7

87 17 6
                                    

Bel makan siang baru berbunyi, Hyunwoo sudah lebih dulu ngacir ke depan kelas Sumin. Akhirnya, tanpa bisa protes, Sumin digeret menuju meja makan tempat Hyunwoo biasanya menghabiskan makanannya.

Ada dua orang asing yang sudah mengamankan bokong mereka disana, melambai pada Sumin dengan wajah ramah.

"What's up, brodi!"

Sumin tersentak, hanya menatapi uluran tos yang diberikan salah satu dari tiga orang itu. Kemudian dengan gaya sok asiknya ia membalas tos sambil menyengir lebar.

Padahal Hyunwoo kira Sumin akan kesulitan berteman dengan orang baru karena tadi malam mengaku sebagai manusia nolep, eh sekarang udah klop aja bareng Jeongwoo dan Haruto sampai ketawa-ketawa kayak orang gila.

Hyunwoo, sih, ikutan senang karena Abangnya bisa berbaur dengan asik. Mungkin faktor sama-sama freak kali?

"Kemana, Hyun?" tanya Sumin menyadari Hyunwoo beranjak berdiri dari meja makan. Hyunwoo malas bicara, jadi ia hanya mengisyaratkan bahwa ada kepentingan buang air kecil sebelum langsung kabur menuju toilet.

Sampai disana, Hyunwoo membasuh wajahnya terlebih dahulu, tiba-tiba tidak kebelet lagi padahl tadi hampir tidak tertahan. "Eh, sumpah, sakit bener hari ini!" erangnya sambil melemaskan pergelangan kakinya.

Rasanya ia hanya berlari dengan jarak yang dekat antara kantin dan toilet, kenapa benar-benar bisa sesakit ini? Apa karena kemarin sudah keseleo lagi? Apapun itu, sungguh kali ini Hyunwoo rasanya bahkan tidak bisa berjalan.

Dan benar saja, kala dirinya hendak melangkah, kaki kanannya tidak mampu menahan berat badannya. Hyunwoo hampir mengumpat sumpah serampah, memejamkan matanya erat-erat karena sudah tahu sebentar lagi wajahnya akan mencium dingin keramik sekolah.

Eh? Beberapa detik berlalu, masih belum ada sensasi sakit yang harusnya ia rasakan. Malahan lembut? Buru-buru Hyunwoo membuka matanya, menemukan wajah poker yang sama dan tidak kunjung berubah sedang menahan kepalanya dari mengenai lantai dengan telapak tangan.

"Lo hobi jatuh apa gimana, sih?"

Badan Hyunwoo lagi-lagi diangkat bak anak kecil, sampai dirinya sendiri hanya bisa memberi raut kebingungan karena tidak bisa mencerna situasi.

"Kim Junghoon?"

Wajah Junghoon ikutan heran. "Lo kenal gue?"

Ah, benar juga, Hyunwoo belum pernah berkenalan dengan Junghoon sama sekali. "Tahu dari Jinsik hyung," jawabnya asal-asalan. Ia menoleh kemana saja selain wajah Junghoon, berusaha menghilangkan desiran malu yang berdengung di telinganya.

Junghoon mengangguk-angguk saja, sebenarnya tidak peduli juga darimana Hyunwoo bisa mengenalnya. Hal yang lebih ia pedulikan sekarang adalah kaki Hyunwoo, tampak dari caranya mengamati pergelangan kaki Hyunwoo lumayan lama hingga sang empu ikutan tersadar.

"Bawa ke rumah sakit, obati yang bener," suruhnya dengan nada sedatar tembok. Wajahnya bahkan tidak berubah sama sekali, benar-benar poker face yang sesungguhnya.

"Lo bukannya adek kelas, ya?" potong Hyunwoo cepat mengubah topik. Jangan tanyakan Hyunwoo tahu darimana, tadi malam dia habis nge-stalk akun Junghoon dari yang Jinsik mention, kemudian menemukan bahwa anak laki-laki itu setahun dibawahnya.

Junghoon membuang napas tidak percaya, ia berkacak pinggang sembari menoleh ke sembarang arah sebelum kembali memusatkan atensinya pada yang lebih pendek. "Terus kenapa? Harus manggil hyung, gitu?"

Secepat kilat Hyunwoo mengangguk, membuat yang di depan mengatup mulut sama cepatnya. Meskipun perawakannya mirip seperti sang Ayah karena sama-sama memiiki eye smile, sifatnya lebih condong pada sang Ibunda. Apalagi kalau mengenai sopan dan hormat kepada yang lebih tua, dirinya dulu sering dimarahi oleh Wooyoung.

Junghoon menghela napasnya, berdebat dengan Hyunwoo sepertinya tidak akan menemukan titik selesai. "Yaudah iya, hyung," jawab Junghoon tampak setengah niat. Yah, Hyunwoo tetap puas juga, sih.

"Oh iya, payung lo—

Untuk yang kedua kalinya, Junghoon melenggang pergi tanpa mengucap pamit atau kata apapun. Mana jalannya cepat, suara teriakan Hyunwoo pun tak di dengarnya sama sekali.

"Tuh anak emang budeg apa gimana, sih!" Hyunwoo dibuat menggeleng keras, tapi untuk apa ia pusingkan hal itu? Lebih baik balik ke mejanya di kantin.

Sesampainya di kantin, lauk makan siangnya sudah habis dicolong Sumin. Mana anaknya tak punya rasa bersalah sama sekali, tercengir lebar dengan pipi penuh sambil berbincang dengan Haruto dan Jeongwoo yang priknya sebelas dua belas.

Mengapa Hyunwoo jadi menyesal memperkenalkan mereka bertiga, ya?


Type of WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang