01 • Detik-detik Terakhir

54 2 0
                                    

Awan terlihat begitu cepat bergerak di langit perlahan menghalangi sinar rembulan untuk menyinari bumi di tengah gelapnya malam.


Tidak ada kendaraan dan hanya suara desiran ombak dan embusan angin yang mengisi kekosongan di jembatan penghubung antar pulau yang berdekatan ini.


Lampu-lampu jembatan yang tertata setiap meter di trotoar membuat pemandangan dari ujung ke ujung terlihat tidak begitu gelap. Mengusir rasa takut akan kegelapan yang tidak bisa sepenuhnya diatasi oleh sinar rembulan ketika malam tiba.


Udara yang begitu dingin menusuk kulit, suara aduan gelombang ombak yang begitu ricuh, tiupan angin kuat yang mungkin saja menjelma menjadi sesuatu yg berbahaya; Tidak mampu mengusir seorang gadis yang saat ini tengah berjalan ke tengah-tengah jembatan.


Haran, sosok gadis kecil dengan pakaian midi dress serba putih yang menyatu dengan rambut panjang berwarna peraknya.


Gadis itu membawa empat batu bata yang sudah dilapisi plastik bening dan bundaran tali tambang berukuran kecil di pangkuannya.


Matanya yang berwarna jingga itu sesekali melirik ke pemandangan kota metropolitan di tepi pantai. Meski lampu kelap-kelip dari kejauhan seolah mengundangnya untuk pergi ke sana, Haran sama sekali tidak tertarik.


Saat ini, Haran hanya ingin melakukan sesuatu yang penting dalam hidupnya. Di mana hanya sekaranglah kesempatan yang tepat untuk melakukan itu.


Jam tangan miliknya yang menampilkan peta GPS bersuara menandakan bahwa Haran sudah berada di tengah-tengah jembatan.


「Posisi, arah arus laut, tekanan, suhu, kondisi, semuanya pas. Tempat ini benar-benar cocok.」


Dia pun segera menaruh batu-bata di pembatas jembatan. Rasanya berat sekali membawa benda ini dari kejauhan. Sejujurnya tangan Haran terasa pegal sekarang.


Gadis itu kini memandang pembatas yang tingginya melebihi tinggi badannya. Kadang, dia merasa risih dengan tubuhnya yang kecil. Apa dia bisa memanjat pagar beton yang seolah merendahkannya ini?


Setelah bersusah payah dan mengerahkan kekuatan tangannya untuk bertengger di pembatas jembatan, dia pun berhasil. Deru napas dan peluh keringat kini menyerang seolah Haran baru aja memanjat tebing.


「Tidak disangka bakalan sesulit ini, kalau saja tinggi badanku sedikit lebih tinggi.」


Haran bergumam sambil menghela napas kasar dan beristirahat sebentar.


Setelah dirasa sudah fit dia pun duduk sambil menyusun batu bata dengan cara ditumpuk. Tali pun mengikat tumpukan batu bata itu dengan erat dan tidak mudah lepas.


「Apa ini sudah cukup?」


Tentu saja, teknik ikatan yang digunakannya adalah teknik mengikat benda terkuat di bumi yang baru saja dipelajarinya dari internet.


Dia lalu mengambil ujung tali tambang lalu diikatkan di salah satu kakinya kuat-kuat. Dengan ini, persiapan sudah selesai.


Haran lalu berdiri sambil mendekap batu bata itu dan kini menghadap ke laut. Gelombang ombak yang begitu beringas dan dingin itu siap untuk menelannya tepat setelah dia mencemburkan diri.


Haran sedikit memikirkan tentang kedalaman laut di sana. Dia sudah menghitung kalkulasi bahwa tidak ada regu penyelamat yang bisa menjangkaunya.


Haran pun berpikir sejenak. Setelah dia mati nanti, tempat apa yang akan dia hampiri? Akhirat? Surga? Neraka? Isekai? Reinkarnasi? Atau kehampaan abadi? Haran sebenernya tidak terlalu peduli dengan itu semua. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk mengakhiri kehidupan ini sesegera mungkin.


Belenggu takdir yang dipaksakan ini, dia akan melepaskannya sekarang.


Embusan angin sekali lagi mengibarkan rambut perak panjang yang terlihat indah bercahaya di sinar rembulan. Seolah menyuruh Haran untuk segera melompat.


「Baiklah, dalam hitungan tiga, dua, sa—」


「Ano ... kamu ngapain?」


Tiba-tiba suara seseorang terdengar jelas menusuk telinga Haran.


Meski suara riuk angin dan ombak bercampur menepis keheningan di tempat ini. Dia masih bisa dengar suara itu dengan tepat.


Sesuatu yang tidak Haran harapkan di saat-saat seperti ini.


Ketika menengok ke sumber suara matanya melebar dan jantungnya bergetar cukup keras. Seolah dia baru aja menyaksikan akhir dari dunia.


Seorang perempuan berambut pink panjang diikat kucir dua rendah itu menatap Haran keheranan. 


「... ?!」


Haran merutuk dalam hati. Kenapa masih ada orang di jam-jam begini?! Padahal dia yakin sudah memastikan semuanya sepi.


Kalau dilihat dari pakaiannya, dia memakai jaket hoddie berwarna hitam dengan rok berwarna merah-coklat berpola kotak-kotak. Tas di punggung dan sebuah goddie bag di tangan. Haran yakin dia sepertinya siswi SMA. Nah, lebih parahnya, kenapa ada murid SMA keluyuran tengah malam?!


Haran sekarang bingung harus berkata apa. Rencananya untuk bunuh diri saat ini tengah terancam. Dia harus melakukan sesuatu untuk mengusir gadis jadi-jadian yang tiba-tiba saja ada di sini.


「A-aku hanya melihat pemandangan langit malam saja, karena tubuhku kecil jadi aku naik ke sini supaya kelihatan.」


Kata-kata tak berdasar tanpa pertimbangan dan terkesan apa adanya itu langsung terucap dari mulut Haran yang tiba-tiba aja jadi gagap.


Sedangkan gadis berhoddie itu cuman memiringkan kepalanya sambil mencerna dengan apa yang Haran katakan. Matanya pun berkaca-kaca seolah baru aja mendapat ilham.


「Begitu rupanya! Pemandangan pantai dan langit memang terlihat lebih baik kalau naik ke sana ya?」


Haran berteriak dalam hati. Gadis itu beneran percaya? Sulit dipercaya.


「Lalu kenapa kamu mengangkat batu bata? Terus malah ditumpuk dan diikatkan ke kakimu?」


Haran seketika membeku. Dia segera mengeluarkan kata-kata random tapi kali ini cukup masuk akal.


「Ah, ini peralatan olahraga sejenis joging sambil mengangkat beban, ahahaha ...」


「Aku pernah mendengarnya! Yang lagi trending di internet itu, 'kan?!」


Tidak salah lagi. Orang ini beneran bodoh. Dia sama sekali tidak sadar. Dia belum pernah liat orang bunuh diri atau gimana? Lupakan, Haran harus segera mengusir orang ini sebelum jembatan ini kembali ramai.


Melihatnya saja, gadis ini sepertinya gampang untuk dibodohinya.


「Namamu siapa?」


「Ruby, Ruby Radiata.」


「Baiklah, Ruby. Sebaiknya kau cepat pulang karena hari sudah larut malam begini.」


「Ah iya juga, kamu juga harus pulang, gadis kecil.」


Haran cukup tersindir dengan sebutan gadis kecil, meski memang itu faktanya tapi dia merasa tidak terima.


「Ya, aku akan pulang sebentar lagi.」


「Baiklah, sampai jumpa.」


Beberapa langkah sebelum dia meninggalkan tempat ini. Ruby merasa ada yang salah.


Kalau mau lihat bintang, sekarang sudah mendung, bahkan cahaya bulan saja sudah tertutup sedari awal.


Kalau mau lihat pemandangan paling ke pantai, sedangkan kalau dia lihat gadis tadi malah ke laut yg gelap.


Belum lagi olahraga tapi kok pakai gaun? Padahal waktu sudah malam.


Ruby pun menyadari fakta sebenarnya. Tempat yang sepi, tengah-tengah laut, batu-bata yang diikatkan tali ke kakinya.


Dia mau bundir?!


GL, Haran Cuma Ingin Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang