2

98 19 1
                                    

Hyunwoo membuka salep pereda nyeri yang ia terima dari laki-laki asing bernama Junghoon tadi pagi. Ia mengenggamnya cukup lama sebelum akhirnya mulai mengoleskan di bagian yang terlihat semakin parah saja. Mungkin, karena tadi ia keseleo lagi, jadi lukanya semakin parah.

"Makin lelet aja waktu lo, hyung," celetuk Seeun yang mengambil tempat duduk di sebelah Hyunwoo. "Lo butuh lima puluh detik buat lari satu putaran. Yakin, tuh, kaki masih normal?" lanjut Seeun yang langsung dibalas oleh geplakan keras.

Hyunwoo menghabiskan waktunya setelah latihan olahraga untuk mencari hawa sejuk di dalam cafe bersama Seeun. Dibawah pendingin ruangan, ia mengesap kopi dinginnya sambil melamun melihat ke arah luar, sedangkan Seeun sibuk dengan ponselnya.

Mendadak anak laki-laki didepannya menaruh ponsel di atas meja, mulai meminum kopi juga sebelum berbicara dengan nada sedikit memelas. "Temenin gue ngantar buku ke kampus Junmin hyung, ya."

Atensi Hyunwoo teralihkan, ia berdehem sejenak. "Ngapain nanya, lagian nanti lo bakal maksa juga kalau gue nolak," sarkasnya disambut dengan kekehan Seeun.

"Eh, akhir-akhir ini, Junmin hyung kayak semangat banget pergi kuliah."

"Bukannya bagus?" tanya Hyunwoo tidak mengerti. Seeun tidak langsung menjawab, kembali mengesap kopinya sembari berpikir keras.

"Masalahnya, dia senyam senyum kayak lagi punya gebetan!" tuding Seeun dengan wajahnya yang dibuat seolah sedang sebal.

Hyunwoo tergelak mendengarnya. "Junmin hyung udah diumur nyari jodoh kali, biarin aja."

Secepat guntur Seeun tampik perkataan sahabatnya itu. "Apaan! Junmin hyung baru 20 tahun, hyung. Ngapain mikir jodoh!" Hyunwoo lagi-lagi dibuat tergelak mendengar keposesifan Seeun sebagai adik. Dia saja tidak pernah peduli dengan Sumin, jadi tidak bisa relate sama sekali.

"Serah lo, deh."

Hyunwoo melirik ponselnya yang bergetar, pesan dari sepupunya. Ia mengesap kopinya sekejap sebelum menggulir pesan di layarnya. "Lo mau pancake, ngga?" tanya Hyunwoo, Seeun merespon dengan gelengan pelan. Kemudian Hyunwoo mengetik bahwa ia ingin satu pancake untuk dirinya.

"Gue pulang duluan, ya. Yujun mampir habisnya."

Seeun berdecak, menahan tangan Hyunwoo dengan memasang wajah yang sungguh, Hyunwoo dibuat bergidik ngeri. "Lo bilang mau nemenin gue, hyung!" rengeknya seperti anak kecil.

"Kapan gue bilang iya coba?" Namun, karena Hyunwoo bersikeras harus pulang, Seeun berakhir mengiyakan saja. Lagipula, Hyunwoo terlalu sayang dengan sepupu satunya itu, mana bisa dia membiarkan Yujun menunggu di rumahnya.

Setelah perjalanan yang bagi Hyunwoo panjang sekali, akhirnya dia bisa kembali merebahkan tubuhnya di kasur, tergulung dalam selimut hangatnya. "Loh, udah mau musim salju, ya?" tanya Hyunwoo menyadari betapa dinginnya hawa sekarang.

Kalender sudah hampir berubah lembar ke bulan Desember, pertanda musim salju sebentar lagi akan menyapanya. Hyunwoo semakin menggulung tubuhnya di dalam selimut tebalnya, mulai memejamkan mata agar bisa terlelap.

"HYUNIEE HYUNGIEE!"

"Aelah, Jun. Udah mimpi gue tadi." Hyunwoo tersentak bangun kala suara nyaring sepupunya itu memasuki gendang telinga, sepertinya satu kompleks bisa mendengar teriakan menggeledarnya. Ia menarik salah satu bantal tipisnya dan dengan keras ia lempar ke arah Yujun, meskipun dapat dengan mudah anak itu hindari.

Yujun hanya melemparnya senyuman lebar, berlari ke arah kasur sepupunya untuk ikutan berbaring. Tanpa malu ia tarik selimut Hyunwoo untuknya juga dan mulai memposisikan badannya agar lebih nyaman.

Type of WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang