perasaan laki-laki itu saat ini. "Len, masih punya Mama."

"Thanks sudah menerima Kaylen apa adanya, Ma. Kaylen tau, Kaylen tidak seperti Gafi, yang bisa menyinari rumah ini. Tapi, sebentar lagi rumah ini akan kembali terang seperti dulu, Ma."

"Iya, Nak. Bunda yakin akan hal itu," jawab Hazel sambil tersenyum. "Terima kasih sudah mau menjadi lampu dan menerangi rumah ini, Len. Karena kehadiranmu, rumah itu kembali terang walaupun tidak seterang dulu."

"Tapi Mama yakin, sebentar lagi lampu rumah ini akan benar-benar bercahaya sangat terang dua kali lipat seperti biasanya," sambung wanita itu.

"Dan Kaylen menunggu hari-hari itu tiba."

_________________
To Be Continued
_________________

Ga nyangka, 6 hari lagi cerita ini bakal End

Udah ga sabar gimana end nya?

Oh iyaa, untuk ending akan berbeda versi Wattpad dan novel nantinya^^

We Are Happy Ending [END] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang