"Lo ngapain?"
"Nemenin lo?" Hasya malah balas bertanya. Alis laki-laki itu terangkat sebelah. Tetapi senyum terulas pada bibirnya. "Gue udah bilang mau temenin lo biar nggak sendirian, kan?" lanjutnya lagi.
Tara terperangah.
Memang sih Hasya pernah bilang begitu, tapi Tara tidak muluk-muluk berharap. Malah, menurutnya akhir-akhir ini Hasya sudah sering menemaninya. Mulai dari makan siang bareng, nungguin kalau Tara pulang lebih lama, bahkan yang di luar prediksi, Hasya yang biasa jalan kaki sampai mau-maunya naik MRT hanya untuk antar Tara ke kosan.
Tolong yang terakhir itu digaris bawahi. Hasya yang notabene biasanya dari kantor ke apartemennya sendiri saja jalan kaki, tapi kemarin ini mau naik MRT dan menggunakan kartu uang elektronik untuk pertama kalinya!
Tara sempat meledek betapa noraknya laki-laki itu. Tapi tak dipungkiri, tingkah Hasya yang sampai segitunya sukses bikin Tara merasa bingung dan senang sekaligus.
"Iya, tapi lo mau nungguin gue sampai selesai misa?" ujar Tara bingung. Tangannya menunjuk gedung Katedral yang hendak dimasukinya. Matanya berkedip cepat. "Lo nggak masuk buat ikut misanya kan?"
"Gue tungguin di luar," kata Hasya seraya mengangkat bahu sekilas. "Lagian, banyak jajanan juga tuh gue lihat."
"Emang lo mau jajan?" tanya Tara tak percaya.
"Nggak tau, sih. Gue bawa air." Hasya mengangkat tumbler yang dibawa-bawanya. "Ra, don't worry about me."
"Gimana gue nggak khawatir sih, Sya? Lo munculnya kecepetan!"
"Yaelah, namanya gue mau kasih lo surprise!"
"You did surprise me!" Tara menjeda, mengambil napas. "Misanya baru mulai setengah sembilan. Selesainya setengah sepuluh. Lo ngapain sejam—"
"Yaelah, sejam itu nggak berasa, Ra. Trust me." Hasya menyela. Tetapi nadanya kalem. "Gue tungguin."
"Entar kalo lo bosen gimana?"
Hasya tertawa. "Paling ngobrol bareng abang-abang bakpau, tuh," ujarnya menunjuk tukang bakpau yang berjualan tak jauh dari pagar Katedral. Kemudian, "Eh, itu bakpaunya halal, kan?"
Refleks, Tara menyemburkan tawa kecil. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk. "Iya, kalo itu pasti halal, Sya. Mie ayam yang di situ juga halal. Abang-abang starling—"
"Gue juga tau abang-abang starling pasti halal, Tara," potong Hasya, tersinggung. "Ya udah, lo udah lihat, kan? Gue nggak bakal bosen. I can survive."
"Lo kenapa random banget, deh? Kalo lo bilang, gue bisa misa online aja, Sya! Atau, ikut yang entar sore!"
"Because we've been friends all these times, tapi gue cuma tau lo sama Rawi bukan muslim. Lo berdua ucapin Idulfitri dan Idul Adha ke gue. Ngasih gue bingkisan kue-kue Lebaran—"
"Itu kan emang gunanya temen, Sya." Kepala Tara menggeleng-geleng.
"Apart from that, I also want to know you better. Lo pernah nungguin gue salat. Sering banget, malah. Sekarang, gue nungguin lo misa." Hasya tersenyum kecil. "Jadi ya, gue nggak random bangetlah, Ra. Gue punya alasan. And the reason is you."
Detik yang sama Hasya tiba-tiba menyanyikan refrain sebuah lagu. Tara tahu banget lagu itu. Dia sontak terbahak. Kepalanya geleng-geleng.
Alis Tara menukik. "Hoobastank? Really, Sya?"
"Nggaklah!" Hasya tertawa. Lalu dia mendeham. "Gue serius. Tapi emang ada misa online?"
"Ada. Siaran LIVE dari YouTube channel."

KAMU SEDANG MEMBACA
Love at Risk
Genç Kız EdebiyatıTara harus menemukan calon suaminya sebelum ulang tahunnya yang ke-31. Padahal Tara telanjur nyaman dengan Hasya, teman kantornya. Sementara, orangtua Tara maupun Hasya menentang hubungan mereka. [Spin off Love in Credit] Publish date: 23 Feb 24