10. Masa Sulit (1)

63 5 0
                                    

Penyesalan di mata Risa membuat Haikal menurunkan sudut bibirnya. Apa itu artinya, Risa menyesal memilikinya juga? Selama ini Haikal memang selalu menambah beban sang ibu. Remaja itu akhirnya memalingkan wajahnya ke arah lain. "Itu artinya, Mama juga menyesal telah melahirkanku?" pikir Haikal.

Haikal meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Entah kenapa, tiba-tiba jantung Haikal terenyut. Sejak lahir, Haikal biasa tinggal bersama kedua orang tuanya. Namun, semakin Haikal besar, semakin Ayahnya jarang pulang dan Ibunya mulai membanting tulang. Waktu kecil, Haikal tak tahu jika ayahnya telah menduakan sang ibu. Anak itu pikir keluarganya lengkap, tapi ternyata ... semakin besar semakin dia tahu. Jika kehadirannya mempersulit hidup Risa.

Pada akhirnya, Haikal diam di salah satu kursi. Pandangan kosong ke depan, sementara tangannya mengumpulkan beberapa kerikil di tanah. Dia melempar satu persatu kerikil itu, dengan otak yang terus berpikir. "Aku adalah buah dari kesalahan Mama. Sekarang, Mama berniat memutus hubungannya dengan Ayah. Dia juga sudah mempunyai calon untuk dijadikan suami barunya."

"Ayah sudah memiliki keluarga baru, lalu Mama juga akan segera memulai kehidupan barunya."

"Lalu aku? Apakah aku akan membebani keluarga mereka?" Sekarang Haikal mengerti, perasaan menjadi seorang anak dari keluarga terpecah. Dia memiliki dua keluarga baru, tapi rasanya tak selengkap seperti dulu. Fokus sang ayah sudah terbagi-bagi, begitu juga dengan fokus sang ibu yang pasti akan berubah juga.

"Haikal!"

Haikal menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dari kejauhan, dia bisa melihat Juni melambai-lambaikan tangannya ke arah Haikal. Gadis itu sudah bebas dari tongkat miliknya, meskipun kakinya melangkah terpincang-pincang ke arah Haikal.

"Kak Juni? Kau kenapa ada di sini juga?" tanya Haikal heran. Haikal berdiri kemudian berjalan untuk menggapai tangan Juni. Dia berusaha membantu Juni berjalan, sampai duduk selamat di kursinya. Gadis itu tersenyum lebar, sembari menunjukkan sebuah jepit rambut yang baru saja dia beli.

"Papa mengajak semua anak panti jalan-jalan, mumpung ini hari liburnya. Lihat jepit cantik ini, dia juga memberikannya padaku sebagai hadiah!" seru Juni.

Sudut bibir Juni yang terangkat ke atas, membuat Haikal ikut menarik sudut bibirnya ke atas. Remaja itu menatap Juni tanpa berkedip. Seperti biasa, Juni selalu menebarkan Aura positif di sekelilingnya. Juni terlihat bahagia, meskipun dia tak mempunyai orang tua. Semua anak yatim yang berasal dari keluarga berbeda-beda, bersatu menjadi keluarga bahagia.

"Eh, tunggu. Bukannya sekarang ibumu akan pergi ke persidangan. Kenapa sekarang kau ada di sini? Tadi aku lihat wajahmu juga murung. Apa kau masih sedih dengan hal ini?" tanya Juni. Juni sebenarnya tak ingin ikut campur dengan masalah Haikal. Namun, sudut bibir yang terus menurun itu membuatnya cemas.

Haikal tertawa kecil. "Aku hanya sedang merenungkan nasibku. Ayah sudah menikah dan mempunyai keluarga baru. Lalu ibuku, aku tebak dia juga akan menikah lagi."

"Entah jadi atau tidak, tapi sepertinya posisiku di dalam kehidupan ibuku juga akan bergeser. Seperti yang Ayahku lakukan padaku dulu. Setelah mempunyai keluarga baru, dia langsung lupa padaku," jelas Haikal.

Juni menurunkan sudut bibirnya. Gadis itu menarik dan mengeluarkan napas panjang kemudian berkata, "Kau ini terlalu berpikiran jauh."

"Jika Ibumu tak peduli atau sayang padamu, sudah pasti dia akan meninggalkanmu di panti asuhan. Sama seperti hal yang dilakukan kedua orang tuaku."

"Aku bisa melihat, jika ibumu sangat menyayangimu. Kau juga sudah paham betapa besar usahanya untuk menyekolahkanmu. Mana ada, niatnya untuk membuangmu," jelas Juni.

Haikal terdiam, melihat bola mata Juni berkaca-kaca. Apalagi ketika Juni melanjut, "Keluarga sangatlah berharga, Haikal. Jagalah Ibumu sepenuh hati."

Ketika Haikal ingin bicara, tiba-tiba sebuah gantungan kunci dengan bentuk bola kecil berada di depannya. Haikal mengernyitkan kening, dia mendongak melihat Kian menjulurkan benda itu ke arahnya. Spontan, Haikal bertanya, "Apa ini? Kenapa kau memberiku ini?"

Kian tersenyum. "Itu hadiah yang kudapatkan setelah bermain dengan anak-anakku. Hadiahnya tinggal satu, dan itu aku berikan padamu."

Haikal awalnya ingin menolak, tapi Juni sudah lebih dulu menggapai telapak tangannya. Juni membuat Haikal menerima hadiah yang Kian berikan. "Terimalah, Papa sudah berusaha keras untuk mendapatkannya."

"Ya. Terima kasih," kata Haikal. Untuk beberapa saat, Haikal melihat Kian dari bawah hingga ke atas. Pria itu mungkin tak seperti ayahnya, tapi Haikal bisa menebak jika Kian bisa menjadi suami yang baik untuk sang ibu.

•••

DUA KELUARGA [Lisa ft Haruto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang