Chapter 10.

15 2 0
                                    

"Keknya bakalan ada turnamen mingdep."

Cakra yang sedang ngemil keripik singkong sambil tiduran pun menoleh pada Gilang yang tampak sibuk dengan hapenya di atas tempat tidur.

Sekarang sudah pukul lima sore, mereka baru saja menyelesaikan kegiatan belajar bersama sejam yang lalu.

"Turnamen apaan? Kapan? Di mana?" Cakra kepo.

"Yaa turnamen taekwondo. Rabu depan, dari jam 9 pagi sampai sore di kota sebelah. Tapi gatau aku bakalan diikutkan apa ngga, soalnya belum ditentuin siapa-siapa yang dipasang. Tapi kalau misal dipasang ya aku siap aja. Kenapa tanya?"

"Ehehe, ngga ada kok. Penasaran aja si. Mudahan kamu kepilih jadi perwakilan," Gilang ngangguk canggung.

Cakra mengambil salah satu novel di rak buku Gilang yang judulnya 'The Kane Chronicles: The Red Pyramid', karya Rick Riordan. Kenapa milih buku itu? Karena cover sampingnya mencolok sekali. Warna merah.

"Aku penasaran. Udah dari kapan ikut taekwondo?" Kata Cakra sambil mencoba membaca isi buku itu.

"Aku?"

"Ya siapa lagi?" Gilang turun dari kasurnya dan ikut tiduran sambil mencomot keripik singkong.

"Dari kecil. Kalo ngga salah, sejak kelas dua esde. Tau Ojan kan? Nah kita barengan, sama-sama ikut dari dulu." Cakra mengangguk mengerti.

"Sulit kah, taekwondo itu?"

"Awalnya iya, lama-lama juga biasa. Mau ikutan?" Gilang tiba-tiba bangun dan berdiri. Cakra langsung menggeleng dengan cepat, tidak mau jadi samsak. Dia mundur perlahan, menjauh dari tempat Gilang berdiri.

"Tapi katanya gerakannya banyakan tendangan. Coba tendangan tertinggimu dong."

Tanpa diaba-aba, Gilang langsung menendang angin. Waw, kakinya sampai di titik tertinggi melebihi kepalanya Gilang sendiri. Cakra malah terbayang bagaimana jika kaki Gilang bisa membunuh dirinya. Pasti sakit ditendang di kepala.

"Keren?"

"Ngga si, lebih ke ngeri." Gilang ngakak lebar lalu tiduran di lantai di samping Cakra lagi.



"Kamu keknya suka banget novel-novel fantasi kek gini. Aku aja ngga doyan." Cakra membolak-balik lembar-lembar halaman pada buku yang dipegangnya. Gilang melahap satu keripik.

"Ngga doyan apa?" Gilang lanjut mengambil lima lembar keripik sekaligus melahapnya secara bersamaan. Ngga nyangka seenak itu.

"Novel. Komik lebih menarik. Novel kebanyakan tulisannya, ngga ada gambar ngga seru. Pelan-pelan kek makannya, aku belum." Gilang sok budeg, kali ini sekali suap tujuh lembar keripik singkong ada di tangannya.

"Ngeledek? Justru gambar yang mengganggu, lewat tulisan semua pembaca jadi bisa mengembangkan imajinasi masing-masing." Sudah tak terhitung berapa banyak keripik yang dimasukkan ke dalam mulutnya. Jadi penasaran, cepet banget ngunyahnya. Lambung aman ngga tuh?

Wah-wah, bau perdebatan mulai tercium. Cakra berhenti tiduran dan mengambil posisi bersila, bersandar pada tembok.

"Oh ya? Bagaimana orang bisa mengkhayalkan kata-kata yang mucul seperti 'Wushh!', 'Duarr!', atau seperti 'Jiyatt!'?"

Gilang ikutan ngambil posisi duduk.

"Yadehh, aku ngalah. Aku ngga bisa jelasin hal-hal kek gitu, karena sifatnya alami."

Cakra tiba-tiba nodongin telapak tangannya di depan muka Gilang.

"Apa?" Gilang miringin kepalanya, bingung.

MONOKROM (BL INDO) (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang