Risk 11

324 66 15
                                    

Tara tidak tenang. Kalau orang lain bisa lebih tenang selama misa berlangsung, untuk kali ini Tara justru merasa sebaliknya. Dia sama sekali tak bisa tenang. Jantungnya berdebar keras. Tubuhnya kaku bagai robot. Bahkan, Tara tak berani menengok ke arah kiri sampai pada saat salam damai.

"Salam damai, Mam." Tara mengulas senyum dipaksakan kepada ibunya yang duduk di sebelah kiri.

"Jangan blokir nomor WA Mama lagi." Mata Asty menyipit tajam. Ada sekilas penekanan pada suaranya. "Sekalian, kenalin Mama sama temen kamu itu!"

Refleks, Tara menelan ludah. Tanpa dicegah, tangannya mulai menyobek-nyobek tisu yang diremasnya dari tadi.

Kalau sebelah kirinya adalah mamanya, maka Yudha berada di sebelah kanannya. Laki-laki itu menepati ucapannya sebelum misa dimulai.

You jump, I jump.

Semestinya Tara merasa sedikit lebih relaks. Sayangnya tidak bisa. Walau Yudha standby di sana, Tara masih gelisah. Malah, sebenarnya dia tambah stres lantaran ucapan mamanya barusan. Sudah diduga, wanita itu pasti tertarik kepada Yudha.

Kalau saja pintu ke mana saja beneran ada. Tara ingin kabur dari tempat duduknya. Langsung menemui Hasya, lalu secepatnya pergi dari tempat itu, sepertinya ide yang sangat menggoda. Atau, apapun yang bisa membawanya pergi dari situ biar tidak usah meladeni ibunya.

"Relaks, Ta." Suara rendah Yudha menembus kegelisahan Tara.

Otomatis kepala Tara menoleh sedikit. "Kelihatan banget aku gelisahnya ya?" bisiknya pelan.

Yudha melempar senyum tipis dan mengangguk.

"Kalo aku pulang sekarang, bisa nggak ya, Mas?" tanya Tara.

"Bisa aja, tapi kamu yakin?"

"Temenku ada di luar—" Tara menghela napas dan menggelengkan kepala. "Aku cuma nggak mau lama-lama di sini. Bukannya aku nggak betah di misa atau bareng kamu, Mas. Tapi Mas tau maksudku."

"Keluarga kamu?" tebak Yudha pelan. Laki-laki itu mengulurkan tangan dan menghentikan aksi Tara menyobek-nyobek tisu. Lagi, dia nyengir. "Jangan nyampah, Ta."

Tara spontan terkesiap. "Sori! Nggak sadar—"

"Nggak apa. Biar aku bersihin," sela Yudha seraya membersihkan serpihan-serpihan tisu yang dijatuhkan Tara.

Lantas, Tara menarik napas dalam-dalam. Matanya pelan-pelan memandang ke depan altar.

Tolong aku, Ya Tuhan...

Waktu satu jam ternyata lebih cepat daripada dugaan Tara. Dia bahkan sudah berdoa secepat mungkin, tapi tak disangka ibunya jauh lebih cepat. Belum sempat Tara keluar dari barisan bareng Yudha, ibunya sudah menatapnya. Mata ibunya berbinar-binar. Senyum di bibirnya entah gimana sukses bikin tubuh Tara berjengit. Ibunya tersenyum seperti tokoh antagonis di film-film.

Sialan.

"Buru-buru ke mana, Tara?" tanya Asty.

"Nggak buru-buru kok, Mam," kilah Tara. Telapak tangannya mulai keringat dingin.

Kepala Asty dimiringkan. "Kamu nggak kenalin Mama sama temen kamu itu?"

"Ah!" Tara menoleh dan mencolek lengan Yudha. "Mama, ini Mas Yudha."

"Yudha, Tan." Yudha menjabat tangan Asty. Seulas senyum mempesona terulas padanya.

"Asty. Mamanya Tara," ujar Asty memperkenalkan diri dengan senyum pasta giginya. "Nak Yudha kenal Tara dari mana?"

"Ketemu di MRT, Tan," jawab Yudha enteng. Kemudian melirik Tara. "Pertemuannya lumayan berkesan. Ya kan, Ta?"

Tara tertawa. Kaku.

Love at RiskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang