Jeanny menoleh ke arah Dom, tertegun. Namun apa yang dikatakan oleh Dom berikutnya membuat Jeanny terdiam.
"Jeanny adalah Personal Assistant-ku. Dia adalah milikku. Aku yang bertanggung jawab atas kehidupan," lanjut Dom sambil memeluk Jeanny di bahu, menunjukkan keposesifannya. Nada suaranya angkuh, menunjukkan otoritasnya.
Ada rasa kecewa yang menyusup ke dada Jeanny ketika menyadari bahwa Dom hanya menganggapnya sebagai karyawan. Gadis itu menahan napas.
Mengapa dia merasa kecewa? Apakah itu berarti dia berharap sesuatu?
Wajah Jeanny memanas, tapi dia berusaha menahannya dengan menarik napas panjang. Apa yang dia harapkan tidak penting. Dia hanya perlu fokus pada penyembuhan ibunya.
Mike menimpali Dom dengan sebuah senyum ramah yang tenang dan santai. Jika bersama Dom membuat jantung Jeanny berdebar, melihat Mike, membuat Jeanny merasa lebih damai..
"Tapi Jeanny adalah seorang individu, Mr. Petrov," jawab Mike kalem. Dia membuka kacamata dan membersihkannya sebelum memakai benda itu kembali, membuat matanya yang berwarna hijau gelap terlihat lebih jelas di balik lensa. "Dia bukan milik siapa pun dan saya rasa, saat ini tempat terbaik Jeanny adalah berada di samping ibunya."
"Bagaimana dengan makanan dan tempat tinggal?" balas Dom tidak kalah sengit. "Kau memintanya tinggal di kamar yang tidak memiliki tempat tidur layak? Aku bisa membawanya tinggal di hotel bintang lima terdekat dan memberikannya makanan termahal."
"Bukan berarti bahwa Jeanny harus meninggalkan ibunya, Mr. Petrov." Mike tetap mempertahankan ketenangannya. Tidak ada perubahan intonasi dari suaranya. "Jika Anda ingin memberikan akomodasi dan makanan yang layak bagi Jeanny, bukankah itu hal mudah bagi Anda? Anda bisa meminta pengurus tempat ini untuk memasukkan satu tempat tidur tambahan dan Anda bisa memesan makanan untuk diantar ke mari."
Alis Dom berkerut tajam penuh ketidaksukaan pada Mike yang masih melanjutkan kata-katanya.
"Saya tetap berpikir bahwa Jeanny harus berada di dekat ibunya di masa-masa seperti ini."
Dom merasa Mike sengaja memprovokasi dengan menantang kuasanya. Naluri dominan Dom bergejolak di hadapan pria berkacamata yang tampak tidak terintimidasi olehnya. Dalam hati Dom bertanya-tanya apa yang membuat pengacara itu begitu tenang walah berhadapan dengan pria seberkuasa dirinya.
Apakah Mike memiliki kekuasaan lain di belakangnya?
"Jeanny, bagaimana menurutmu?" tanya Mike ketika Dom disibukkan oleh pikirannya.
Pertanyaan itu membuat Jeanny yang sedari tadi diam mengamati adu mulut dua pria matang di hadapannya, kembali sadar. Dia perlahan melepaskan diri dari dekapan Dom membuat pria itu berdecak kesal. Dom menyesal mengapa membiarkan Mike mengambil kendali dengan bertanya pada Jeanny. Harusnya Dom lebih agresif membawa Jeanny keluar dari tempat itu dan melakukan apa yang dia mau.
Jeanny memandang Dom dan Mike bergantian sebelum menghela napas. "Aku akan menemani Mommy sebentar lagi sampai Mommy sadar, setelah itu aku akan pulang."
"Kau, akan menginap di hotel bintang lima terdekat, seperti yang disarankan oleh seseorang," ucap Dom seraya memandang tajam ke arah Mike. Mike sendiri hanya melebarkan senyum membalasnya.
"Ta-tapi, aku tidak ingin merepotkan ...."
"Aku tidak merasa direpotkan, justru itu adalah fasilitas dari perusahaan untuk karyawannya yang berharga." Dom menyunggingkan senyum percaya diri sekaligus merendahkan Mike.
Lagi-lagi kata karyawan membuat dada Jeanny terasa sakit. Namun, dia memutuskan untuk tidak memikirkannya. Sesaat, gadis itu tampak bimbang. Dia memandang ke arah ibunya yang sedang terbaring sebelum akhirnya dia mengangguk. Hotel terdekat terdengar jauh lebih memungkinkan untuk segera ke SWS jika terjadi sesuatu pada Margareth dibandingkan dia harus pulang ke apartemennya.
"Terima kasih, Dom." Jeanny tersenyum penuh terima kasih pada pria berambut hitam itu.
"The pleasure is mine, Jeanny. Anything for you," bisik Dom di telinga Jeanny dengan lembut dan intim seraya menyunggingkan senyum lebarnya membuat jantung gadis itu kembali berdetak kencang. Dia segera mengalihkan wajahnya untuk mengendalikan diri.
"Ka-karena sudah malam dan Mommy butuh istirahat, a-aku harap kalian berdua bisa meninggalkan tempat ini."
"Sure. Aku akan mengirimkan kode booking hotelnya ke ponselmu. Call me if you need something," ucap Dom sebelum menoleh ke arah Mike sambil menaikkan ujung kiri mulutnya, membentuk senyum menghina.
Mike tidak terprovokasi. Dia mengalihkan pandangnya ke Jeanny sambil tersenyum simpatik. "Let me know if there is something happen."
Sang suster membukakan pintu kepada Dom dan Mike yang melangkah keluar dari ruangan sederhana itu, meninggalkan Jeanny yang terduduk di kursi di samping tempat tidur Margareth. Mike dan Dom seperti minyak dan air. Walau tidak pernah bertengkar secara terbuka, Jeanny dapat merasakan aroma permusuhan dari Dom pada Mike.
Jeanny menghela napas ketika suster kembali datang dan mengganti infus Margareth setelah memastikan Dom dan Mike pergi. Dalam diam, dia melihat wanita itu mencabut selang dari botol sebelumnya dan menusuknya ke botol baru dengan cekatan. Jeanny begitu berterima kasih pada Dom yang memberikan seorang suster untuk membantu menjaga sang ibu. Dengan demikian, Jeanny tidak lagi khawatir bila Margareth lolos dari pengamatan dan berujung pada melukai diri sendiri.
Tangan gadis itu menggengga, tangan Margareth yang terkulai lemah. Dia mengucapkan doa dalam hati berharap ibunya segera membaik. Bertahun-tahun bertarung melawan penyakit mental membuat wajah Margareth terlihat lebih tua dengan keriput-keriput tipis di sekitar mata dan dahi. Bahkan tangan yang digenggam oleh Jeanny terasa kurus dan rapuh. Jeanny berharap, suatu ketika, Margareth bisa sembuh dan mereka dapat menjalani hubungan ibu anak senormalnya.
Jeanny tersenyum tipis mengingat hal itu. Suatu ketika di masa depan ....
Dengan harapan itu, Jeanny kembali membaringkan kepalanya di samping Margareth dan menutup mata, mencium aroma lembut yang menguar dari tubuh Margareth, bau sabun mandi yang dipakai sang ibu sejak Jeanny masih kecil. Wangi yang membuat Jeanny merasa tenang, mengingat masa-masa di mana Margareth masih memeluknya dalam gendongan dan menyanyikan nyanyian nina bobo.
Sesaat sebelum Jeanny terlelap, dia kembali teringat pada ucapan Dom yang berkata bahwa dia hanyalah pegawainya.
Hanya sekadar pegawai?
Lagi-lagi dada Jeanny berdenyut sakit.Hubungan mereka hanyalah sebatas itu?
Ada rasa tidak rela didalam benak Jeanny tapi sebelum dia sempat memikirkan lebih jauh, rasa kantuk sekali lagi menerjangnya.
Question's Time:
💋 Apa bener nih, Dom ga suka Mike?
💋 Kalau kamu jadi Jeanny, kamu bakal nurut sarannya Dom atau Mike?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Holy Kiss,
💋
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] The Naughty Daddy [AGE GAP WARNING]
Romance🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung Sendiri. Kamu sudah diperingatkan] Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani mengganggunya. Lengan kukuh dengan kekuatan yang mampu...