Seorang maid tiba di depan pintu kamar Zeelion dengan nampan berisi bubur, segelas air dan beberapa buah-buahan segar yang sudah dipotong-potong. Ini sudah jam makan siang dan maid itu diperintahkan oleh Hera untuk mengantar makan siang Zeelion ke kamar.
Hera memilih menghindar dari putra bungsunya karena dia tidak ingin muncul di depan putranya itu dengan penampilan yang kacau. Dia juga memerlukan waktu untuk menata kembali perasaannya. Ucapan sang suami pagi tadi terus terngiang dalam benaknya, membuat perasaan sesak dan bersalah kian menggerogoti hatinya. Belum lagi memikirkan masalah si kembar.
Tok...tok...tok...
"Permisi tuan muda, saya diminta nyonya untuk mengantarkan makan siang anda" ucap maid itu seraya membuka pintu kamar Zeelion. Dia berjalan masuk, namun tidak mendapati keberadaan Zeelion di dalam kamar.
Maid itu meletakkan nampan di atas nakas, lalu berjalan ke arah kamar mandi. Mungkin saja tuan mudanya ada di sana,
"Permisi...apa anda ada di dalam tuan muda?"
Hening, tidak ada sahutan, bahkan suara air pun tidak terdengar. Maid itu mencoba membuka pintu dan benar saja pintu itu tidak terkunci. Tuan mudanya memang tidak ada di dalam. Dia kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, hingga matanya tertuju pada pintu balkon yang terbuka.
"Apa tuan muda ada di balkon?" ucapnya seraya melangkah menuju balkon.
"Astaga!!! Tuan muda!!!" pekiknya kala mendapati tubuh Zeelion yang sudah tidak sadarkan diri di balkon.
Maid itu segera menghampiri tubuh tuan mudanya. Dia bisa merasakan hawa panas yang menyengat saat kulitnya bergesekan dengan tubuh Zeelion. Dia juga bisa melihat adanya jejak darah yang sudah sedikit mengering di bawah hidung anak itu.
"Bangun tuan muda. Apa yang terjadi dengan anda?"
Tangannya yang gemetaran menepuk pelan pipi Zeelion, namun sama sekali tidak ada respon. Dengan langkah tergesa, dia segera berlari keluar untuk meminta bantuan dan memberi tahu sang nyonya.
***
"Ar...bangun. Ayo makan dulu. Lo belum makan dari pagi"
Erion mengguncang pelan bahu sang kembaran yang berbaring membelakanginya. Tapi Arion bahkan tidak bergerak sedikitpun.
"Ar...gue tahu lo gak tidur" ucapnya lagi dengan nada datar.
Arion yang semula membelakanginya, mengubah posisi menjadi terlentang. Kini pandangannya tertuju pada langit-langit kamar.
"Lo duluan aja. Gue belum lapar" ucapnya tanpa berbalik menatap Erion.
Erion menghela napas. Menghadapi sikap tempramen dan keras kepala Arion memang membutuhkan kesabaran ekstra. Kadang dia berpikir, kenapa Arion yang lahir lebih dulu? Nyatanya dia lebih cocok menyandang status abang dibanding Arion. Itulah juga yang membuatnya enggan memanggil Arion "abang", karena menurutnya Arion tidaklah lebih dewasa dari dirinya.
"Bangun Ar! Lo harus makan. Jangan kaya anak kecil gini" ucapnya lagi dengan nada yang lebih dingin.
Baru saja Arion akan kembali bersuara, tapi tatapan tajam Erion lebih dulu membuatnya bungkam. Dia tidak takut, hanya saja memancing amarah Erion bukanlah suatu hal yang baik. Erion memang selalu bersikap tenang dan jarang menunjukkan emosi di depan orang-orang. Tapi hidup belasan tahun bersama Erion, membuat Arion sangat mengenal sang kembaran.
Arion dengan terpaksa bangun dan beranjak dari kasur king size miliknya. Lalu tanpa mengatakan apapun, dia berjalan ke luar kamar. Sedangkan, Erion di belakangnya kembali menghela napas melihat kelakuan sang kembaran. Tidak ingin ambil pusing, dia akhirnya mengikuti langkah Arion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Restlessness
FantasyTidak pernah terbayang dalam benak seorang Zach bahwa dia akan mengalami kejadian klise yang diluar akal sehat. Transmigrasi. Ya... Setelah meninggal akibat kecelakaan beruntun, zach tiba-tiba terbangun di tubuh asing yang jelas bukan miliknya. Meno...