18. Artikel Berita

433 40 1
                                    

Happy Reading
.
.
.

_________________________

Tengah malam mencekat menemani detektif yang sedang menjadi sorotan publik. Di ruang kerja, Sheira menatap artikel berita Indonesia tentang diresmikannya sekolah internasional milik Alcard. Senyum haru tercetak disana membayangkan anak anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik.

Sejak kepergiaan Keyla ke Indonesia bersama anak anak, ia belum pernah mencoba menghubungi orang di Indonesia. Baik itu Keyla, orang tua Keyla, atau Alvino, atau orang tuanya sendiri. Ia sedang kalut tak ingin memperkeruh suasana di sana.

Mengesampingkan rasa khawatir dan keingintahuan kabar anak anaknya terasa sangat sulit untuk Sheira. Ia tersiksa secara batin, menangis setiap malam meluapkan keterpurukan hidupnya. Sebelum persidangan, ia tak dapat meninggalkan Kanada.

Suara dering telepon mengalihkan perhatian Sheira. Layar di depan meja kerja Sheira menampilkan panggilan menggantikan artikel berita. Mendapat panggilan dari sang ayah membuat Sheira ragu menekan jawab.

Ia berdiri menghapus air matanya lalu mengangkat panggilan video call. Ah ia tidak menyukai ini, dimana ayahnya menampilkan diri di depan kamera laptop layaknya abdi negara yang tertib padahal hanya menelfon putrinya. Mau tak mau Sheira mengimbangi dengan berdiri menunjukkan sikapnya sebagai anak tentara. Itu telah menjadi kebiasaan sejak jarak membentang jauh diantara mereka. Itulah alasan Sheira mendesain ruang kerjanya sedemikian rupa.

"Astaga gelap sekali disana. Kau tak mampu membayar listrik atau bagaimana ?" ucapan Wilman menyadarkan Sheira jika ruangnya gelap gulita.

"Ah iya maaf,"

Ia bergerak menghidupkan lampu ruangannya. Sekarang ia menunduk menghindari kamera yang akan menyorot wajah sedih Sheira.

"Kau habis menangis ?" damn. Pertanyaan Wilman membuat Sheira gelagapan. Dan tebakan Wilman benar ketika Sheira mendongak menatap layar disana.

"Ceritalah lebih dulu. Papa juga memiliki banyak pertanyaan selain tadi," ucap Wilman seolah mengetahui sesuatu.

Sheira menghela nafasnya menenangkan diri. Ia berfikir mungkin ayahnya bisa membantu. Setidaknya ia perlu menuangkan kegelisahannya.

"Papa, aku seda—"

"Kau tak ikut ke Indonesia ? Kemarin aku melihat istri dan anak anakmu,"

Sheira menghela nafasnya karena kebiasaan tua ayahnya yang menyebalkan. Selalu memotong hak orang lain berbicara padahal dirinya yang mengijinkannya bercerita.

"Em , ya. Sheira bingung," jawab Sheira lesu.

"Kalian bertengkar ? Ada masalah ?" tanya Wilman penuh peduli.

"Keyla mengira aku berselingkuh, dia melihat aku hampir berciuman dengan wanita lain. Aku tidak sempat menjelaskannya, dia telah memutuskan ke Indonesia bersama anak anak tanpa sepengetahuanku." jelas Sheira.

"Lalu kenapa kau tidak menjelaskannya ?" tanya Wilman lagi.

"Jika Sheira meninggalkan Kanada sebelum persidangan, pekerjaan Sheira disini terancam. Bahkan mungkin hidup dan rumah tangga Sheira juga terancam," jelas ketakutan dan kegelisahan tergambar di wajah Sheira.

Wilman menatap sendu pada anak perempuan satu satunya.

"Bedakan antara ketakutan, asumsi dan kenyataan serta fakta. Itulah kelemahanmu. Papa tidak menghakimimu, tapi sepertinya kau terlalu terlarut dalam ketakutan, asumsi dan kerumitan isi kepalamu." tutur kata Wilman sangat mencubit hati Sheira.

Last Mission (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang