46-Kebingungan

406 50 9
                                    

"Heh!..."Duryudana mengepalkan tangannya, dia tau ini akan terjadi! Tapi tetap saja, dia berharap akan ada satu keajaiban dia dan saudara-saudaranya diterima. Tapi apa ini?!

Selalu saja Pandawa yang menang! Tidak cukupkah takhta yang kalian ambil? Kenapa kalian juga memonopoli cinta Gayatri?!

Jika dia tidak ada, jika Pandawa menghilang!

Duryudana mengusap wajahnya gusar, lagi-lagi pikiran buruk akan muncul dihatinya. Terutama ketika apa yang dia pedulikan mulai menjauhinya seperti hama.

Dia seharusnya tidak seperti ini, jika dia seperti ini. Gayatri akan membencinya untuk selama-lamanya.

"Jangan khawatir, kami akan berbicara dengannya"Yudistira mencoba menenangkannya, Duryudana tersenyum kecut. Apa benar-benar bisa seperti itu?

"Hah...sudah ku duga, pasti seperti ini! Kenapa hanya kalian yang dipedulikan olehnya?! Bukankah kami kakak kandungnya, alih-alih kalian yang hanya sepupu?!"marah Dursasana, Bima mengerutkan keningnya.

"Untuk kalian yang selalu mencoba menyelakai kami, apa hak kalian untuk berkomentar?! Bahkan kalian juga berulangkali mencoba membunuh Gayatri. Sungguh tidak tau malu, apa kalian masih punya muka untuk marah pada kami? Apakah ada saudara yang mencoba melenyapkan adik perempuannya sendiri?!"desis Bima tajam.

Seratus Kurawa kecuali Duryudana, mengepalkan tangannya seolah akan segera bertarung dengan kelima Pandawa.

Mereka saling berhadapan, seolah akan terjadi perang pada detik berikutnya.

"Bagus sekali! Kamu membangkitkan kemarahan ku! Ingatlah Pangeran Bima. Kakak mu dapat duduk dikursi Pangeran Putra Mahkota karena kakak Duryudana mundur. Tapi...apa kalian lupa 99 adik laki-lakinya bisa saja mencuri kursi itu?! Akan ku buat kalian menyesal karena menentang seratus Kurawa!"marah Dursasana, Bima terkekeh geli.

"Kalian? Apa seratus Kurawa benar-benar memiliki kemampuan itu?"ejeknya tanpa kenal ampun.

"Hentikan! Bima, aku minta berhenti berbicara! Jangan kasar pada saudara-saudara mu!"tegur Yudistira, Duryudana juga berusaha menghentikan kemarahan adik-adiknya. Tidak ada gunanya bertengkar disini, ini tidak akan menyelesaikan masalah.

Disisi lain, Bisma menatap perseteruan itu dengan helaan nafas berat. Keduanya telah berdamai akhir-akhir ini, karena berita bahwa Gayatri adalah adik kandung seratus Kurawa. Sehingga ini membuat Duryudana secara suka rela melepaskan ambisinya.

Hanya saja, seperti Gayatri yang menjadi alasan perdamaian mereka. Gayatri juga dapat menjadi alasan perseteruan mereka.

"Aku harus mencari cara, agar tidak terjadi pertumpahan darah di Hastinapura!"

***

Gayatri dengan bosan mulai mencabut kelopak bunga mawar, dia berharap mendapatkan jawaban atas kegelisahannya.

"Menemuinya? Tidak! Menemuinya? Tidak!..."dia gelisah apakah akan menemui para Kurawa atau tidak?

"Gayatri"Bisma memanggilnya dengan senyuman, Gayatri buru-buru berdiri dan menghampiri Bisma.

"Bagaimana anda bisa tau jika ingatan ku kembali?"tanya Gayatri kebingungan, Bisma tersenyum.

"Aku punya mata-mata disetiap sudut istana"

"Wow~ itu keren"Gayatri tidak menyangka jika Bisma sangat keren, bukan hanya di istana kerajaan musuh, bahkan halaman sendiri memiliki mata-mata?~ luar biasa!

"Ngomong-ngomong apa yang kamu lakukan dengan mawar yang malang itu?"tanya Bisma pada bunga yang telah gundul kelopaknya karena dicabuti oleh Gayatri, untuk menjawab kegelisahan hatinya.

"Hahahaha...bukan apa-apa"Gayatri menggaruk pipinya malu, ini terlalu kenak-kanakan. Apa aku akan ditertawakan?!

"Kamu sudah lama pergi dari istana ini. Apa kamu ingin mendengar kisah saat kamu tidak di istana? Mungkinkah ini akan menjawab kegelisahan mu?"Gayatri akhirnya memilih setuju, tidak ada salahnya mendengar. Dia juga cukup penasaran, apa yang terjadi setelah kepergiannya?

***

Bersambung ~

See you

Variabel Mahabharata_[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang