8

92 16 13
                                    

Suasana ruang osis hari ini lebih padat dari biasanya, orang-orang berlalu lalang bak ada sembako gratis. Jinsik yang daritadi berkutat di depan tumpukan kertas saja ikutan merasa riweh dan pusing.

"Ini pada bolak-balik kenapa, sih?" tanya Jinsik pada udara kosong, karena tak ada yang menjawabnya sama sekali.

Untung saja ia masih punya kesabaran saat Jiho, wakil ketua osis, menyuruhnya untuk mengambil barang-barang entah apa di ruang organisasi penyiaran sekolah. Sungguh hari ini meletihkan sekali bagi Jinsik.

Gontai, ia belum sempat makan karena sibuk menjadi panitia acara perayaan ulang tahun sekolahnya yang akan digelar dua minggu lagi. Di lorong menuju ruang penyiaran, Jinsik meraih ponselnya dari balik saku celana. Kakinya berhenti melangkah dan helaan napas berat terdengar setelahnya.

"Gue keterlaluan ngga, ya, kemarin? Mana anaknya ngga ada ngabarin sama sekali," keluh Jinsik dengan wajah tertekuk. Sekarang ia sedang di fase bimbang, harus meminta maaf atas perkataannya kemarin siang atau tidak.

"Jinsik hyung! Hyung!"

"Apaan?" ketusnya menaruh kembali ponsel pintar ke saku. Rasanya meskipun ia lebih tua, melihat laki-laki yang postur badannya jelas lebih besar dan tinggi dari Jinsik sendiri membuatnya geli dipanggil hyung.

"Lihat Junghoon, ngga? Daritadi ngga ada batang hidungnya kelihatan." Hunter mengelap peluh di dahinya yang banjir, tampak anak itu habis berlari.

"Ngga tahu, kalau tadi pagi dia makan seblak gue tahu."

"Yaelah, itu mah ngga penting, hyung."

Mata Jinsik sedikit membola saat ide melintasi benaknya. Ditariknya tangan besar milik Hunter, kemudian ia mengambil kertas yang sudah terlipat dalam saku celananya. "Lo lagi ngga ada kerjaan, kan? Bantuin gue dulu ngasih formulir ini ke anak lari."

Hunter mengernyit heran, jarinya secara reflek menggaru tengkuk belakang yang gatal saja sebenarnya tidak. "Anak lari apaan, anjir?"

"Ck, atlet lari sekolah!" kesalnya hampir memukul lengan Hunter, tapi ia urungkan. Gini-gini dia masih pengen hidup, dibanting Hunter sekali kayaknya langsung melihat pintu akhirat.

Hunter iya-iya aja, toh dia juga lagi gabut karena Junghoon dan Yechan tak kunjung ia temukan di setiap penjuru sekolah. Akhirnya ia turun ke lapangan sekolah, pada bangunan yang diperuntukkan khusus untuk eskul lari sekolah.

Aslinya, Hunter baru pernah sekali masuk ke dalam sini. Waktu dirinya awal-awal pindah dan diajak salah satu pelatih untuk ikut eskul, mungkin karena kaki Hunter yang panjang dikira ada bakat lari. Padahal dia anaknya sangat-sangat introvert alias malesan.

Bangunan yang dibangun oleh pihak sekolah untuk eskul lari memang bukan main luasnya, sebab faktor atlet lari sekolahnya sering menghadiahkan medali juga jadi fasilitas yang diberikan benar-benar yang bagus.

Dan entah mengapa, karena jiwa introvert Hunter lagi mode aktif, dia tidak ada bertanya pada siapapun yang lalu lalang disana, berakhir tiba-tiba menapak di ruang ganti yang isinya adalah loker-loker anggota eskul dan ruang mandi.

"Mau nguntitin siapa hayo~!"

Astaga, untung saja Hunter tidak mengeluarkan nama-nama binatang dari mulutnya. Buru-buru ia berbalik kebelakang, menemukan wajah tertawa seseorang yang tingginya hampir sama dengan Hunter, sedang menunjuknya dengan wajah menuding bercanda.

"Mau nguntitin lo."

Laki-laki yang mengenakan kaos putih oblong itu langsung terkesiap kaget, melangkah mundur dengan ekspresi panik yang menyebar di mukanya diselingi kekehan kecil. "Haha, lucu."

"Siapa yang lagi bercanda?"

Manusia jangkung yang tak lain adalah Seeun itu lagi-lagi mengambil langkah mundur, apalagi saat Hunter mulai mendekat. Kali ini, wajahnya benar-benar panik seolah akan diterkam gorilla saja.

Bahkan untuk bersuara saja Seeun tidak berani kala punggungnya menyentuh dinding ruangan, matanya bergerak asal tatkala Hunter semakin dekat ke arahnya. Kemudian wajahnya langsung ditemploki kertas meskipun dengan gerakan yang tidak kasar.

"Kebanyakan nonton drakor lo. Gue cuma mau ngasih ini."

"Yeu, anak setan." Seeun mendesis, melempar tatapan sinis setelah baru saja digeplak dengan kertas. Tangannya dengan cepat menarik kertas tersebut, membacanya sekilas sebelum kembali menaruh atensi pada yang tak kalah tinggi darinya.

"Nanti ini kalau udah di tanda tangan sama coach kasih ke siapa?" tanya Seeun menunjuk pada kertas yang ada di genggamannya. Hunter hanya berbicara dengan bahasa tubuh, malas mengeluarkan suara karena tadi energinya habis oleh ulah Seeun yang mengejutkannya. "Yaudah, tunggu bentar, gue nyari coach."

Seeun beranjak berdiri keluar dari ruang loker, meninggalkan Hunter sendirian tanpa siapapun disana. Lama sampai manusia jangkung itu kembali ke ruangan, menemukan Hunter yang menunggunya sambil menyandar pada loker bak anjing yang ditinggal majikannya. Seeun sampai tergelak.

"Nih," todongnya ke arah wajah Hunter dengan senyum lebarnya.

Seeun menaikkan alisnya sebelah, keheranan akan aksi Hunter yang hanya menatapnya lamat. Belum sempat ia hendak membuka suara, tangan kanannya yang menyodorkan kertas ke arah Hunter itu ditarik lumayan keras mendekat, mengejutkan sekujur badan Seeun.

Hidung Hunter kini hanya berjarak sekitar 5 centimeter dari kulit leher Seeun, tidak tahu saja dia degub jantung Seeun sudah berdetak begitu kencang rasanya seluruh dunia bisa mendengar.

"Lo ngapain, cug?" Seeun masih bisa menjaga ketenangannya, bertanya dengan nada rendah tanpa bergerak sedikitpun.

"Atlet lari emang harum-harum, ya?" pertanyaan itu sontak mendapat geplakan dari Seeun, meskipun tangannya masih tak kunjung dilepas juga. "Gue kira, pada bau semua. Habisnya lari, pasti keringatan."

"Ya, gue habis mandi!" Tuhan, tolong tahan Seeun dari menyebut sumpah serapah pada wajah kelewat tampan Hunter.

Setelah tangan Seeun di lepas, laki-laki itu langsung melangkah mundur. Bahaya juga untuk Seeun, kalau Hunter tiba-tiba nerkam kayak singa kan berarti dirinya terancam.

Type of WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang