{10} - Rescue

69 39 148
                                    

Ayah menyuruh Raka untuk menemaninya, mereka pergi dinner untuk bertemu Rekan bisnis Ayah yang dari Tiongkok.

Raka posisinya berada dibalik punggung Ayah, seakan ia menjadi pengawal garda terdepan bagi Ayah. Mereka berdua tengah bernegosiasi terkait bisnisnya.

"Jadi bagaimana, apa harga bisa anda naikkan?" tanya Ayah menggunakan bahasa Tiongkok.

"Untuk apa aku menaikkannya?"

"Untuk apa katamu?" sontak Ayah mengulang perkataan si Tiongkok. "Jelas karena kualitasnya terbaik, tentu harganya juga harus terbaik," sambung Ayah serius.

"Semua pecandu mengatakan itu ... "

"Aku bukan pengguna, sekali lagi aku ingatkan, jika Anda lupa."

"Aku belum selesai bicara, kamu lebih dulu memotong apa yang aku katakan," ujar si Tiongkok dengan nada santai namun terlihat tegas.

"Katakan ... " ujar Ayah yang tengah berusaha menstabilkan emosinya.

"Pecandu uang? Itu kamu, benarkah?"

Ayah Raka menghentakkan sendok bersamaan garpuh di sana. Ia tampak tak terima dengan perkataan rekan bisnisnya. Entah mengapa saat ada permasalahan yang terjadi di negaranya, rekan mulai sensitif oleh kiriman produknya.

Ayah Raka beranjak, meninggalkan rekan bisnisnya begitu saja.

"Hey...! Aku belum selesai bicara. Itulah sifatmu yang arogan, yang tak pernah aku suka dari dulu."

"Lihat saja, apa yang akan aku lakukan. Akan kupastikan ... kepalamu menjadi piagam di ruangan ku," gumam Ayah yang terdengar oleh Raka.

Seketika rekan bisnis Ayah dari Tiongkok, memberikan instruksi pada pengawalnya di sana untuk menghabisi Ayah.

Ayah dan Raka dikepung, di sana banyak pengawal dari si Tiongkok. Mereka pun berkelahi, karena Raka dan Ayah sudah mahir dalam ilmu seni bela diri yang membuat mereka dengan mudah menghabisi musuhnya. Satu persatu pasukan si Tiongkok perlahan ambruk dan habis.

Seketika saja, tak selang berapa lama pasukan si Tiongkok mulai bertambah dan makin banyak. Raka yang menyadari bahwa musuh dengan banyak kepala, tentu tidak mudah jika dihabisi hanya dengan dua kepala saja. Hal itu sama saja, nantinya akan mengorbankan kepalanya pada musuh, jika ia lengah sedikit saja. Oleh karena itu Raka berinisiatif mengeluarkan idenya. Raka mengeluarkan remote berukuran mini dari saku celananya, lalu menekannya. Seketika saja, tak lama kemudian kedua sahabatnya datang, dengan cepat mereka membantu Raka menghabisi pasukan-pasukan si Tiongkok. Vito dan Bima begitu mahir dan dengan mudah menghabisi musuh-musuh dihadapannya. Mereka begitu membantu Ayah dan Raka.

Saat Ayah tengah lengah, tiba-tiba saja ada pisau mendarat ke arah leher Ayah. Namun, dengan sigap ditangkis oleh Raka dan pisau itu melukai sedikit tangan Raka, yang membuat darahnya bercucuran di atas kepala Ayah.

Ayah tersenyum menyeringai, saat melihat Raka di atas kepalanya. "Anak kebanggan ku, akan selalu bisa diandalkan."

°°°°°°°°°°°°°

Selesai dari pertarungan sengit antara Ayah, Raka, Vito dan Bima melawan pasukan si Tiongkok. Jika saja jumlah pengawal si Tiongkok tidak begitu banyak, tentu bukan hal sulit untuk Ayah dan Raka bisa menghabisinya. Demi untuk keselamatan, mereka lebih memilih menghindar dari arena. Dihajar tanpa dugaan, tentu bukan hal yang dibenarkan, itu kecurangan dalam bertarung.

Ayah mengajak mereka ke Markas. Tentu di ruangan yang terawat dan elit pastinya. Ayah tahu betul, bahwa Raka selama ini tidak menyukai bau-bau amis (darah) dan aneh dari alkohol, jika ia dibawa ke markas utama Ayah.

Raka begitu berterimakasih pada kedua sahabatnya, jarang-jarang Raka mengucapkan terimakasih, ucapan terimakasih pun bisa dihitung, itu pun hanya pada kedua sahabatnya. Kehadiran Vito dan Bima, begitu membantu di arena.

"Thankyou. Kalo bukan karena kalian, gue sama Ayah pasti----"

"Raka cukup!" sontak Ayah tak setuju, pada apa yang Raka katakan.

"Apa yang kalian inginkan?" tanya Ayah pada Vito dan Bima.

"Maksud Om?" tanya Bima memastikan.

"Come on! Tidak perlu sok polos gitu, katakan kalian mau apa?"

"Tidak Om, kami tidak ingin apa-apa. Kami hanya berniat membantu Raka," ujar Vito.

Kaos berwarna putih yang Vito kenakan, membuat atensi Raka teralih dan mudah terlihat bahwa punggung Vito terluka.

"Vit--- punggung lo," sontak Raka khawatir. "Yah, apa ada P3K?"

Ayah menunjuk ke arah sisi.

°°°°°°°°°°°°°

Saat Ayah pulang dari Markas, tanpa bersama Raka. Raka lebih memilih bersama kedua sahabatnya, ketimbang pulang bersama Ayah.

Meski langkah kaki Ayah terlihat santai, tetapi dari rahut wajah Ayah, ia tampak begitu marah. Kekalahan sekaligus penghianatan, tidak bisa diterima begitu saja oleh Ayah. Padahal dirinya sering berkhianat, namun jika dirinya yang dikhianati, tentu ia tidak bisa menerimanya. Terkesan tidak adil, tapi itulah Alastor Cakrawala. Seorang Mafia yang bengis dan arogan.

Kemarahan Ayah, ia lampiaskan pada Fadh yang malang. Ayah menyuruhnya ke kamar, yang pada awalnya Fadh menolak karena takut. Namun, setelah dijanjikan mainan sejenis PS season terbaru ia menjadi bersemangat.

Setibanya Ayah dan Fadh di kamar, Ayah memperlakukan Fadh dengan jahat, ia mendorong kasar Fadh hingga jatuh tersungkur di lantai.

"Dasar anak nggak berguna! Kerjaanmu hanya main game saja! Mau jadi apa, kamu besar nanti! Hah!!!"

Fadh merengek, ia menangis ketakutan.

"Diam! Gak ada yang dengar tangisanmu! Dasar anak cengeng!"

Ayah menampar kencang pipi Fadh, hingga meninggalkan jejak merah dipipinya yang cubby.

"Awhhh...., sakiit Ayah,... Mama, mama," rengek Fadh kesakitan.

Tangisan Fadh semakin kencang, membuat Ayah semakin marah. Seketika Ayah mendekati Fadh, lalu mencekik lehernya dengan geram.

"Kamu mau mati di tangan saya, hah! Mati kamu, mati!"

Uhukk uhukkk.

"Ayah! Hentikan!" sontak Mama terkejut.

Beruntungnya Mama datang tepat waktu, jika tidak, Fadh telah kehabisan napas karena cengkeraman tangan Ayah.

Ayah gelagapan, ia menghentikan aksinya.

"Kamu nggak waras?! Kamu mau membunuh anak kita sendiri, Yah!" ucap Mama tegas dan cemas.

Ayah masih geram, ia tampak belum puas menyiksa Fadh. "Dia pantas mendapatkan itu. Anak tidak berguna, kita tidak membutuhkan dia."

Mama tidak menanggapi Ayah, kini kondisi Ayah tengah jauh dari kata waras. Mama menggendong Fadh hendak membawanya keluar.

"Dewi," panggil Ayah.

Mama menoleh.

"Jangan sampai Raka tahu soal ini."

Mama beranjak pergi.

.

.

.

Instagram !!!

author:
@mellanii63
@mellanii365
@quotes.mell63

.

.

.

Kekesalan Ayah dilampiaskan ke Fadh? Kasian ya Fadh:(

Kalo kamu suka ceritanya bantu vote dan comment ya 🙌🤩

Raka Cakrawala || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang