Rara keheranan saat memasuki rumahnya yang penuh dengan para pembantu yang sibuk membereskan sesuatu.
"Rara sayang, kemari," panggil Naya yang duduk di sofa bersama Aden.
"Kenapa Daddy nyuruh Rara pulang?"
"Dengar baik-baik. Daddy akan kembali ke Spanyol, lupakan kejadian kemaren dan berusahalah lebih keras." Sebenarnya Aden termasuk orang yang tak tega jika itu menyangkut putri tunggalnya, tapi disisi lain ia juga orang yang sangat sensitif terhadap pendidikan dan juga menginginkan putrinya menjadi sempurna.
Rara tersenyum mendengar Aden mengucapkan hal seperti itu.
"Senyuman itu yang Daddy rindukan saat jauh dari putriku." Aden membuka lebar kedua tangannya, meminta Rara untuk memeluknya.
Dengan cepat Rara pergi ke pelukan Aden. Kini keadaan di rumah itu kembali hangat setelah kejadian menegangkan kemaren.
"Love you Daddy," ucap Rara saat berada dalam dekapan Aden.
"Love you too Rara."
💗💗💗
"Gib, lo ngerasa ada yang aneh gak sama Aurora?" tanya Adiv pada Gibran yang duduk bersebelahan dengannya.
"Aneh gimana?"
"Coba lo pikir deh, di zaman sekarang nih mana ada orang yang gak pernah makan telur gulung sama kue leker?"
Gibran memikirkan kalimat Adiv yang ada benarnya juga. "Menarik nih," balas Gibran. "Tapi gue pernah liat film, ada orang kayak gitu dan ternyata orang itu adalah anggota kerajaan."
"Sejak kapan lo suka liat film?" tanya Adiv keheranan.
"Lo lupa kalau gue dulu wibu sejati." Gibran hanya mengakui hal itu pada Adiv dan Kavin saja, ia merasa kalau pernah menjadi wibu adalah aib yang memalukan baginya.
"Jadi film yang lo maksud itu dari anime?!" seru Adiv dengan suara lantang membuat beberapa murid di dalam kelas menoleh.
Gibran menjitak kepala Adiv. "Jangan keras-keras bangzat!"
"Ya maaf, keceplosan," ucap Adiv cengengesan
"Udah deh kembali ke topik awal."
"Tapi menurut gue Aurora gak gitu."
"Maksud lo gak gitu gimana?" tanya Gibran keheranan.
Adiv membenarkan posisi duduknya. "Gue pernah tanya dimana rumahnya, trus dia jawab jauh dari kota," ucap Adiv pelan.
"Berati di desa dong!"
"Nah itu dia maksud gue. Dia tau kue leker aja baru kemaren. Aneh kan?"
Gibran mengangguk-anggukan kepalanya. "Masalahnya tuh cewek misterius, gak bisa ditebak, irit ngomong pula!"
"Trus, gue harus gimana?"
"Tumben lo minta saran sama gue?"
"Lo yang ahli kalau soal ginian."
"Nah itu tau. Oke, jadi gini, lo deketin dulu Aurora, cari tau hal apa bisa buat dia bahagia saat mendapatkannya," terang Gibran.
"Gak akan semudah itu cari tau pribadi Aurora."
"Itu dia tantangan lo. Kalau mau lebih mudah jangan tanya ke orangnya langsung, tapi tanya ke teman terdekatnya." Gibran akan menjadi serius jika itu menyangkut wanita.
Adiv paham dengan apa yang dimaksud Gibran. "Gib, gue akuin Lo memang ahli dalam hal ini," puji Adiv membuat Gibran tersenyum percaya diri.
"Yaelah lo kayak baru kenal gue aja," ujar Gibran.
Sepulang sekolah, seperti biasa. Adiv menunggu kelas 11 IPA-1 keluar. Dengan gayanya yang sok tampan, ia duduk di koridor sambil tebar pesona pada siswi yang lewat.
"Ngapain lo disini? Aurora gak ada, tadi dia izin pulang," ujar Zee dengan ketus.
"Pulang kenapa?"
"Mana gue tau." Zee mengedikkan bahunya.
"Gue gak cari Aurora."
"Kavin juga gak ada, lagi rapat osis. Nyebelin banget sih orang-orang."
"Gue cari lo, Ji, hehe." Adiv mulai cengengesan.
Zee tertawa saat tau kalau Adiv mencarinya. "Telinga gue gak salah denger ya?"
"Budek kali!" seru Adiv.
"Ngatain gue budek?"
"Eh, enggak, Ji, jangan marah. Gue mau tanya sesuatu sama lo."
"Apa?!" tanya Zee dengan nada galak.
"Lo deket sama Aurora kan? Gue mau tanya, apa aja yang dia suka sama yang dia nggak suka?"
Zee menaikkan kedua alisnya. "Oh, jadi itu alesan lo nungguin gue."
"Gue butuh bantuan lo kali ini."
"Oke, karena gue baik hati jadi gue bantu lo."
"Yess!" seru Adiv dengan mengepalkan tangannya.
"Dia suka warna pink," jawab Zee singkat.
Adiv yang terlanjur serius mendengarnya, kini ternganga. "Udah itu doang?"
"Lo mau jawaban yang gimana? Lagian lo juga tau kalau Aurora jarang cerita."
"Kalau cuma itu mah, semua orang juga tau, Ji."
"Eh, tapi ada lagi."
"Apa?"
"Dia suka barang yang menurut gue kurang berguna."
Adiv mengerutkan keningnya. "Kurang berguna?"
"Iya, contohnya jepit rambut."
"Oh, iya dia kan selalu pake itu," sahut Adiv.
"Seinget gue, Aurora juga suka strawberry," kata Zee. "Udah ya, cuma itu yang gue tau. Selebihnya lo cari sendiri. Bye!" Zee pergi meninggalkan Adiv sendiri.
"Warna pink, jepit rambut, strawberry," gumam Adiv lalu mengangkat satu ujung bibirnya. "Lo lucu, Ra."
💗💗💗
Pada pagi yang cerah di hari Minggu, Rara duduk di balkon depan kamarnya, membaca buku sambil menikmati teh yang baru diseduh. Ia merasakan kenikmatan teh tersebut sambil menghirup udara segar dan menikmati pemandangan taman luas di belakang rumahnya.
"Permisi Nona, Dokter Daniel sudah ada di bawah untuk melakukan pemeriksaan rutin anda," ucap salah satu pembantu yang ada di sana.
"Dokter Daniel? Sekarang waktunya check-up?" tanya Rara.
"Iya Nona, sekarang adalah hari minggu di awal bulan."
Rara menyeduh tehnya. "Kenapa Tio tidak memberitahuku?" gumam Rara.
"Baiklah aku akan turun."
Rara meletakkan cangkir tehnya. Dengan langkah santai, ia turun ke lantai bawah menuju ruang tamu di mana Dokter Daniel sudah menunggunya. Di sana, Dokter Daniel berdiri di samping meja, tampak rapi dengan jas putihnya.
"Selamat pagi, Nona Aurora. Bagaimana kabar Anda hari ini?" tanya Dokter Daniel sambil tersenyum.
Jangan lupa beri vote yaa, agar author semangat nulisnya :)
Satu vote kalian adalah 1000 kata semangat untuk author.
Love you❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIVTY
Teen FictionAdiv adalah pemuda tampan dengan kepercayaan diri yang tinggi. Hidupnya sederhana bersama keluarganya, hingga ia bertemu Aurora, gadis cantik dan anggun yang merupakan pewaris tunggal Grup Habel, perusahaan besar yang sedang sukses. Saat mereka sal...