11. Pembersihan.

446 90 18
                                    

Hari-hari berlalu, masanya Gito di skorsing pun habis. Gito memulai hari pertamanya kembali ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa masih banyak gosip yang beredar tentang insiden di atap dengan Gerald. Saat dia melangkah ke kelas, dia bisa mendengar bisikan dan melihat tatapan penasaran dari teman-temannya. Teman-teman Gerald yang satu kelas dengannya juga tidak ketinggalan, dengan sengaja melemparkan komentar-komentar sinis yang membuat Gito merasa semakin terpuruk. Walau teman-temannya telah membela dirinya tentu saja, ia merasakan malu nya. 

"Takut di saingin ya? Sampe mukul anak orang begitu" Ledek Revan, salah satu dari teman Gerald. Walau Gerald adalah kakak kelas mereka namun perbasisan di sekolah mereka begitu solid.

Gito berusaha mengabaikan komentar-komentar sinis yang dilontarkan oleh teman-teman Gerald, tetapi itu tidak mudah. Ketika Revan melontarkan ledekan dengan nada mengejek, Gito merasakan darahnya mendidih. Namun, sebelum dia sempat merespons, teman-temannya langsung membalas ucapan nya itu.

Daniel menatap tajam ke arah Revan. "Lo bicara tanpa tahu yang sebenarnya, Revan. Gito nggak pernah mukul siapa pun tanpa alasan. Mulut temen lo noh yang lemes kaya cewek!"

"Udah niel, biarin" Ucap Gito menahan Daniel agar tidak melanjutkan keributan nya dan duduk di bangku mereka. 

"Ini ga bisa terus di biarin to," Ucap Lukas geram, "Lo harus bersihin nama lo, biar orang tau bukan lo yang salah." Lanjutnya.

"Udah lah biarin, ntar juga redam sendiri" Jawab Gito malas.

"Hari ini kita check CCTV, gua tau CCTV sekolah itu juga nyimpen audio, sebelum 7 hari di hapus mending kita check pas istirahat." Ucap Dheo memaksa yang akhirnya membuat Gito pasrah dan mengangguk.

Saat bel tanda istirahat berbunyi, Gito merasa sedikit tegang, mengetahui bahwa dia dan teman-temannya akan menuju ruang CCTV untuk mencari bukti yang bisa membersihkan namanya. Daniel, Lukas, dan Dheo segera mengumpulkan barang-barang mereka dan mengajak Gito untuk segera pergi, menghindari tatapan penasaran dari beberapa siswa lain yang masih berada di kelas.

Sesampainya di ruang administrasi, mereka menemui Pak Andi, petugas keamanan yang bertugas. Dheo dengan sopan meminta izin untuk melihat rekaman CCTV di atap sekolah pada hari insiden tersebut terjadi, sambil menjelaskan situasinya.

Pak Andi mengangguk mengerti. "Baiklah, kalian bisa melihat rekaman CCTV-nya. Tapi ingat, ini hanya untuk keperluan klarifikasi saja ya."

Gito menghela napas lega saat mereka diperbolehkan untuk melihat rekaman. Mereka mengikuti Pak Andi ke ruang CCTV dan mulai memeriksa rekaman pada waktu yang telah ditentukan. Ketika rekaman diputar, Gito merasa jantungnya berdegup kencang. Di layar, terlihat dirinya dan Gerald berbicara di atap. Rekaman suara yang disertakan memperlihatkan jelas bahwa Gerald yang pertama kali memprovokasi dan Gito hanya mencoba membela diri.

"Nah cakep, tinggal di upload di menfess sekolah" Ucap Daniel. 

Setelah mendapatkan izin dari Pak Andi untuk menyimpan salinan rekaman tersebut, mereka keluar dari ruang CCTV dengan rencana yang jelas. Mereka kembali ke kelas, menunggu sampai waktu pulang sekolah agar bisa mempublikasikan rekaman itu di grup menfess sekolah. Grup itu cukup populer di kalangan siswa dan sering digunakan untuk menyebarkan informasi atau berita terbaru, sehingga mereka yakin rekaman tersebut akan cepat menyebar.

Setelah jam pelajaran selesai, mereka menuju ke salah satu ruang komputer yang kosong. Daniel segera mengunggah rekaman tersebut ke menfess sekolah di twitter. Dalam unggahannya, Daniel memberikan penjelasan singkat tentang kejadian sebenarnya, menyertakan rekaman CCTV yang memperlihatkan bahwa Gerald-lah yang memulai konflik.

Rekaman tersebut langsung menarik perhatian banyak siswa. Komentar-komentar mulai bermunculan, kebanyakan dari mereka kaget dan merasa simpati pada Gito. "Jadi selama ini Gito nggak salah?" "Gerald yang mulai duluan?" "Parah sih, kasihan Gito." "Buset ngatain Kak Shani murahan padahal dia suka ganti-ganti cewek" Komentar-komentar seperti ini mulai membanjiri unggahan mereka.

"Mampus lu jelek" Ucap Dheo yang masih saja memperhatikan hasil unggahan mereka barusan melalui handphone nya. 

Mereka kini telah berjalan keluar dari ruang komputer, langkah lebih ringan karena telah membersihkan namanya. Gito namun tentu saja pamit duluan setelah berterimakasih karena ia harus mengantar Shani pulang.

Gito berjalan menuju gerbang sekolah, di mana Shani sudah menunggunya. Shani tersenyum hangat begitu melihat Gito mendekat. "Aku udah liat cctv nya, kamu ya yang post di menfess sekolah?" tanyanya dengan nada lembut, meski dari tatapan matanya terlihat kekhawatiran yang masih tersisa.

Gito tersenyum tipis, "Bisa jadi, gimana sekarang udah percaya sama aku?" Kembali Gito bertanya sembari mereka berjalan ke parkiran.

"Sejak kemaren juga udah percaya sama kamu, dari aku lihat chat nya. Maaf ya" Ucap Shani lembut.

Gito pun merangkul Shani mendekat kepada dirinya, "Iya gapapa, kemaren kan udah maaf-maafan nya aku udah maafin kamu kok, aku cuman ngeledek. Lagian waktu kita ciuman aku langsung lupain semuanya" Ucap Gito sambil memainkan alisnya.

Shani pun menabok kekasihnya itu, "Cabul!" Ucapnya lalu pergi duluan meninggalkan Gito disana. Merekapun pulang bersama dengan perasaan tenang dan senang.

Keesokan harinya, suasana di sekolah terasa sedikit berbeda. Setelah rekaman CCTV diunggah dan menyebar, banyak siswa yang sebelumnya tidak mengetahui kebenaran sekarang menyadari bahwa Gito tidak bersalah dalam insiden tersebut. Komentar dan reaksi yang beredar di media sosial menambah beban pada Gerald, yang kini menjadi pusat perhatian dengan cara yang tidak diinginkannya.

Hari itu berjalan dengan lancar, bahkan Gito kembali mengajak Shani untuk makan bersama saat istirahat. Tentu di kelas dia di tanya oleh para cegil untuk kejelasan atas drama yang terjadi karena mereka tidak boleh ketinggalan dan harus tau langsung dari sumbernya.

Akhirnya istirahat pun tiba, Gito kembali menjemput kekasihnya itu ke kelasnya melakukan hal yang biasanya ia lakukan, berjalan bersama ke kantin. Duduk berdua kali ini tanpa adanya tatapan atau bisikan orang-orang.

Saat Gito dan Shani duduk di kantin, menikmati makanan mereka, suasana terasa lebih santai. Mereka bercanda dan tertawa bersama, seolah semua masalah telah berlalu. Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika Gerald tiba-tiba muncul di depan mereka. Wajahnya tampak tegang, dengan tatapan tajam yang langsung tertuju pada Gito.

Gerald mendekat dengan langkah cepat, menghempaskan tangannya ke meja dengan keras, membuat beberapa orang di sekitar terkejut. "Lo pikir, lo bisa mempermalukan gua dengan bagiin video itu, ha?" suaranya penuh amarah dan nada merendahkan. Beberapa siswa di kantin mulai memperhatikan mereka, mencium adanya konfrontasi yang menarik perhatian.

"Iya bisa, buktinya kalo lo ga malu lo ga bakal nyamperin gua begini sekarang." Nyolot Gito yang walau Shani disebelahnya sudah menahan nya, tentu ia tidak mau kalah dengan manusia aneh itu

Gerald yang tampaknya kehilangan kesabaran, kini menatap Shani dengan tajam. "Liat, cowok kamu begini. Playing victim harusnya kamu pilih-pilih kalau nyari pacar," geram Gerald, suaranya penuh dengan nada sinis.

Shani berdiri dan menatap Gerald dengan tatapan penuh kemarahan. "Gerald, cukup. Lo yang playing victim, bahkan manipulasi kebenaran, sekarang semua udah terungkap emang orang NPD kaya lo harusnya musnah aja"

Para siswa di kantin mulai mengelilingi mereka, menonton dengan penuh perhatian. Gerald tampak semakin frustrasi, dia akhirnya merasa terpojok. Dengan marah, dia pergi dari kantin, meninggalkan Gito dan Shani.

Setelah Gerald pergi dengan marah, suasana di kantin kembali tenang, meskipun beberapa siswa masih membicarakan kejadian tersebut. Gito merasa lega karena konfrontasi dengan Gerald akhirnya berakhir, namun dia juga merasa lelah setelah semua drama yang terjadi. Dia menatap Shani yang masih berdiri dengan penuh kemarahan.

"Thank you, sayang," kata Gito lembut, mencoba untuk menenangkan suasana. "Kamu keren banget barusan marahin Gerald begitu, makin cantik aja waktu tegas."

Shani duduk kembali di bangku mereka dan tersenyum tipis, meskipun wajahnya masih menunjukkan sedikit kemarahan. "Ye, gombal aja kamu."

Gito menarik kursi di samping Shani dan duduk lebih dekat. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Shani, merasa nyaman dengan kehadirannya. "Ga gombal serius tau,"

Shani mengelus lembut kepala Gito, "Hmm iyain" Mereka berdua pun duduk dalam keheningan sejenak, saling berbagi kehangatan dan kenyamanan satu sama lain dan menjalankan harinya tanpa gangguan apapun.







Masa Sekolah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang