Zach, remaja 16 tahun yang sejak kecil tak pernah tahu sosok orang tuanya. Kata nenek, orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat dia masih berumur 8 bulan. Dibesarkan oleh sang nenek seorang diri membuat Zach harus tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.
Nenek yang sudah renta tidak bisa terus bekerja untuk membiayai keperluan Zach. Karena itu sejak usia 13 tahun, setiap pulang sekolah Zach selalu pergi bekerja. Untungnya ada orang baik yang bersedia mempekerjakan anak dibawah umur seperti dirinya.
Bagi Zach, sang nenek adalah segalanya. Dia satu-satunya keluarga yang Zach miliki. Zach bersedia melakukan apa saja agar sang nenek tetap bahagia dan hidup nyaman. Zach rela mengorbankan waktu istirahat dan bermainnya demi membantu sang nenek, entah dengan mencari uang atau membantu pekerjaan rumah. Semuanya Zach lakukan. Dia tidak ingin sang nenek kelelahan, apalagi sampai jatuh sakit.
Tapi sekeras apapun manusia berusaha, dia tidak akan bisa melawan takdir. Itulah yang dialami Zach. Tepat 10 bulan yang lalu sang nenek berpulang. Saat itu, dunia Zach seakan hancur. Dia kehilangan arah dan kehilangan semangat hidupnya.
Zach yang ceria dan cenderung cerewet berubah menjadi dingin tak tersentuh. Dia yang awalnya anak baik dan teladan, perlahan berubah menjadi anak yang tempramen dan suka membuat keributan. Tidak... Zach bukanlah anak nakal. Dia hanya berusaha melampiaskan rasa sesak yang menyelimutinya. Jika saja bunuh diri bukanlah dosa, mungkin dia sudah melakukannya 10 bulan lalu.
Zach perlahan terjerumus ke pergaulan bebas. Merokok, berkelahi, balapan hingga tawuran, semuanya seolah menjadi kebiasaan baru bagi Zach. Seperti yang terjadi saat ini, Zach tengah duduk di halaman belakang rumahnya sambil merokok, entah sudah bungkus yang ke berapa.
Saat tengah asik menyemburkan asap dari benda bernikotin itu, tiba-tiba hp-nya berdering. Tertera nama "BangKe" disana.
Kenan, sosok yang tidak sengaja ia temui setahun yang lalu. Sosok yang kemudian menjadi satu-satunya teman yang bisa dipercaya oleh Zach. Tempat dia menyampaikan semua keluh kesahnya. Sosok yang juga memperkenalkan dunia balap kepada Zach.
"Halo"
"Lo dimana?"
"Rumah"
"Jangan bohong, gue di rumah lo sekarang"
"Belakang"
Terdengar helaan napas dari Kenan sebelum telepon dimatikan secara sepihak. Kenan tidak perlu bertanya lebih jauh untuk mengerti maksud ucapan Zach. Dia benar-benar sudah hapal tabiat dan kebiasaan seorang Zach.
Dengan langkah tergesa, dia berjalan menuju halaman belakang, menghampiri Zach yang masih asik merokok. Seolah tidak peduli akan kehadirannya. Kenan mengedarkan pandangannya, menatap banyaknya puntung rokok yang berserakan. Bahkan ada bungkusan yang sudah kosong.
Dengan geram dia merampas paksa rokok yang ada di tangan Zach.
"Lo gila ya!!?" bentaknya.
"..."
"Mau lo tu apa sih sebenarnya Zach?"
"..."
"Kenapa kemari?"
Bukannya menjawab, Zach malah balik bertanya. Membalas tatapan tajam Kenan dengan tatapan datarnya.
"Lo masih nanya kenapa gue kesini!??"
"..."
"Zach gue ngerti perasaan lo. Tapi jangan kaya gini. Lo cuma nyakitin diri lo sendiri. Lo pikir nenek bakalan senang liat lo kaya gini?"
"Gue gak nyakitin diri sendiri"
Lagi-lagi Kenan menghela napas kasar. Menghadapi seorang Zach memang butuh kesabaran ekstra.
"Kalau gak nyakitin diri sendiri, lalu apa namanya? Merokok sampai puluhan batang. Balapan tanpa memakai pengaman apapun. Bahkan helm pun nggak. Selalu nantangin orang berkelahi dengan alasan gak jelas. Lo itu bahkan selalu ikut tawuran dengan tangan kosong, sementara lawan lo selalu bawa senjata. Jadi gue harus ngartiin semua tindakan lo itu apa Zach??? Percobaan bunuh diri? Atau lo emang seneng nantangin malaikat maut? Iya???"
Emosi Kenan mulai tersulut. Namun Zach masih tetap pada posisinya. Duduk diam, menatap kosong ke depan. Entah dia mendengar omelan panjang lebar Kenan atau tidak.
"Haaah... Zach gue mohon jangan kaya gini. Lo gak sendiri, ada gue..."
"Jam berapa?" potong Zach sebelum Kenan menyelesaikan ucapannya.
Kenan hanya bisa menghela napas. Zach memang keras kepala. Dia melirik sebentar arloji yang melingkar di tangannya sebelum kembali mengangkat pandangan. Menatap wajah Zach yang tetap datar tanpa ekspresi.
"11.52" jawabnya pelan. Berusaha mengatur emosi agar tidak membuat keributan dengan Zach malam ini. Dia tidak ingin berakhir kelepasan lagi dan memukuli Zach.
Setelah mendengar jawaban dari Kenan, Zach beranjak. Masuk dan mengambil jaketnya yang tersampir di sofa ruang tamu. Lalu berlalu keluar menuju motornya yang terparkir di halaman depan.
"Mau kemana?" tanya Kenan seraya menahan tangan Zach.
"Arena"
"Jangan balapan dulu malam ini. Lebih baik lo istirahat. Lo gak liat muka lo itu pucat banget"
Tentu bukan Zach namanya jika tidak keras kepala. Dia menepis kasar tangan Kenan dan segera naik ke atas motor. Berlalu dengan kecepatan diatas rata-rata. Meninggalkan Kenan yang hanya bisa mengumpat dalam hati.
"Ah...nyesel gue ngenalin dunia balap ke anak itu" gumam Kenan pelan, mengacak rambutnya frustasi.
***
Zach melajukan motornya kencang di tengah kendaraan yang masih berlalu lalang kendati jam sudah menunjukkan tengah malam. Memang tidak seramai siang hari. Tapi entah kenapa malam ini jalanan masih cukup ramai dibanding biasanya. Tak jarang dia mendapatkan umpatan dari pengendara lain. Namun bukan Zach namanya jika dia peduli.
Di persimpangan jalan, Zach menurunkan sedikit kecepatan motornya. Melirik sekilas ke lampu lalu lintas yang menunjukkan warna hijau, sebelum kembali menarik gasnya kencang. Zach memang ugal-ugalan, tapi dia juga tidak ingin membahayakan orang lain karena kecerobohannya. Karena itu, sebisa mungkin dia selalu mematuhi rambu lalu lintas.
Tepat sesaat setelah Zach melewati persimpangan, terdengar bunyi hantaman keras dari arah belakang yang diakibatkan oleh rem truk yang blong. Sang sopir yang kaget membating asal stir ke samping kanan hingga beberapa pengendara lain ikut terseret dalam kecelakaan itu. Naasnya Zach salah satunya.
Motor yang dikendarai Zach dihantam dari arah belakang oleh mobil yang juga terkena hantaman truk. Akibatnya Zach terlempar dan kepalanya membentur pembatas jalan.
Zach bisa merasakan cairan kental yang mulai mengalir dari kepalanya. Seluruh tubuhnya seolah mati rasa. Samar-samar dia masih bisa mendengar keriuhan orang-orang yang menyaksikan kecelakaan beruntun itu, sebelum kegelapan benar-benar mengambil alih kesadarannya.
"Sepertinya ini akhirnya. Semoga aku bisa bertemu nenek setelah ini" lirihan kecil Zach di sisa kesadarannya
***
Silau...
Itulah yang pertama kali tergambar saat Zach membuka mata.
"Dimana ini?" gumamnya pelan
"Gak mungkin gue masih hidup kan?"Zach berusaha bangun, menatap sekitar. Mencoba mencari tau di mana dia berada saat ini. Jika dilihat dengan seksama, sepertinya Zach benar-benar berada di rumah sakit. Tapi rasanya ada yang aneh. Sejak kapan brankar rumah sakit jadi setinggi ini.
Zach menatap pergelangan tangannya yang tertancap infus. Sejak kapan tangannya jadi sekecil ini? Dan kenapa tubuhnya tiba-tiba mengecil? Dia tidak mungkin menyusut karena kecelakaan kan?
Zach mulai panik, memirkan kemungkinan yang ada. Tidak mungkin kan dia mengalami hal tidak masuk akal seperti transmigrasi ke novel atau semacamnya. Tidak... Itu tidak mungkin. Hal seperti itu hanya ada dalam imajinasi dan tidak nyata. Lalu dimana Zach sekarang dan apa yang terjadi sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Restlessness
FantasyTidak pernah terbayang dalam benak seorang Zach bahwa dia akan mengalami kejadian klise yang diluar akal sehat. Transmigrasi. Ya... Setelah meninggal akibat kecelakaan beruntun, zach tiba-tiba terbangun di tubuh asing yang jelas bukan miliknya. Meno...