1

150 23 7
                                    

Suasana rumah terasa berisik sekali hari ini. Bukan hanya karena speaker tetangga Hyunwoo yang sejak fajar berdentum kencang, bukan juga karena suara mesin jus yang Bundanya gunakan. Melainkan karena abangnya, Sumin, sedang berkoar-koar karena tidak dibangunkan untuk sekolah.

"Lo ngga sekolah, Hyun?" tanya Sumin buru-buru merebut roti ditangan Hyunwoo. Yang ditanya menggeleng malas, tidak mau berdebat dengan abangnya, jadi dia oles selai di roti yang lain.

"Keburu telat," jawab Hyunwoo singkat.

Sumin melirik jam dinding sembari mengunyah rotinya. "Masih ada sepuluh menit lagi," sahut Sumin menyenggol bahu Hyunwoo. Yang disenggol akhirnya mendecak sebal.

"Lo aja sana, ih. Gue mau rebahan di kamar, lagian kalau datang bakal dimarahin, ribet."

Sumin menggeleng miris mendengarnya. "Biarin aja dia," suruh Bundanya dari arah dapur, meletakkan segelas susu di samping Hyunwoo dan pada anak pertamanya.

Abangnya menarik kursi di depan Hyunwoo, mengambil waktu untuk mengunyah roti di mulutnya sebelum kemudian ia berucap dengan nada jengkel, "Lo ngga ada niatan masuk kampus gitu, Hyun?" geram Sumin tidak mengerti.

Hyunwoo berdecak kembali, tidak suka kemana arah pembicaraan Sumin. "Lihat nanti aja. Palingan habis lulus gue langsung bantu Ayah di kantor—Aduh!"

"Sejak kapan Ayah minta kamu bantu Ayah di kantor?"

"Ayah!" Hyunwoo mengelus-elus pucuk kepalanya yang nyeri karena baru saja dipukul dengan kepalan tangan sang Ayah. "Stop, deh! Mau anak Ayah jadi bodoh, ya?"

Choi San menarik kursi untuk ia duduki dengan wajah tersenyum karena terkekeh mendengar ucapan Hyunwoo. "Makin bodoh maksudnya?" koreksi sang Ayah masih dengan senyum yang terpatri.

"Bun!" Bibir bawahnya maju sebal, menoleh ke arah sang Ibunda yang malah balik mencibirnya. Hyunwoo berakhir hanya mencak-mencak tidak jelas, bahkan menghentakkan kakinya seperti anak kecil saat menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.

Tangannya menggulir layar ponsel sambil terbaring telentang di karpet lembut kamarnya. Pesan baru dari nomor kontak 'Jinsik Hyungie." muncul di atas layarnya, secepat kilat ia buka.

"Hyung! Sumin hyung!" teriak Hyunwoo dari atas. Tidak ada sahutan dari arah bawah. "Jinsik hyung udah nunggu lo di depan gerbang katanya, nih. Dia juga nanya lo begadang apa gimana, sih, tadi malam sampai kesiangan?" tutur Hyunwoo mengatakan seluruh isi pesan di layar ponselnya.

Suara hentakan kaki terdengar menggelegar menaiki tangga, kemudian dengan keras pintu kamarnya dibanting terbuka. "Bilang gue on the way ke sana sekarang," suruh Sumin dengan napas yang terengah-engah. Hyunwoo mengiyakan saja dengan menaikkan alisnya tanda iya.

Tak selang beberapa detik setelah Sumin turun ke lantai bawah tergesa-gesa, batang hidungnya muncul lagi dari balik pintu kamar Hyunwoo yang bercatkan biru. "Hyun, gue pinjam jaket baru lo, ya."

Belum sempat protes, jaketnya yang ia gantung di belakang pintu langsung ditarik oleh Sumin. "Ah, ngga mau! Nanti jadi bau badan lo, hyung!" pekik Hyunwoo tak terima.

"Bukan gue yang pakai, santai aja!" itu teriakan terakhir yang Hyunwoo dengar sebelum bunyi pintu utama dibawah ditutup kencang serta teriakan Ibundanya yang memarahi Sumin karena membanting pintu.

Hyunwoo hanya bisa menghela napas kasar, mengacak-acak rambutnya sebelum merebahkan badannya di atas kasur nyaman kesayangannya. Ia akhirnya baru bisa membuka drama terbaru yang sedang ia tonton sejak semalam, sebelum panggilan telepon dari Seeun langsung menghancurkan moodnya.

"Bilang aja sama Coach, hari ini gue sakit. Uhuk uhuk, aduh sakit banget tenggorokan gue, ngga bisa datang kayaknya. Pusing banget ngga kuat." Hyunwoo berpura-pura terbatuk ke telepon genggamnya agar meyakinkan, tetapi dibalas dengan Seeun yang membentaknya tidak percaya.

Type of WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang