18. Luka untuk keduanya

31 4 0
                                    

Jangan lupa untuk di vote, komen.

Selamat membaca semua semoga suka
Aamiin...

happy reading all

***

Memasuki gerbang sekolah dengan suasana yang sepi, melewati lorong-lorong yang dihiasi cahaya redup. Felisya memasukkan kedua tangan ke dalam cardigan berwarna hijau pastel saat udara dingin menusuk pada kulitnya yang putih pucat, langkah kaki ia percepat menaiki tangga menuju kelasnya paling ujung.

Napasnya tersengal-sengal tidak teratur seperti detak jantungnya saat ini, hendak membuka knop pintu, lebih cepat pintu itu terbuka menampilkan pemuda yang berdiri diambang pintu dengan sapu di tangan kanannya. Alvaro mengerutkan dahinya bersamaan dengan Felisya membuang napasnya kasar.

"Kenapa, Fel?" tanya Alvaro, mengedarkan pandangannya ke sekitar lalu tatapan itu kembali pada Felisya. "Kaya dikejar setan aja."

"Udah beres piketnya? Maaf ya gue telat lagi," ucap Felisya tanpa menjawab pertanyaan dari Alvaro. Merasa tidak enak sebab minggu kemarin saja ia terlambat melakukan kewajiban sebagai siswi, dan alhasil ia didenda.

"Lo ga salah, gausah minta maaf. Gue aja kepagian datangnya. Jadi tinggal dipel doang ko."

Felisya mengangguk pelan. "Oke, nanti gue pel." setelah mengucapkan pintu, ia masuk ke kelas lalu duduk di bangkunya.

Alvaro menyimpan sapu dibalik pintu kemudian menghampiri Felisya dan duduk di depan meja gadis itu. "Nyari apa sih?" ia memanjakan lehernya ketika Felisya membuka tas lalu merogoh seperti mencari sesuatu.

Felisya menoleh sekilas. "Hp gue, apa ketinggalan ya?" ia menaruh semua barang yang ada di tas ke meja, hingga tas itu kosong.

"Coba ingat-ingat lagi, Fel." ujar Alvaro lalu menyodorkan ponselnya. "Coba telepon."

Felisya menerimanya, kemudian ia mengetik di papan keyboard menulis nomor yang akan dihubungi. Akhirnya, setelah dua kali teleponnya baru tersambung, Felisya meletakkan ponsel tepat pada telinganya.

"Hallo Mah, ini Felisya."

"Loh, hp mu ketinggalan, Fel?" tanya Sinta diseberang sana.

Pagi tadi ia terlalu buru-buru hingga melupakan ponselnya di meja makan, saat sedang sarapan bersama keluarganya, Darma membuka obrolan tentang pertunangan malam tadi dan hubungannya dengan Kevin untuk diakhir. Jujur tentang perjodohan ini Felisya sangat senang, tapi disisi lain ia sudah membuka sedikit hatinya untuk orang baru dan akhirnya seperti ini. Takdir seperti mempermainkannya.

Dan ditengah percakapan yang membuat dirinya benar-benar ingin pergi dari meja makan, muak mendengar gerutuan dari Papanya. Suara bel memecah keheningan. Felisya yang membuka pintu menampilkan Pemuda bermata teduh, senyuman Dereen terbit seperti bulan sabit yang menerangi langit malam. Setelah itu Felisya pamit berangkat walaupun mentari belum sepenuhnya tampak.

"Iya, Mama titip hpnya ke Papah ya-"

Tut tut

"Hallo?" Felisya hendak mengklik tombol hijau untuk menghubungi lagi, namun notifikasi singkat membuat ia mengurungkan niat.

Pulsa anda tidak mencukupi panggilan, silahkan isi ulang kembali.

Melihat notifikasi itu Felisya menghela nafasnya berat, kemudian mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya. "Maaf, pulsa lo abis. Nanti gue isi deh," tutur Felisya.

"Ga usah, santai-"

Felisya, Alvaro, dan beberapa murid yang sudah sampai di kelas, mereka menoleh ke arah suara tepat di pintu saat Lina dan Gita memasuki ruangan sembari menyanyi dengan suara yang lantang, menggema di ruangan kelas. Mereka berdiri membeku diambang pintu, ketika mata mereka beradu, hening beberapa saat. Lina dan Gita kemudian merubah mimik wajahnya seolah tidak terjadi apa-apa lalu melenggang masuk.

Luka hati FelisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang