Tara mengulurkan kartu kreditnya ketika belanjaannya selesai dihitung.
Entah ada pengaruh besok weekend atau tidak, tapi FoodHall ramai banget malam itu. Tara nunggu lumayan lama sebelum gilirannya tiba di meja kasir.
Jam di tangannya menunjukkan masih pukul delapan, tapi Tara sudah ngantuk tak tertahankan. Rasanya ingin cepat-cepat rebahan.
CARD DECLINED.
Rasa kantuk Tara langsung lenyap. Matanya membeliak dan nyaris tak berkedip begitu melihat tulisan muncul di mesin EDC.
"Kartunya declined, Kak. Ada kartu lain, Kak?" Mbak-mbak bagian kasir menatap Tara.
Ada KTP, member gym, timezone yang sudah lama tidak dipakai, member rumah sakit, member coffee shop, serta debit.
"Sebentar ya, Mbak." Tara merogoh kantong celana panjangnya dan buru-buru membuka mbanking. "Bisa pakai QRIS, kan?"
Tara berusaha stay cool.
Terus terang, melihat total belanjanya, Tara tidak yakin nominal di rekeningnya ada sejumlah itu.
Gajian akhir-akhir ini rasanya seperti bercanda.
"Bisa, Kak." Wajah mbak-mbak kasir yang sempat muram, berubah cerah lagi.
Tara segera putar otak agar belanjaannya yang super banyak itu tidak bikin malu dirinya karena tak sanggup bayar. Atau, bikin si kasir keki.
Pupil mata Tara kemudian bergerak ke arah laki-laki di kasir sebelah. Senyumnya otomatis melebar.
"Bentar, Mbak. Saya ke suami saya dulu," kata Tara menunjuk orang di kasir sebelah. Setelah mendapat lampu ijo dari mbak-mbak kasirnya, dia pun menghampiri Hasya. Senyumnya merekah lebar-lebar. "Halo suamiku."
"Astagfirullah!" Hasya terperanjat. Tangan laki-laki itu terangkat membetulkan letak kacamatanya. "Kesambet apaan lagi?"
"Aku belum bayar belanjaan," ringis Tara sambil mengedip-ngedip manja kepada laki-laki itu. Kemudian suaranya berubah pelan. "Kartuku declined."
"Yaelah, pake QRIS bisa, kan?"
"QRIS-ku nggak bisa."
"Bener nggak bisa atau nggak ada duitnya?" Kendati demikian Hasya menuju meja kasir sebelah. "Berapa total belanjanya, Mbak?"
"Dua juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah, Pak."
"Dua--hah?! Berapa?!"
Mbak-mbak kasir itu tampak bingung sekaligus menahan tawa. "Totalan belanja istrinya dua juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah, Pak. Mau bayar pake apa, Pak?"
"Kartu, Mbak," ujar Hasya menyerahkan kartu kredit kepada kasir. Kepalanya kemudian berputar ke arah Tara yang mati gaya di sebelah. "Belanja apa sih?"
"Belanja bulanan?" Tara nyengir tanpa dosa.
"Mau tanda tangan atau pin, Pak?" Mbak-mbak kasir bersuara lagi.
"Tanda tangan aja, Mbak." Hasya kembali mengurusi pembayaran.
Sedangkan Tara melempar senyum kikuk kepada Mbak kasirnya. Habis ini dia mesti siap-siap diomelin Hasya lagi.
"Kenapa nggak disatuin aja belanja istrinya, Pak?" celetuk mbak kasirnya seraya menyerahkan struk panjang hasil belanja Tara.
"Karena saya nggak tau dia belanja juga hari ini," jawab Hasya asal sambil mendelik kepada Tara.
Tara refleks menyeringai. Tak disangka Hasya halus banget merespons pertanyaan mbak kasirnya. Padahal belanja bareng.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love at Risk
ChickLitTara harus menemukan calon suaminya sebelum ulang tahunnya yang ke-31. Padahal Tara telanjur nyaman dengan Hasya, teman kantornya. Sementara, orangtua Tara maupun Hasya menentang hubungan mereka. [Spin off Love in Credit] Publish date: 23 Feb 24