"Heh, ayo balik! Betah, nih?" Sindiran Hasya mengagetkan Tara yang masih terduduk di kursi.
"Ternyata betah," angguk Tara jujur seraya beranjak dari kursi.
Dalam hati, Tara kaget juga bisa betah dan fokus mendengarkan conferences. Boro-boro, bisa duduk anteng tanpa ngecek jam saja sudah dibilang mukjizat. Tara biasanya langsung resah kalau diam kelamaan di acara-acara yang membosankan itu.
Namun tadi, Tara beneran betah. Padahal conferences yang didatanginya kali ini tak jauh berbeda dengan yang lain. Topik, penyelenggara, tempat, dan pembicaranya saja yang berbeda.
Pembicara hari ini emang beda, sih, batin Tara mengakui sambil senyam-senyum.
Mungkin ada efek melihat Yudha sebagai keynotes speaker di panggung tadi. Penyampaian laki-laki itu terdenger menarik dan sopan di telinga sampai bikin Tara fokus seratus persen.
Tara malah tak bisa berhenti mengalihkan pandangan dari Yudha yang duduk di panggung dengan balutan kemeja batik lengan panjang.
Tara kemudian mengintip isi goodie bag yang ditentengnya dan terkesiap saat menyadari keberadaan kemeja batik yang diuwel-uwel tadi. Matanya segera mengedar ke seantero ruangan mencari Yudha yang sempat menitipkan kemeja batik lengan pendek padanya.
"Eh, Sya. Aku mau nyari orang ben—sori!" Tara buru-buru menoleh ke sosok yang tak sengaja ditabraknya. "Aku baru mau nyari kamu!" serunya spontan. Senyum terulas lebar di bibirnya.
"Aku kira kamu lupain aku," canda Yudha.
Tara berdecak. "Nggak, kok. Hampir aja tadi," cengirnya. "Ngomong-ngomong, diskusinya menarik."
"Yes. Nggak sia-sia persiapan dari lama," respons Yudha sembari tersenyum.
"Lebay, deh!"
"Beneran. Aku merasa persiapanku terbayar seketika karena kamu dengerin sampai akhir."
Tara memutar bola mata. Namun, pipinya mulai menghangat. "Kamu nggak kelihatan kayak orang kurang persiapan. Malah, kamu menguasai banget materinya. Persiapan kamu berapa lama?"
"Practice makes perfect." Yudha seperti sedang merendah.
"Sorry, ganggu," Hasya interupsi. Sosoknya entah sejak kapan berdiri di sisi Tara. "Tapi kita mesti balik ngantor, Ra. Lupa?" tanyanya.
"Oh, iya. Sori!" Tara terkesiap. Kemudian dia menatap Yudha lagi. "Aku mau ngasih baju yang kamu titip tadi," ujarnya menyodorkan kemeja Yudha yang dititipkan sebelum acara.
Yudha mengangguk. "Oke. Makasih, Ta," ucapnya menerima uluran tersebut.
"Kayaknya aku yang mestinya bilang gitu. Makasih, Bapak Yudha atas kopi dan juga ilmunya."
"Most welcome, Bu Tara. Semoga acaranya bermanfaat buat kalian."
Akhirnya Tara melambaikan tangan sementara membiarkan Hasya menggandeng tangan lainnya. Dia mengekori langkah cepat Hasya menuju lift.
"Kamu lagi buru-buru ya?" tanya Tara begitu masuk lift. Kepalanya sengaja dimiringkan sedikit untuk melihat raut wajah Hasya.
Hasya bergumam pendek. "Ada beberapa proposal yang mesti kuperiksa, sih. Emangnya kenapa?" balasnya.
"Yakin cuma karena proposal? Bukan karena yang lain? Yudha misalnya?" cecar Tara cepat.
"Astagfirullah, kenapa kamu bawa-bawa—siapa namanya tadi?" Alis Hasya mendadak bertaut.
Seringaian lebar terulas di bibir Tara. "Yudha. Yang jadi keynote speaker itu, kan?"
"Itu orang yang sama dengan orang yang kamu ajak ngobrol tadi, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at Risk
ChickLitTara harus menemukan calon suaminya sebelum ulang tahunnya yang ke-31. Padahal Tara telanjur nyaman dengan Hasya, teman kantornya. Sementara, orangtua Tara maupun Hasya menentang hubungan mereka. [Spin off Love in Credit] Publish date: 23 Feb 24