16. Kecemburuan?

367 68 6
                                    

Dua minggu terakhir berlalu dengan lancar. Hubungan Gito dan Shani semakin erat. Mereka kerap belajar bersama, bercanda di sela-sela pelajaran, dan menghabiskan waktu sepulang sekolah. Tak ada tanda-tanda keretakan—semuanya terasa hangat dan nyaman. Gito merasa hubungan mereka berjalan mulus.

Dengan rutinitas baru mereka sekarang, pagi Gito menjemput Shani lalu mengantar nya ke sekolah, membuatkan nya bekal, lalu saat istirahat Gito menemani Shani belajar atau jika Shani belajar dengan teman-temannya Gito ke kantin untuk membelikan kekasihnya makanan, memastikan bahwa Shani tidak kelaparan, lalu pulang sekolah Gito mengantar Shani ketempat lesnya dan saat malam menjemputnya untuk di antar pulang. Apakah Gito lelah? Tentu namun, semua itu dia lakukan agar bisa terus bersama Shani di tengah kesibukan nya.

Semua itu Gito lakukan dengan senang tanpa merasa apa-apa, walau hal itu membuatnya lebih lelah dari biasanya, lebih sering tertidur di kelas tetapi itu tidak membuat efek pada hubungan nya.

Namun sepertinya semua itu berubah pada suatu malam, ketika Gito menjemput Shani dari tempat les-nya, ia melihat sesuatu yang membuat dadanya berdebar kencang. Dari kejauhan, terlihat Shani sedang berbincang dengan seorang pria. Mereka terlihat begitu asik, tertawa bersama, hingga Shani bahkan tak menyadari kehadiran Gito yang menunggu di dekat pintu keluar.

Gito berdiri terpaku. Hatinya mulai dipenuhi pertanyaan. Siapa pria itu? Kenapa Shani terlihat begitu dekat dengannya? Perasaan cemburu yang tak biasa mulai merayap perlahan, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang.

Matanya menatap tajam ke arah Shani, amarah dan cemburu yang merayap itu mulai mengambil kendali atas tubuhnya. Dengan langkah yang cepat, Gito mendekati mereka, berusaha menyembunyikan gelombang emosi yang mengombang-ambing di dalam dirinya.

"Seru banget, lagi apa si?" ucap Gito dengan nada kesal, suara yang sedikit lebih tinggi dari biasanya. Shani terkejut, seolah baru menyadari kehadirannya. Wajahnya berubah seketika—dari ceria menjadi canggung. Pria di samping Shani pun langsung menghentikan tawanya dan menoleh, memberi Gito tatapan penuh tanya.

"Hai..." seru Shani, senyumannya kembali muncul meski terlihat sedikit dipaksakan. "Sayang kenalin, ini Kak Vino, dia itu guru magang disini, dia masuk UI loh, keren banget ga si?" 

Gito menatap Vino, merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan. Pria itu terlihat santai, dengan senyum yang tampak sangat akrab. "Halo mas," sapa Vino, tetapi Gito hanya membalas dengan anggukan cepat, tidak ingin terjebak dalam percakapan lebih lanjut.

"Maaf kalau aku datang tiba-tiba," Gito mencoba menyeimbangkan nada suaranya, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa tidak nyaman. "Ayo pulang, udah malem nih Shan."

Shani terlihat ragu sejenak. "Tapi aku belum selesai belajar sama Kak Vino...," ucapnya, suara lembutnya mengandung keraguan.

"Belajar apa lagi? Ini udah jam 9 udah mau tutup tempat les nya," Ucap Gito kembali dengan nada yang agak tinggi, terlihat jelas bahwa dirinya marah.

Melihat perilaku Gito, Vino pun langsung mengangkat bicara "Kayanya Gito bener deh Shan, kita lanjut besok aja ya sesi konsultasi nya, kamu juga butuh istirahat deh." 

Shani mengerutkan kening, jelas terlihat bingung. "Tapi ini materi penting, aku bisa kok ikut belajar lebih malam..."

"Shan," potong Gito, berusaha menahan napasnya. "Kamu bisa belajar kapan aja. Ini udah malem, kasian kamu kasian Vino dia mau istirahat, udah ayo pulang." 

Ada jeda sejenak di antara mereka. Shani menatap Gito, kemudian Vino. Suasana di sekitar mereka terasa tegang. Gito merasakan jantungnya berdebar tidak karuan, sementara Shani tampak bingung harus memilih antara Gito atau melanjutkan dengan Vino.

Akhirnya, Shani mengangguk pelan. "Oke, deh. Aku mau pulang sekarang," ucapnya, suaranya lembut. "Maaf, Kak Vino. Nanti kita lanjutkan ya?"

Vino tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya. "Tentu, Shan. Semoga istirahatnya menyenangkan."

Masa Sekolah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang