Orang itu begitu keras kepala. Ia tidak mau meninggalkanku sebelum aku setuju. Ini namanya pemaksaan. "Aku tidak mau nona. Aku tidak punya waktu."
"Kau harus punya. Kumohon sekali saja, aku tidak akan memintamu lagi setelah itu. Ayolah nona Tzuyu, aku datang jauh-jauh dari Korea kesini loh."
"Aku tidak peduli. Lagian aku tidak ada menyuruhmu datang kesini jauh-jauh. Itu murni keinginanmu jadi jangan paksa aku."
Nona Tahu itu cemberut. Tapi dalam sekian detik ia kembali antusias bahkan sangat heboh.
"Horeee aku sudah mencarimu sejak lama. Stand airrrrr minummmmm ahhhhhh askakaksksnakns yuhuuuuuu." Ia segera berhenti dan mengambil air yang telah disiapkan oleh panitia.
Meski aku juga haus lebih baik aku tidak minum dan melanjutkan perjalanan agar menjauh dari nona itu.
Aku harap Sana baik-baik saja di depan.
.
Aku berhasil menyalip lagi setelah disalip beberapa peserta sebelumnya. Kini aku berada di urutan ke-lima menjelang tahap rekahir triathlon yaitu berlari. Aku merasakan kakiku yang semakin berat. Semoga saja cideraku tidak kambuh.
Aku memarkir sepeda dan segera berlari dengan kecepatan sedang sambil melihat kondisi dan mengatur strategi terbaik. Ketika melihat posisiku dari peserta yang pertama agak mustahil mengejarnya, mengingat jarak kami yang cukup jauh dan kondisi kakiku yang semakin lelah.
Dalam 1 km pertama aku berhasil menyalip satu kontestan dan kini berada di posisi ke-empat. Peserta yang baru saja aku lewati terlihap kesal, selain karena lelah dia juga marah sehingga wajahnya memerah.
Mentari semakin naik dan aku sudah bermandi peluh. Kakiku semakin berat saja rasanya. Baiklah aku akan memaksakannya. Sedikit saja, setidaknya satu peserta lagi yang harus aku salip agar dapat tempat ke-tiga.
Aku menyemangati diriku. "Ayo bertahanlah sedikit lagi!."
Ketika memasuki area finish, sorakan para penonton menggelegar. Di stadion mini itu ribuan penonton menanti siapakah yang akan memasuki garis finish pertama. Aku berhasil berada di posisi ke tiga. Tinggal satu putaran keliling stadion dan dua peserta di depanku sudah setengah lapangan di depanku. Mustahil aku bisa menyalip jarak itu.
Meskipun terdengar mustahil aku akan tetap mencoba sekuat tenaga, aku akan berusaha. Sialnya kaki kiriku tidak bersahabat baru mau menambah kecepatan otot kakiku terasa tertarik. "Akhh sakit sekali." Aku meringis memegangi kaki kiriku.
Kontestan yang menenmpati posisi pertama dan kedua berhasil mempertahankan posisinya. Dua pria itu disambut tepuk tangan dan sorakan. Kini lariku sudah seperti kura-kura. Aku berusaha memasuki garis finish dengan susah payah.
Orang-orang yang mulai menyadari keberadaanku menjelang memasuki garis finish menatapku dengan kasihan namun juga memberiku semangat dan sorakan, bahkan sorakan itu lebih kencang daripada yang diberikan pada kontestan pertama dan kedua. Saat aku berhasil melewati garis finish dengan kaki yang pincang mereka semua terlihat bangga. Beberapa orang bahkan sampai mengeluarkan air matanya. Panitia lomba mengalungiku medali dan dia menyelamatiku.
Petugas medis kemudian membantuku.
Sekarang aku hanya menunggu Tzuyu.
.
"Oiiii tunggu akuuuu." Nona Tahu itu mengejarku seperti orang gila.
Entah mengapa larinya begitu cepat, padahal aku sudah meninggalkannya cukup jauh sebelumnya.
"Hei nona Tzuyu!."
"Aduuhhh ada apa lagi?."
Dia berhasil menyusulku, aku pun terpaksa meladeninya.
"Ambilah air ini." Ia memberiku botol minum yang tadi ia peroleh dari stand panitia. "Aku tahu kamu haus, jadi ambillah."
Aku memang sangat haus, mana matahari sangat terik.
"Minumlah atau kamu bisa dehidrasi nanti."
Akupun mengambil botol itu dan berhenti sejenak untuk minum. Nona Tahu itu tersenyum. Kulitnya begitu putih sehingga begitu ia kepanasan dan lelah wajahnya berubah menjadi sangat merah, telinganya pun memerah, warnanya begitu ketara.
"Barangsiapa yang sudah meneguk air minumku maka dia akan menjadi temanku." Dia merangkul bahuku, tentuya ia sedikit berjinjit agar bisa merangkulku. "Jadi sekarang kita teman." Dia tersenyum hingga matanya menyipit.
"Dengar nona, aku sebenarnya senang-senang saja berteman dengan siapapun apalagi hobi kita sama. Tapi jangan manfaatkan aku. Aku tidak ingin kau berteman denganku hanya karena aku sudah terkenal. Aku ingin pertemanan itu tulus."
Nona Tahu itu tersenyum. "Baiklah aku setuju."
Kami kemudian pelan-pelan berlari menuju area finish. Sesampainya disana mataku langsung berkelana mencari keberadaan Sana. Sudah ada banyak sekali orang-orang yang masuk garis finish dan mendapat medali. Diantara orang-orang itu aku belum menemukan Sana.
"Apa kau mencari gadis Jepang itu?."
"Ya, apa kau melihatnya?."
"Aku saja tidak tahu bagaimana wujudnya, bagaimana aku tahu dia berada dimana?"
"Oh ya, sorry."
.
Usai dikompres dan dibalut dengan perban, akupun kembali ke arena dan menunggu Tzuyu. Sudah ada sekitar 60 kontestan yang berhasil sampai di garis finish, sedangkan aku belum menemukan batang hidungnya sedikitpun. Akupun memutuskan untuk menyusuri arena satu-satu agar melihat wajah-wajah orang lebih jelas, siapa tahu Tzuyu sudah tiba saat aku dirawat tadi.
Nah itu dia, aku melihtnya. Ia tengah berlari kecil bersama wanita pendek berkulit putih disebelahnya. Mereka terlihat sangat akrab. Ketika hendak menghampiri Tzuyu, aku mengurungkan langkahku. Aku tidak percaya apa yang telah kulihat. Sontak saja kejadian itu membuatku begitu tercengang. Jantungku seakan copot, gejolak di dadaku begitu pedih ketika menyaksikan Tzuyu dan gadis itu berciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
"The Lost Traveller" #SATZU
FanfictionBagi Minatozaki Sana berpergian keliling dunia adalah satu-satunya cara meraih kebahagiaan. Satu hal yang paling ia benci adalah rumah. Ia bersumpah tak akan pernah pulang bagaimanapun keadaannya. Kepribadian Sana yang fleksibel membuatnya mudah ber...