Shin Hyona memasangkan sebuah jas biru pada manekin di hadapannya. Tangannya mengelus kain itu dengan hati-hati, menikmati sebuah kepuasan asing yang belum pernah Hyona rasakan sebelumnya sejak ia menjadi seorang desainer. Tentu saja. Karena ini pertama kalinya Hyona mendesain jas untuk pria yang ia cintai, selain untuk almarhum ayahnya.
Sayangnya kepuasan itu perlahan terkikis karena kini jas itu hanya terpasang pada sebuah manekin. Bukan pada pria yang seharusnya mengenakannya.
Satu minggu berlalu sejak kecelakaan pesawat itu terjadi. Dan selama itu pula keberadaan Cho Kyuhyun tidak diketahui.
Banyak orang berspekulasi bahwa Kyuhyun mungkin sudah meninggal, sama seperti sang pilot karena mereka berada di posisi duduk yang sama. Dari kondisi moncong pesawat dan kokpit yang hancur, diperkirakan bahwa hidung itu jatuh lebih dulu ke laut hingga pecahan-pecahan kaca dan materialnya melukai mereka. Dari kondisi jasad pilot yang ditemukan pun, pria itu meninggal akibat terkena pecahan kaca dan benda-benda keras lain yang langsung mengenai tubuhnya. Oleh karena itu, banyak orang berpikir bahwa mungkin Kyuhyun bernasib sama, atau justru jauh lebih buruk. Spekulasi seperti tubuhnya hancur atau sebagainya.
Kendati demikian, kendati semua orang percaya Cho Kyuhyun sudah meninggal, Hyona masih mencoba percaya bahwa pria itu masih hidup. Di sisa harapannya yang tinggal secuil, Hyona masih mencoba percaya bahwa Kyuhyun masih selamat.
Meski harapan itu sering kali dipatahkan oleh berita terkait penemuan korban baru yang kondisinya pasti sudah meninggal.
"Cho Kyuhyun," gumam Hyona lemah pada jas yang terpasang pada manekin di depannya. "Jasmu sudah jadi. Kau tidak ingin datang dan mencobanya?"
Hyona sekuat tenaga menahan air matanya dan tersenyum getir. "Biasanya kau selalu datang tanpa kuminta. Kali ini aku benar-benar mengharap kedatanganmu. Tapi kenapa kau malah tidak muncul?"
Tiba-tiba ingatan Hyona kembali pada saat Kyuhyun datang membawakan ice cream untuknya. Saat itu Hyona tidak tahu. Tapi ternyata saat-saat seperti itu menjadi salah satu momen yang sangat ia rindukan.
"Cho Kyuhyun, kau tahu, semalam aku bermimpi bertemu denganmu. Kau tersenyum indah sekali. Apa kau sedang memberi tahuku bahwa kau baik-baik saja meskipun entah berada di mana? Atau... atau... kau sedang memberitahuku bahwa kau sudah pergi dengan tenang dan memintaku untuk tidak menunggumu lagi?
"Maaf, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tetap akan menunggumu meskipun kau melarangku. Begitu kan? Begitu kan caramu yang tetap menyukaiku meskipun aku setengah mati mengusirmu? Aku belajar darimu, Cho Kyuhyun. Aku belajar dari kegigihanmu. Jadi tolong, katakan bahwa kau masih hidup dan pulanglah. Aku tidak peduli seberapa lama aku harus menunggu. Hanya tolong, kembalilah dalam keadaan hidup..."
Hyona berusaha keras menahan sesak di dada, berusaha menahan air matanya yang terus mendesak ingin keluar.
"Kau ingin kita resmi berkencan, kan? Aku sudah memiliki rencana untuk meresmikan hubungan kita. Jadi kembalilah. Biar aku bisa menjalankan rencanaku untuk memulai hubungan resmi denganmu. Karena aku juga ingin memamerkanmu pada dunia, bahwa kau hanya milikku satu-satunya.
"Dan jika kau kembali nanti, aku berjanji, aku akan memperlakukanmu dengan baik. Aku tidak akan gengsi menunjukkan perasaanku padamu lagi. Aku akan membuatmu merasakan bahwa aku benar-benar mencintaimu."
***
Malam ini di Gwanghwamun diadakan festival menerbangkan seribu lampion, tepat satu minggu jatuhnya pesawat. Festival tersebut diadakan sebagai simbol harapan dan masa depan yang lebih cerah untuk para korban yang selamat, juga doa untuk korban yang meninggal maupun yang masih hilang.
Hyona datang ke festival itu ditemani oleh sahabat setianya, Kang Sohee. Di antara orang-orang yang berkumpul di sana, Hyona berdiri dengan kaki agar-agar yang seolah dipaksa untuk tegak. Kepalanya menengadah. Dan jika Tuhan benar-benar ada, Hyona sangat ingin menanyakan apa itu arti sebuah kebahagiaan.
"Sohee-ya."
"Ya?"
"Menurutmu, apa orang-orang itu benar? Apa Cho Kyuhyun benar-benar sudah tidak ada?" tanyanya sambil menatap langit. Berharap langit yang gelap itu tertulis jawaban dari pertanyaannya. Meski nyatanya tidak ada apa-apa.
"Kau bilang kau percaya dia masih hidup," jawab Sohee.
"Aku mencoba untuk terus percaya itu. Tapi jika Cho Kyuhyun masih hidup, kenapa dia belum bisa ditemukan hingga detik ini?" tanya Hyona. "Ini sudah satu minggu. Jika dia masih hidup, bukankah seharusnya dia sudah berusaha menghubungiku? Atau setidaknya menghubungi keluarganya?"
Sohee tidak menjawab. Gadis itu merangkul dan mengelus pundak Hyona, menyalurkan sabar dan tabah yang entah harus dilakukan sampai kapan.
"Sejujurnya aku takut, Sohee-ya."
"Kenapa?"
"Kau tahu sendiri kondisi jasad pilot Kim saat ditemukan, dan betapa hancur bagian depan pesawat itu. Kyuhyun juga ada di sana. Dia..." Suara Hyona bergetar dan air matanya mulai menggenang. "Dia ada tepat di samping pilot itu. Dia duduk di tempat yang hancur itu. Bagaimana jika... jika..."
"Cho Kyuhyun masih hidup, Shin Hyona," sahut Sohee. "Bukankah itu yang selalu kau katakan padaku setiap hari?"
Hyona terdiam.
"Bukankah kau menyelesaikan jasnya secepat mungkin, agar Cho Kyuhyun segera bisa memakainya saat dia pulang nanti? Bukankah kau sudah menemukan satu restoran dengan view terbaik yang akan kau gunakan saat memintanya menjadi kekasihmu nanti?"
Bulir air mata Hyona akhirnya jatuh. Namun gadis itu menyekanya. "Kau benar. Cho Kyuhyun masih hidup." Hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan saat ini. Dan ketika ribuan lampion itu mulai diterbangkan, Hyona pun menerbangkan lampionnya sambil berdoa dengan kesungguhan yang dalam.
"Tuhan, tolong kembalikan Cho Kyuhyun padaku dalam keadaan hidup."
Dan tanpa disadari, ponsel dalam tas selempangnya berdering.
Sebuah panggilan internasional.
TBC