6. Hujan.

553 86 29
                                    

Selepas pembicaraan antara Gito dan Shani, rasa risau dan ragu di hati Gito menghilang semua dalam sekejap, semua rasa skeptis juga. Ia memahami bahwa dengan mendapatkan perempuan sesempurna ini tentu akan ada orang yang tidak suka, mungkin orang itu pada cerita Gito dan Shani adalah Gerald dan tentunya Gito akan melawan manusia seperti Gerald karena Shani telah menjadi miliknya seorang.

Sepanjang perjalanan pulang tentunya Gito mencari topik pembicaraan untuk mengalihkan nuansa tegang akan percakapan mereka barusan di parkiran sekolah.

Namun sepertinya semesta ingin mereka menghabiskan waktu lebih lama lagi berduaan, karena hujan turun mereka menepi untuk menggunakan mantel nin sayang nya Gito hanya membawa satu dan dengan keras kepala Shani menolak jika hanya dirinya yang menggunakan mantel karena hujan nya begitu lebat.

Akhirnya mereka duduk di depan ruko tutup namun bersyukur karena cukup untuk melindungi mereka dari tampias dan hujan.

Memang bukan setting yang romantis, namun karena berdua dengan Shani tentunya Gito merasa ini cukup untuk menambah catatan pada kejadian romantis yang dia alami dalam masa putih abu-abu nya.

"Aku bisa berhentiin hujan ini" Celetuk Gito memecah keheningan pada dirinya dan Shani yang tengah merasa nyaman dengan menyenderkan kepalanya ke pundak kekasihnya itu.

"Oh ya? Emang nya kamu Mbak Rara si pengendali hujan itu?"

"Bukan dong aku mah Gito si pacarnya Kakak Shani primadona sekolah. " Ucap Gito dengan sedikit nada playful.

Hal tersebut membuat Gito di pukul pelan oleh Shani yang sedikit salting, walau jika Gito pikirkan lagi itu sedikit cringe.

"Yaudah mana buruan katanya bisa berhentiin hujan" Tagih sang wanita yang lebih tua itu.

"Oke kalo nagih begitu, " Ucap Gito dengan pemberian jeda sedikit sebelum akhirnya mengumpulkan tenaganya untuk teriak sekencang mungkin.

"Hujan, berhenti aku mau antar pacarku pulang!" Dengan lantang Gito meneriakan kalimat tersebut, tentu membuat Shani kaget karena sebelumnya Gito bukan lah orang yang vokal dan dia tau itu.

Tawa keluar dari mulut Gito setelah meneriakkan hal itu, tentu Shani juga ikut saat melihat kekasihnya itu tertawa, maksudnya memang hal ini sangat out of character untuk Gito. Hal aneh, namun hangat.

"Mana bisa begitu To, emang nya langit punya kuping?"

"Namanya usaha, lagian siapa tau kalau awan nya berbentuk kuping kali aja dia bisa berfungsi." Jawab Gito tengil. Shani menyukai sisi Gito yang tengil walau menyebalkan namun hal itu hanya di tunjukkan pada dirinya, ia merasa begitu special.

"Coba kita liat awan nya sekarang berbentuk apa"

"Kaya gumpalan lemak ya?"

"Hahahaha, bener si tapi yang itu mirip kucing tau" Shani menunjuk ke awan yang di benak nya terimajinasikan gambaran seekor kucing.

"Apaan kucing? Itu mah gumpalan lemak juga" Jawab Gito yang tengah menghimpitkan kelopak matanya, mencoba melihat dari sisi mana awan itu terlihat seperti kucing.

"Ihh coba liat yang bener" Sewot Shani.

Gito kembali mencoba namun nihil ia merasa awan itu hanyalah gumpalan lemak yang menjadi satu, bulat-bulat, abstrak. Namun demi kebahagiaan Shani sepertinya ia harus berbohong.

"Eh iya mirip-mirip, aku baru bisa ngeliat itu sekarang."

Seiring waktu berlalu, suara rintik hujan semakin berkurang. Langit yang tadinya gelap mulai terang kembali, memberi harapan bahwa hujan akan segera berhenti.

Masa Sekolah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang