Jeanny sebenarnya enggan, tapi akhirnya dia mengangkatnya. Mike tak melakukan basa-basi dan langsung ke pokok permasalahan.
"Ibumu dalam kondisi delusional," ucap Mike membuat kepala Jeanny berdentam sakit. "Dia terus memanggil-manggil namamu dan berusaha melukai diri sendiri."
Napas Jeanny memburu. Dia berusaha mencari pegangan, tapi pada akhirnya, dia hanya bisa menghempaskan diri ke sofa di ruang kantor Dom. Tubuhnya terasa lemas dan kakinya kehilangan tenaga. Jeanny menutup wajah dengan tangannya untuk menahan tangis panik.
"Jeanny?" panggil Mike memastikan gadis itu baik-baik saja.
"Y-ya ... aku mendengarkan," balas Jeanny menarik napas dalam.
"Kau di mana? Aku akan menjemputmu. Kakimu masih sakit, 'kan?"
"A-aku masih di kantor. Aku akan minta Dom untuk mengantarkan."
Terdengar hening. Mike tidak langsung membalas. Rasa ragu dan tidak senang menggantung di benaknya tapi akhirnya dia berkata, "Baiklah, aku tunggu sambil memantau keadaan. Para suster sedang menangani."
Jeanny mengangguk tanpa sadar walau Mike tidak dapat melihatnya. "A-aku akan segera ke sana. Te-terima kasih, Mike. Please, beri tahu aku jika ada perkembangan."
"WIll do."
Sambungan diputus, meninggalkan Jeanny yang merasa goyah dan putus asa. Dia harus bertemu dengan ibunya sekarang. Akhirnya, walau masih merasa lemah, Jeanny berhasil berdiri dan berjalan menuju ruang rapat, tempat di mana Dom berada.
Di depan pintu kaca buram itu, Jeanny kembali goyah.
Haruskah dia mengganggu Dom di saat penting seperti ini?
Jeanny yakin Dom di dalam sedang membahas rencana-rencana bernilai jutaan dolar yang akan menyangkut kasino dan investasi. Masalah Jeanny terasa begitu remeh bila dibandingkan dengan apa yang sedang ditangani oleh Dom. Ibunya memang penting bagi Jeanny, tapi dia tidak yakin bila harus menunggu Dom karena masalah itu. Bahkan ini bukan pertama kalinya Margareth mengalami serangan panik seperti ini. Rasa khawatir bercampur kalut membuat pikiran Jeanny penat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah suara membuat gadis itu menoleh.
Seorang wanita berambut pirang bergelombang dengan balutan busana kantor mahal berdiri di hadapannya sambil memegang tablet. Bibirnya yang penuh berwarna merah sementara mata birunya menatap rendah ke arah Jeanny. Bahkan saat Jeanny memperhatikannya, dia dapat melihat wanita itu menaikkan ujung bibirnya dalam senyum yang menghina.
Jeanny seakan dapat membaca ekspresi itu.
"Mainan baru Dom yang tidak tahu diri."
Gadis itu menelan ludah. Pikirannya sedang mempermainkannya. Bahkan jika benar, orang itu tidak berhak untuk menghakiminya.
"Aku ingin bertemu dengan Mr. Petrov," jawab Jeanny berusaha tampil meyakinkan.
"Oh, ada keperluan apa?" tanya wanita itu sambil melenggang anggun mendekati pintu.
Jeanny menghela napas, bergelut dengan prinsipnya sendiri. Haruskah dia berbohong atau berkata jujur? Jika berkata jujur, wanita di hadapannya itu akan makin memandangnya rendah, tapi jika bohong, Jeanny tidak bisa.
"Ada hal penting yang harus kusampaikan," balas Jeanny mengangkat kepalanya tinggi berusaha tampil percaya diri. Dia memutuskan untuk tidak berbohong tapi juga tidak berkata jujur. Yang akan dia sampaikan memang penting, setidaknya penting untuk dirinya. "Aku adalah PA Mr. Petrov yang baru."
Wanita itu tertawa pelan. Tawa merdu yang menggoda. Setiap pria pasti akan tergoda dengan cara tertawanya.
Apakah termasuk Dom?
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] The Naughty Daddy [AGE GAP WARNING]
Romance🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung Sendiri. Kamu sudah diperingatkan] Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani mengganggunya. Lengan kukuh dengan kekuatan yang mampu...