7-Ketenangan sebelum Badai!

414 58 0
                                    

Akhirnya Gayatri menolak gelar Tuan Putri untuknya, dia sama sekali tidak menginginkan hak-hak yang bukan miliknya sedari awal. Setelah pertemuan disidang istana itu, Ibu Kunti menasehatinya untuk tidak menyimpan semua kepedihan itu sendirian. Dia bisa berbagi, karena Ibu Kunti adalah ibu untuknya. Untuk itu, dia sangat berterima kasih.

Sekarang ini, dia sedang menatap rembulan yang bersinar terang. Matanya menatap rembulan yang sangat mempesona itu.

Bulan purnama adalah favoritnya, bulan indah yang bersinar di gelapnya malam.

"Akan sangat bagus jika aku menjadi Rembulan yang dapat bersinar terang, tetapi rembulan bersinar dengan bantuan cahaya mentari. Jika aku adalah Rembulan, siapa mentari ku?"gumam Gayatri dengan nada bercanda.

***

"Karna "Radha memanggil putranya untuk segera pulang dan makan malam bersama.

"Apa yang kamu lakukan anak ku? Bukankah ibu, sudah mengatakan jangan melakukan pekerjaan berat?!"Radha benar-benar khawatir tubuh anaknya akan kesakitan, karena mengangkat kayu bakar yang sangat banyak itu.

"Ini sama sekali tidak berat! Aku juga ingin membantu ibu"ucap Karna bersungguh-sungguh.

***

"Astaga! Apa ini?!"tanya Gayatri bahagia.

"Ini adalah hari ulang tahun mu, kami berlima ingin membuat kue enak untuk mu. Sayang sekali, kue ini gosong "keluh Bima khawatir, jika ini dimakan oleh adik perempuannya, maka akan langsung sakit perut.

"Kita buang saja, bagaimana jika Gayatri sakit perut?"usul Yudistira.

"Tidak! Aku menyukainya, meskipun bentuknya agak aneh, tetapi ini kue yang kalian buat! Bagaimana aku bisa menyia-nyiakan hal berharga seperti ini?"ucap Gayatri dengan senyuman lembutnya.

"Aku akan menghabiskan semuanya!"lanjut Gayatri dan memakan semuanya dengan lahap.

Setelah beberapa saat akhirnya Gayatri menghabiskan semuanya, dan sepertinya yang dikatakan Yudistira benar.

Dia merasakan perutnya sedikit sakit, tetapi dia menahannya. Jika dia mengatakan sakit perut, bagaimana jika kakak-kakak lainnya merasa bersalah?

"Jangan menahannya! Bima! Panggil Tabib, Gayatri sakit perut"ucap Yudistira pada Bima.

"Sudah dikatakan berulangkali jika akan sakit perut, kenapa kamu tidak mendengarkan dengan benar?!"marah Arjuna.

"Itu benar, sini.... Aku akan mengoleskan minyak ke perut mu"Nakula menarik Gayatri untuk tiduran dipaha Sadewa dan mengoleskan minyak obat, untuk menghangatkan perutnya. Setidaknya ini akan meredakan sedikit rasa sakit diperutnya.

"Kenapa kamu keras kepala, bahkan menghabiskan tanpa sisa"keluh Arjuna.

"Kak Arjuna, berhenti mengoceh. Ini sangat sakit"kali ini, Gayatri benar-benar tidak tahan.

Perutnya sangat sakit!

Awalnya sakitnya hanya nyeri, sekarang tiba-tiba menjadi tambah sakit.

"Lihatlah... Kamu pantas mendapatkannya, sekarang kamu menerima akibatnya!"desis Arjuna.

"Sangat berisik, aku tidak mau mendengarkannya"keluh Gayatri.

"Ada apa ini anak-anak ku?"tanya Kunti kebingungan, karena ada suara berisik dari kamar anak-anaknya.

"Gayatri sakit perut, karena memakan kue gosong"jelas Sadewa.

"Kue gosong?"ulang Kunti bingung.

"Kami membuat kue untuk ulang tahun Gayatri, tetapi kami malah membuatnya gosong. Lalu Gayatri bersikeras tetap memakan semuanya sampai habis, akhirnya dia sakit perut"jelas Yudistira.

"Benarkah? Sepertinya jika ibu ada diposisi Gayatri, ibu juga tidak bisa menolak masakan kue dari putra-putra ibu"ungkap Kunti dengan senyuman.

Senang rasanya melihat anak-anaknya penuh dengan senyuman dan tawa.

Semoga semuanya baik-baik saja, dan tidak ada hal buruk lagi yang terjadi!

***

"Apa ini?"tanya Duryudana ketakutan, saat Sangkuni meneteskan racun ke bunga disampingnya.

Bunga itu langsung layu dengan kecepatan tinggi, dan hanya menyisahkan tanaman mati.

"Ini Racun, keponakan ku. Racun dari Kerajaan Gandara. Racun mematikan hanya dengan satu tetes saja"jelas Sangkuni dengan senyuman bahagia.

"Tetapi.... Aku hanya tidak ingin mereka merebut hak-hak ku, sebagai Putra Mahkota. Bukan membunuh mereka "ucap Duryudana yang sedikit takut, karena dia tidak pernah melakukan pembunuhan.

"Jangan takut! Semua yang menghalangi memang harus dibasmi. Jika tidak, maka kamu yang akan dibunuh suatu saat nanti, Keponakan ku"ucap Sangkuni dengan tawa seraknya.

"Apa ini baik-baik saja? Tidak akan ada yang menyadarinya kan?"tanya Dursasana penasaran.

"Jangan khawatir, ini tidak berbau ataupun berwarna "

***

Bersambung ~

See you

Variabel Mahabharata_[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang