Susu vs Sandwich

30 3 2
                                    

Adiv memainkan game di handphone-nya saat yang lain sedang makan siang di kantin.

"Serius amat, Div!" protes Zee dengan nada bercanda, mencoba memancing reaksi dari Adiv yang terus asyik dengan game-nya.

"Ada udang di balik batu," sindir Gibran sambil merangkul gadis manis dari kelas 10. Gibran selalu saja gonta-ganti cewek, mungkin hampir dari semua siswi di CENDEKIA High School sudah pernah menjadi gebetannya.

"Eh, kalian ngeliat Aurora ga?" bukannya menggubris teman-temannya, Adiv malah menanyakan keberadaan Rara.

"Gini nih, kalau orang udah jatuh cinta. Dari tadi kita ngoceh malah dikacangin," celetuk Kavin.

"Apakah kau melihat Aurora!? Dimana? Katakan sekali lagi! Lebih keras!" canda Gibran yang menirukan nada Dora dengan penuh dramatis.

"Keliatan banget," sahut Adiv.

"Apanya?"

"Begonya."

"Sayang, aku pergi dulu, ya," pamit siswi yang dirangkul Gibran.

"Keburu amat!" balas Gibran.

"Ada perlu sama temen."

"Yaudah deh, hati-hati yaaa sayaaanggg! Jaga hati juga buat aku," ucap Gibran membuat yang lain bergedik geli saat mendengarnya.

"Mantan lo ada berapa sih?" tanya Zee tiba-tiba, penasaran dengan reputasi Gibran yang terkenal dengan kehidupan cintanya.

"Yang official ada dua. Lainnya mah ilegal," jawab Gibran dengan santai, menunjukkan bahwa dia tidak terlalu memikirkan label dalam urusan hati.

"Jiwa-jiwa buaya yang sangat kental dalam dirinya," ucap Adiv tanpa mengalihkan pandangan dari handphone-nya.

Tiba-tiba, suasana kembali terganggu ketika Windy mendekati mereka dengan membawa susu kotak yang dia sodorkan kepada Adiv. "Dari Monica," ucap Windy dengan singkat sebelum duduk di sebelah Zee.

Adiv mengerutkan dahinya, memandang susu kotak itu dengan tatapan bingung. "Maksudnya apa?"

"Gak tau, dia cuma bilang nitip kasih ini ke lo," jelas Windy dari tempat duduknya.

"Tumben Kuntilanak baik," cibir Zee.

"Abis menang give away kali," sahut Gibran.

"Dia udah kaya, mana mungkin ikut gituan," Kavin menyahut pembicaraan mereka.

Kavin melihat perubahan ekspresi Adiv yang menjadi serius. "Kenapa, Div?" tanyanya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Setelah terdiam sejenak memandang susu kotak yang diberikan oleh Monica, Adiv akhirnya menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Kuntilanak perlu klarifikasi."

"Emang kenapa sih? Kok wajah lo jadi serius gitu?" sela Zee, mencoba membawa suasana kembali.

"Gue cuma merasa ada sesuatu yang tidak biasa," jelas Adiv, sambil tetap berusaha mencerna maksud dari susu yang diberikan Monica.

Namun, sebelum Adiv bisa memberikan respons lebih lanjut, Monica yang sedang berdiri di dekat mereka, tiba-tiba memotong dengan penuh semangat, "Adiv! Giimana rasa susu kotaknya? Lo suka ya?"

"Ngapain lo tiba-tiba baik sama gue?" tanya Adiv.

"Gue pikir lo suka susu kotak, karna gue pernah liat lo beli ini di kantin, jadi gue pikir lo pasti suka," jawab Monica dengan senyum cerah.

"Gue bisa beli sendiri!" ucap Adiv lalu ia bangun dari duduknya dan pergi.

Monica masih terpaku di tempatnya, perasaannya bercampur aduk antara amarah yang memuncak, rasa kekecewaan yang mendalam, dan malu yang memayungi hatinya karena ditinggalkan begitu saja oleh Adiv.

"Mon, gue mau kok sama susu kotak itu," ucap Gibran dengan niat meminta.

Monica menatap Gibran tajam, lalu mengambil kembali susu yang tergeletak di meja dengan perasaan kecewa.

Sedangkan di sisi lain, Adiv mencari keberadaan Rara di kelasnya. Dari tadi pagi ia belum melihat Rara sama sekali. Ia mengintip dari jendela kelas Rara tapi tetap tidak menemukannya.

"Cari apa, Div?" suara itu berhasil membuat Adiv kaget dan reflek memegang dadanya.

Adiv menoleh ke belakang dengan cepat, keheranan tergambar jelas di wajahnya ketika ia menyadari bahwa yang mengagetkannya adalah Rara, yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

"Gue cari lo."

"Mau ngapain?"

"Pengen liat aja".

"Ikut gue," ajak Rara. Tanpa pikir panjang Adiv mengikuti langkah Rara.

Setibanya mereka berdua di rooftop. Rara membuka kotak makan yang ia bawa sedari tadi. Rara menyuruh Adiv duduk di sampingnya.

"Temenin gue makan," ucap Rara sambil menyodorkan kotak bekalnya yang berisi dua sandwich dengan beberapa sayuran organik dan smoked salmon di dalamnya.

"Lo makan ini, Ra?" tanya Adiv yang dibalas anggukan oleh Rara.

Rara membelah sandwich itu menjadi potongan kecil, lalu memasukkan potongan-potongan itu ke dalam mulutnya dengan hati-hati. Setelah potongan pertama habis, Rara menawarkan potongan sandwich yang lain ke mulut Adiv. Namun, Adiv menutup mulutnya rapat-rapat sambil menggelengkan kepala.

"Why?"

"Gue gak suka sayur," ucap Adiv sambil menutup mulut dengan tangannya.

Rara meletakkan potongan sandwich itu kembali ke dalam kotak bekalnya, lalu dengan hati-hati ia memisahkan sayurannya.

Adiv tersenyum salting melihat perlakuan Rara padanya. Ia menyembunyikan senyum itu karena gengsi jika seorang Adiv bisa salting. Rara menyuruh Adiv membuka mulutnya, lalu menyuapi Adiv dengan tangannya sendiri.

"Gue baru tau kalau lo bisa romantis," ucap Adiv dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

"Gue gak mau lo cuma liatin gue makan." Rara menghabiskan makanannya dan sesekali menyuruh Adiv untuk memakannya sendiri.

Setelah menutup kotak makannya, Rara meminum air dari tumbler berwarna pink miliknya. Adiv melihat Rara yang sedang  meneguk air membuat dirinya pun ikut haus.

"Ra, mau minum," ucap Adiv.

Rara melirik ke arah Adiv, "Didn't someone give you milk earlier?" pertanyaan Rara lebih ke arah menyindir.

Adiv memincingkan matanya curiga, "Darimana lo tau?"

"Because I am Aurora, that's way." Rara mengibaskan rambutnya.

"Perhatian banget lo sama gue. Atau jangan-jangan... lo cemburu, Ra?"

"Lo terlalu cepat menilai."

Rara berdiri dari duduknya dengan membawa kotak makan dan tumbler miliknya. Adiv yang melihat Rara kesusahan membawa itu langsung menawarkan diri untuk membawakannya. Mereka berdua turun dari rooftop karena sebentar lagi pelajaran akan di mulai.

Saat Adiv dan Rara berjalan beriringan di koridor, Monica melihat mereka dari kejauhan dan langsung menghampirinya.

"OH, JADI INI ALASAN LO NOLAK GUE!" seru Monica membuat semua mata tertuju padanya.

Monica melihat Adiv yang membawakan kotak makan dan tumbler Rara. "Ngapain lo mau jadi babu dia?"

Suasana di koridor mulai memanas ketika Monica mendekati Adiv dan Rara.

"Bukan urusan lo," jawab Adiv singkat.

Monica tertawa sinis, "Lo dapet pengaruh apa dari gadis jalang ini," ucapnya, memberi tatapan tajam pada Rara.

Plakk!
Suatu tamparan keras dengan cepat mendarat di pipi mulus Monica. Serentak, mata semua orang di sekitar melebar kaget, beberapa bahkan menutup mulut mereka dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.



Kalian lebih suka susu atau sandwich nih?

Jangan lupa beri vote yaa, agar author semangat nulisnya :)

Satu vote kalian adalah 1000 kata semangat untuk author.
Love you❤️

ADIVTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang