Risk 09

312 64 11
                                    

Tara sudah berusaha konsentrasi. Tetapi Hasya yang duduk di sebelahnya malah diam-diam mancing emosi. Kaki laki-laki itu sengaja menginjak kakinya di bawah meja.

Refleks, Tara membuka ponsel. Saat itu mereka sedang berada di ruang meeting. Bosnya sedang sibuk berbicara dengan Rawi serta head account lain.

Tara: kaki lo bisa jangan usil nggak?

Usai mengirim pesan, Tara melirik Hasya yang merogoh kantong celana. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Tatapannya sengja beralih ke arah lain.

Tak berselang lama, ponsel di tangannya bergetar pendek. Tanpa berusaha menahan diri, Tara segera membuka balasan Hasya.

Hasya: emang kaki gue ngapain?

Refleks, Tara mendelik. Alih-alih tampak bersalah, Hasya justru memasang wajah tanpa dosa. Bahkan dengan santainya laki-laki itu berdeham sambil memainkan pulpen di tangan.

Tara: 😤😤

Kekehan pelan Hasya terdengar. Seketika itu juga, Tara tak sanggup menahan seringaian di bibirnya.

Tara akui tingkahnya dan Hasya absurd. Apalagi di tengah-tengah meeting. Dalam hati, Tara agak menyesal karena duduk di sebelah Hasya. Laki-laki itu membuatnya agak kewalahan. Tingkahnya yang kadang nyebelin, kadang manis sukses membuat Tara tak bisa bertingkah normal.

Meeting itu selesai tak lama kemudian. Begitu keluar ruangan, Tara langsung menggebuk lengan Hasya dengan folder tebal yang dibawanya.

"Lo bener-bener ya!" omel Tara keki.

"Sakit, Ra!" protes Hasya sambil elus-elus lengan, tapi bibirnya mengulas senyum. "Emang apaan, sih?"

"Hari ini gue pake sepatu Charles & Keith!" Tara menunjuk sepatunya. "Kesayangan gue, nih! Lo malah injek-injek seenaknya! Emang lo mau ganti? Beliin yang baru?"

Wajah Hasya berubah masam. "Ogah, Ra," tolaknya. "Tapi kalo lo mau makan siang bareng gue, bisa dibicarakan."

Mendengar itu Tara langsung mendengus dan memandang ke tempat lain. Pipinya mulai bersemu.

Hasya sialan! Laki-laki itu bikin emosi naik-turun. Meski begitu, pipi Tara juga agak pegal saking kebanyakan senyum dari tadi.

Sejak ucapan Hasya malam itu, Tara sadar ada yang berubah dari hubungannya dan Hasya. Walau kadang Hasya masih suka usil, tapi entah gimana Tara merasa hubungan mereka jadi lebih... akrab?

"Bisa banget lo modusnya!" decak Tara. Matanya kemudian mengerling. "Tapi boleh, deh. Sushi, ya?"

"Yang penting halal aja, Ra."

"Siap!" Kepala Tara celingak-celinguk. "Ngomong-ngomong, Rawi mana? Dia nggak makan siang?"

Namun tak disangka, Hasya justru meraih tangannya dan menariknya agar melangkah lebih cepat. Napas Tara sontak tertahan sesaat.

"Paling entar Rawi makan bareng Rhysaka," ujar Hasya menenangkan. "Gue cuma traktir lo ya, Ra. Jangan aneh-aneh ngundang Rawi, terus lama-lama sekantor lo ajak juga. Bisa-bisa gue dililit utang sampai akhirat gegara nggak bisa bayar!"

Tawa Tara pecah. Tak urung dia menyamai langkah dengan Hasya. Matanya berkedip-kedip. "Abis makan sushi, boleh beli es krim Godiva, nggak?"

"Boleh. Beban ditanggung sendiri," angguk Hasya. "Ogah gue beli es krim nyerempet seratus ribu sebiji!"

Bibir Tara langsung manyun. Tapi apalah yang diharapkannya? Sisi murah hati Hasya ibarat limited edition!

"Entar gue zuhur dulu ya, Ra," imbuh Hasya saat menunggu lift. "Lo duluan pesen aja."

Love at RiskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang