13. Semua perasaan

66 29 17
                                    

Jangan lupa untuk di vote & komen.
Karena vote kalian sangat berarti bikin aku semangat😻👊🏻
jgn silent readers ya!

Kalo ada typo/koreksi bisa tandain
Selamat membaca semua semoga suka
Aamiin...

happy reading all

***

Farzan mengendarai dengan kecepatan sedang membonceng Adik nya. Jalanan Bandung sore ini tampak penuh oleh pengendara, macet di setiap titik tak menjadi masalah bagi Farzan, ia mengendarai dengan teliti dan hati-hati. Langit sore menjadi teman perjalanan yang indah bagi Felisya, tak sesekali gadis itu memotret dengan ponselnya.

Farzan dan Felisya sampai di pelataran basecamp yang sudah Farzan anggap sebagai rumah kedua dengan sahabatnya. Lalu mereka turun dari motor setelah perjalanan kurang lebih lima belas menit. Farzan langsung melenggang masuk ke ruangan, sementara Felisya mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Ia melangkah memperkecil jarak dengan pintu. Tapi langkah nya terhenti, saat ia berdiri di ambang pintu dengan alisnya yang terangkat. "Kalian?"

Felisya langsung menghampiri teman-temannya yang sedang duduk di kursi panjang seraya memakan cemilan. Ia duduk di sebelah Gita, lalu mengedarkan pandangan ke setiap sudut, banyak mendali yang di gantung, ada juga sertifikat yang di pajang menggunakan pigura dan ada beberapa trofi. Ruangan yang bernuansa sepakbola sangat terlihat jelas oleh indra penglihatan.

"Lo, ngapain di sini, Git?" tanya Felisya, berbisik.

Sebelum menjawab Gita meraih kue kering di stoples, lalu menjawab. "Makan-makan katanya."

Di ruangan itu juga ada Baim, Ghifari yang duduk lesehan sibuk memainkan ponselnya alias mabar, mereka saling mengumpat karena tim nya sangat beban. Sedangkan Farzan gabung dengan Ricky dan Azam yang bermain uno di meja kartu berbentuk bulat.

Felisya memperhatikan pintu yang baru saja terbuka, baru lah keluar sosok bertubuh atletis. Kevin berjalan ke arah sofa, tepatnya menghampiri Felisya, ia menarik lembut lengan gadis itu yang sedang duduk. Mereka berjalan ke arah halaman belakang yang di penuhi oleh rumput sintetis.

Kevin memejamkan matanya lalu menarik nafasnya dalam, lalu ia hembusan lewat mulut. Tubuhnya menyamping untuk berhadapan dengan kekasihnya. Felisya hanya memandangi dengan wajah heran.

"Fel, gue ga suka ya, kalo lo deket sama Dereen, apalagi sampai pulang bareng." seru Kevin dengan tampang datar tapi menatap tajam sang empu.

Felisya alisnya bertaut, ia menoleh ke samping tepatnya jendela yang menampakan Kakaknya sedang bermain Uno. Pasti Bang Farzan yang ngadu, batin Felisya.

"Lo tau dari siapa?" tanya Felisya.

"Fel, temen gue di luar sana itu banyak," ia menjeda ucapannya, lalu menatap tajam Felisya untuk mengintrogasi. "Sekarang gue tanya, kenapa lo pulang sama Dereen?" tanyanya ketus.

Felisya memutar matanya malas, lalu berdecak. "Ck, bukannya lo gamau anter gue Kevin!"

"Lo suka sama Dereen?" tanya Kevin rahangnya mengeras.

Tak ada jawaban, hening. Felisya harus bersikap seperti apa? Apa harus membohongi perasaannya sendiri? Apa harus menjaga perasaan kekasihnya? Jujur sebenarnya ia tidak mau menjawab pertanyaan ini namun tatapan mata elang Kevin yang menusuk seolah sedang menunggu jawaban darinya.

Luka hati FelisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang