Setelah membersihkan diri, Diandra menghampiri teman-temannya yang tengah memanggang ikan, pria itu merasa aneh saat mereka tersenyum menggoda kearahnya. Tidak ambil pusing, Diandra memilih duduk dibangku yang sudah tersedia, lalu meraih satu kaleng soda dan meminumnya.
"Dilihat dari respon Siena tadi, sepertinya kau tidak pernah menyentuh dia ya?" Varel bertanya, sedangkan Brian, Jelio dan Joshua berdehem kencang.
"Berarti kau kalah dariku. Aku dan Anna saja belum menikah, tapi kami sudah melakukan hal lebih." Timpal Brian dengan bangganya.
Memutar bola matanya, Diandra rasa teman-temannya terlalu ikut campur masalahnya. Tanpa menghiraukan mereka, Diandra sibuk menatap kearah langit malam yang begitu indah. Menerawang jauh dan sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Namun tanpa bisa dicegah, otaknya memikirkan hal yang terjadi siang tadi. Lebih tepatnya setelah mereka makan siang bersama.
Tiba-tiba saja Brian mengusulkan untuk bermain truth or dare, permainan yang sangat membosankan bagi Diandra. Namun tetap saja, Diandra tidak bisa menolak saat melihat yang lainnya terlihat sumringah memainkan permainan itu.
Putaran pertama, botol itu mengarah pada Cleo. Pria itu memilih dare, namun sangat disayangkan pria itu memilih meminum wine karna tidak ingin menjawab.
Permainan terus berlanjut, sampai pada botol itu mengarah pada Diandra. Brian yang paling bersemangat, bertanya truth or dare dengan menggebu.
Diandra memilih truth, karna satu kata itu yang selalu ia pilih setiap memainkan ini.
"Cium Siena, itu adalah tantanganmu." Varel menyerobot cepat saat Brian hendak mengatakan sesuatu. Namun tanpa disangka, semuanya mengangguk setuju. Kecuali satu perempuan dan satu pria yang sedari tadi hanya diam.
Berdecak kecil, Diandra beranjak dari duduknya dan akan melangkah meninggalkan meja makan. Namun, Jelio dan Joshua lebih dulu menahan kedua tangannya, bahkan menariknya cukup kuat hingga Diandra kembali duduk.
"Kau yang memilih, maka kau yang harus menanggungnya." Bisik Jelio dengan tengilnya.
Menghela nafas kecil, Diandra kembali beranjak, melangkah cepat menghampiri Siena yang tengah menunduk. Diraihnya dagu Siena, lalu mengecup singkat bibir perempuan itu yang sedikit terbuka.
Semuanya yang ada dimeja makan itu berseru heboh. Brian dan Varel paling heboh bersorak, di iringi tepuk tangan dengan semangatnya.
Sedangkan Siena, perempuan itu tampak diam saja seraya menatap Diandra dengan rasa tidak percaya.
"Padahal aku tidak menyuruhmu untuk menciumnya dibibir." Varel tertawa, tangannya menepuk-nepuk punggung Brian yang juga tengah tertawa.
"Aku tau isi kepalamu." Balas Diandra dengan delikan kecil. Jika tadi Diandra mencium dibagian lain, maka Varel akan memaksanya untuk mencium bibir Siena.
Ke-empat temannya itu semakin mengencangkan tawa mereka, melihat Diandra yang penuh keterpaksaan namun tetap menurut seperti itu terlihat sangat menggemaskan juga menyedihkan diwaktu yang bersamaan.
"Sana panggil yang lain, kita akan menyantap ini sebentar lagi."
Diandra menurut, pria itu kembali masuk kedalam villa yang mereka sewa didaerah pegunungan ini. Udara disini cukup dingin namun terasa sejuk, dan Diandra menyukai tempat-tempat yang semacam ini.
"Hei, kau." Diandra menepuk kecil bahu Marcel yang tengah memainkan ponsel di anak tangga. "Bantu aku panggilkan yang lain." Pintanya yang langsung Marcel turuti.
Setelah Marcel pergi, Diandra menaiki tangga dan berjalan menghampiri kamar-kamar yang ada disana. Diketuknya pintu itu satu persatu seraya berkata. "Cepat turun kebawah, ini perintah Varel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate Wife
Roman pour AdolescentsSiena merasa senang akhirnya bisa menikah dengan seseorang yang ia sukai sejak lama. Namun rasa senangnya itu hilang saat seseorang yang merupakan calon istri dari suaminya yang menghilang, tiba-tiba kembali. "Walaupun Yena sudah kembali, aku tidak...