12. Rencana.

468 78 11
                                    

Gito dan Shani menjadi semakin bucin makin harinya, ntah itu karena 'honeymoon phase' mereka atau karena mereka telah melewati hambatan yang begitu besar bagi mereka saat ini. Tapi sebelum Shani mau fokus pada ujian masuk kuliah nanti, Gito mengajak nya untuk liburan bersama, staycation. Tidak hanya berdua tenang saja, Gito juga mengajak teman-teman nya juga teman-teman Shani.

Rencananya adalah untuk staycation di bandung, kota penuh dengan romansa katanya. Gito sudah membuat rencana nya dengan konsultasi kepada teman-temannya juga teman-teman Shani mereka semua merencanakan itu pulang sekolah di kantin. Semua sudah di approve, sekarang yang jadi masalah nya adalah meminta izin pada orang tua Shani.

"Nah keren deh rencananya," Puji Dheo pada rencana mereka.

Daniel dan Lukas pun mengangguk setuju. Namun tentunya muka Shani yang sedikit bingung menarik perhatian dari Gito. "Kenapa?" Tanya Gito dengan lembut.

"Hmm aku bingung minta izin nya aja si," Jawab Shani sembari meletakkan kepalanya di pundak Gito.

"Gapapa ntar aku bantu izin sama ayah kamu" Ucap Gito mencoba menenangkan kekhawatiran kekasihnya itu.

Shani mengangkat kepalanya dari pundak Gito dan menatapnya dengan sedikit ragu. "Bantu gimana?" tanyanya.

Gito berdehem sebentar, lalu dengan percaya diri berkata, "Kita bisa buat proposal yang jelas dan detail. Bahkan, aku bisa buat presentasi PPT tentang semua rencana kita, biar orang tua kamu bisa lebih yakin. Kita jelasin semuanya, mulai dari tempat menginap, aktivitas yang bakal kita lakukan, sampai jadwal dan kontak darurat."

Shani tertawa kecil, sedikit terhibur oleh keseriusan Gito. "Kamu serius mau bikin proposal segala?"

Gito mengangguk dengan mantap. "Serius. Kalau ini bisa bikin mereka lebih percaya, kenapa nggak? Kita harus tunjukkin kalau kita sudah matang dan bisa bertanggung jawab."

Mendengar itu, teman-teman Shani mulai tertawa kecil. Sisca dengan suara yang agak menggoda berkata, "Bagus juga ide lo To. Tapi jangan lupa, Shani itu anak perempuan satu-satunya, hati-hati aja di pites."

Gracia pun menimpali "Bener tuh, lo gatau aja kalau bapak nya udah mode protektif." Itu membuat yang lain tertawa walau Gito hanya bisa meneguk ludah nya dan Feni menggeleng-geleng akan kelakuan Sisca dan Gracia.

Gito berusaha mempertahankan senyumnya meskipun ada sedikit kekhawatiran yang mulai merayap. Ia tahu bahwa mendapatkan izin dari orang tua Shani, terutama ayahnya yang protektif, namun kemarin mereka senang saja dengan dirinya, tapi ini staycation ayah nya bisa berpikir yang tidak-tidak. Gito menjadi larut dalam pikiran nya.

"Kalian iseng banget, Gito bakal baik-baik aja, kan To?" ujar Feni sambil tersenyum, mencoba menghibur Gito yang tampak gugup.

Gito tersenyum kecil, berusaha terlihat yakin. "Iya, gua yakin kita bisa dapat izin,"

Shani menghela napas lega, "Yaudah, kita coba aja. Makasih ya, Gito,"

Setelah hari itu, Gito mulai bekerja keras menyiapkan proposal dan presentasi yang ia janjikan. Ia mencantumkan semua detail, mulai dari tanggal keberangkatan, tempat menginap, itinerary kegiatan, hingga langkah-langkah keamanan. Ia juga menambahkan kontak darurat dan informasi lainnya untuk memastikan semuanya terlihat matang dan terorganisir.

Di hari yang ditentukan, Gito dan Shani pergi ke rumah Shani untuk menemui orang tuanya. Gito membawa laptop dengan presentasi PPT yang sudah disiapkan, serta cetakan proposal. Mereka duduk bersama di ruang tamu, dan Gito mulai mempresentasikan rencana mereka dengan tenang dan penuh keyakinan.

Ayah Shani, yang terlihat serius mendengarkan, sesekali mengangguk sambil menyimak. Ibu Shani, di sisi lain, tampak lebih santai namun tetap menunjukkan perhatian. Gito menjelaskan setiap detail dengan hati-hati, memastikan semua kekhawatiran yang mungkin muncul sudah dijawab dalam presentasinya.

Setelah Gito selesai, ayah Shani meletakkan tangannya di dagu, berpikir sejenak. "Gito, presentasimu cukup bagus. Kalian tampaknya sudah memikirkan ini dengan matang. Tapi, aku perlu tahu, siapa yang akan bertanggung jawab jika ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencana?"

Gito menjawab dengan tegas, "Saya akan bertanggung jawab penuh, om. Saya sudah memastikan semua aspek keamanan, dan kita akan menjaga komunikasi dengan om juga tante setiap hari. "

Shani melihat ayahnya dengan tatapan memohon, berharap ayahnya memberikan izin. Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, ayah Shani akhirnya tersenyum kecil dan berkata, "Baiklah, kalian boleh pergi. Tapi ingat, meski saya percaya dengan kamu, tapi kalau anak saya sampai lecet saja, habis kamu sama saya."

Gito tersenyum lega, meski sedikit tegang mendengar peringatan tegas dari ayah Shani. "Terima kasih banyak, om. Kami janji akan menjaga diri dengan baik," jawabnya dengan penuh keyakinan.

Ibu Shani yang dari tadi hanya tersenyum simpul menambahkan, "Iya, jangan lupa selalu jaga komunikasi. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi kami. Dan nikmati liburannya, jangan terlalu khawatir."

Setelah menerima izin dari orang tua Shani, Gito dan Shani keluar dari rumah dengan perasaan lega. Sementara itu, Gito berusaha menyembunyikan kegembiraannya di balik senyumnya yang tenang. Mereka menuju ke taman kecil di dekat rumah untuk berbicara lebih lanjut.

"Anjay berhasil," kata Gito sambil melepaskan napas panjang. "Aku tadinya takut ga bakal di bolehin."

Shani mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, aku juga. Tapi kamu keren deh, ada aja ide nya sampe presentasi gitu, makasih ya."

"Apa si yang ngga buat si cantik" Goda Gito.

"Kamu nih, makin kesini makin suka godain aku. Serem tau ga?" Ucap Shani ketus namun playful dengan mencubit kekasihnya itu.

Di hari-hari berikutnya, persiapan semakin intens. Mereka memastikan semua hal teknis sudah diatur, seperti pemesanan vila, transportasi, dan jadwal kegiatan. Ia juga memastikan semua teman yang ikut sudah siap dengan tugas dan peran mereka selama liburan. 

Pada suatu malam, Gito berkumpul dengan teman-temannya untuk terakhir kali sebelum keberangkatan. Mereka duduk di kafe favorit mereka, membahas rencana dan memastikan semua orang siap.

"Nah, jadi kita udah siap semua, kan?" tanya Dheo sambil memeriksa daftar tugas di ponselnya.

Daniel mengangguk. "Yep, gue udah siapin semua peralatan untuk barbeque nanti. Kita bakal makan enak disana."

Lukas menambahkan, "Gue udah cek rute dan tempat-tempat yang mau kita kunjungin. Semua udah diatur dengan baik. Tinggal jalan aja."

Lukas pun menyalakan rokok nya lalu membuka topik pergibahan malam itu. "Kiw kabarnya ada yang deketin dekel ni" Goda Lukas.

Tentu ucapan Lukas menarik perhatian Dheo dan Gito, Gito yang sedang menyeruput kopinya langsung berhenti. "Yang bener kas?" Tanya Dheo. 

Lukas mengembuskan asap rokoknya dengan santai, sambil melirik ke arah Daniel. Ia melanjutkan, "Suer, gua liat sendiri pake mata kepala gua. Tau ga lu dia ngapain?" Pancing Lukas pada Gito dan Dheo. Setelah mendapat jawaban 'apa?' dari Dheo dan Gito, Lukas melanjutkan dengan "Dia di gramed sama si Indah, di bagian sastra alahk sia boy bisa aja tuh modus nya." 

Mendengar cerita Lukas, Dheo dan Gito langsung tertawa. "Pinter juga lu niel, ngajak Indah ke Gramed," ujar Dheo sambil terkekeh. Di tengah tawa mereka, Gito terlihat sedikit bingung. "Indah siapa, kas? Kok gue kayak nggak pernah denger ada cewek namanya Indah seinget gua" tanyanya sambil mengerutkan dahi.

Lukas melepaskan asap rokoknya lagi, lalu tersenyum tipis. "Indah itu gadis pecinta sastra, bro. Dia sering banget menang lomba cerpen sama puisi. Malah, dia udah publish satu buku kumpulan cerpen sendiri. Lo mungkin nggak kenal karena dia anaknya pendiem, jarang tampil di depan."

Dheo menimpali, "Iya, bener. Anak-anak jurusan Bahasa pasti pada tau Indah. Dia sering banget nongkrong di pojokan perpustakaan, baca buku sendirian. Gue juga baru tahu kalau Daniel ternyata ada nyali buat deketin cewek kayak dia. Nggak nyangka aja."

Daniel yang sedari tadi hanya tersenyum kecut akhirnya angkat bicara mencoba mengelak, "Udah, udah. Gausah bahas itu. Gue lagi nyoba kenal lebih deket aja kok. Kebetulan gue ketemu dia waktu lagi cari buku, terus kita ngobrol bentar, yaudah gue ajak aja."

Lukas langsung menyenggol lengan Daniel dengan jahil, "Alaaah, ngobrol bentar apaan, nggak usah sok merendah lo. Udah ajak aja dia ikut staycation, siapa tau dia mau."

Gito tersenyum melihat wajah Daniel yang sedikit memerah. "Coba aja tuh ajak, lagian kita nggak pernah tahu, siapa tahu staycation kali ini bisa jadi kesempatan buat lo sama Indah makin deket," katanya sambil mengedipkan mata.

Daniel menghela nafasnya kasar, "Itu gua ngajak ke gramed aja setengah mati, gua yakin kalo di ajak staycation ga bakal mau dia." 

Dheo dan Lukas pun langsung lirik-lirikan. Mengerti satu sama lain dan langsung meledek Daniel, "Berarti lu emang ngajak dia jalan dong bukan nya ga sengaja ketemu tadi kata lu?" Ledek Dheo.

Setelah diledek habis-habisan oleh Dheo dan Lukas, Daniel hanya bisa tersenyum kecut sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalian ini, hobi banget ya ngeledek gue," ucapnya sambil pasrah. 

Malam itu penuh tawa untuk mereka, ya walau untuk Daniel ia begitu tersiksa karena di ledek habis-habisan oleh teman-temannya.




Masa Sekolah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang