29 - Daddy Tough Body - Bad but Sexy Influence

564 33 0
                                    

Jeanny tak pernah menyangka sosok yang baru saja membuka pintu. Di sebuah kamar yang diterangi lampu kuning lembut, Jeanny tercengang. Ekspresinya kontras dengan kamar sunyi yang dihiasi suara alat medis lembut, mengiringi detak jantung yang stabil.

"Kau serius?" Jeannya memandang Dom hanya memberikan senyum penuh percaya diri. Ketampanannya semakin membuat perempuan itu berdebat tak karuan.

Bagaimana tidak?! Seorang perempuan berpakaian serbaputih dengan senyum hangat mengambang di wajahnya, melangkah masuk. Tampak sangat profesional.

"Selamat sore, Miss Valentine. Saya suster Anna, suster pribadi yang akan membantu merawat ibu Anda malam ini dan ke depannya jika Anda izinkan," ujarnya lembut.

Jeanny, masih dengan kebingungan yang tersisa, berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya. "Suster pribadi? Aku tidak mampu membayar gaji suster pribadi." Perempuan itu ingin berpikir kalau Dom memang akan membiayai semua, tapi rasanya terlalu lancang beranggapan demikian. Dirinya sudah sangat merepotkan. Karena itu Jeanny merasa dia tetap harus memastikannya.

Dom merengkuh bahu Jeanny intim. Bibir tegasnya mendekat ke telinga Jenny dan langsung membuat hati perempuan itu melompat tak karuan.

"Honey, aku harap kau tidak keberatan," bisik Dom dengan suara rendah yang sangat seksi. Terdengar halus, tapi menggoda. "Aku pikir kau harus istirahat. Kau sudah terlalu lama menjaga ibumu sendirian. Belum kerja denganku yang pastinya tidak mudah."

Dom mempersilakan Suster Anna masuk. Dia menggeser tubuh dan membimbing Jeanny mendekat ke kasur tempat Margareth terlelap. Aura kepercayaan diri memancar dari setiap gerakannya. Senyum tipis Dom selalu berhasil membuat jantung Jeanny berdetak lebih cepat.

"Aku selalu merepotkanmu. Aku...."

"Aku hanya ingin membantu," bisiknya serendah desau angin malam. "Kau tidak perlu melakukan ini sendirian. Lihat, Margareth sedang terlelap. Suster Anna pasti bisa menjaganya."

Jeanny merasa hatinya meleleh. Meski tak pernah terang-terangan, Jeanny selalu memimpikan kasih sayang seperti yang Dom berikan kepadanya. Cinta dan perlindungan yang tak pernah dimilikinya.

"Ibumu pasti bangga memiliki putri sekuat kau," lanjut Dom dengan mata yang tidak lepas dari Jeanny. "Kau sudah banyak berkorban, Honey."

Jeanny yang biasanya selalu kuat, kini merasa tubuhnya lunglai. "Dom, aku..."

"Shh...," Dom menempelkan jari telunjuknya di bibir Jeanny. "Malam ini, biarkan aku yang menjagamu dengan caraku. Biarkan suster Anna yang merawat ibumu. Kau akan istirahat bersamaku."

Sejenak, kalimat Dom tadi bergerak liar di kepala Jeanny. Beristirahat berdua ... di atas kasur....

"Ayo kita makan. Aku tidak ingin membuat perutmu kosong lebih lama."

Kalimat Dom membuyarkan khayalan Jeanny yang makin menggila.

"Th-thank you, Dom," akhirnya Jeanny bisa berbicara terbata malu-malu. "A-aku tidak tahu harus berkata apa."

"You don't have to say anything," jawab Dom sembari merengkuh jemari halus Jeanny dan mengecupnya. "I'm here for you, Honey. Always."

Perkataan Dom melempar kenangan akan kasih yang sempat hilang. "Kau tahu," Jeanny merasakan suaranya bergetar, "Ibuku juga selalu ada di sisiku. Dia... dia selalu berjuang keras di masa lalu."

"Hidup kami berat. Sangat berat." Jeanny menatap Margareth dan tersenyum pedih. "Meski depresinya kambuh, dia tetap berusaha keras bekerja. Mendapatkan uang untuk kami berdua. Dia tidak pernah berpikir untuk membuangku. Sama sekali tidak." Jeanny berdeham mencoba menahan air mata yang siap tumpah. "Dan karena aku tidak berada di sisinya, Mom malah...."

Jeanny merasa jemari kukuh Dom menarik sebelum kemudian tubuhnya langsung tenggelam dalam kehangatan tubuh pria itu. Dekapan yang lembut dan hangat. "Kau harus tahu bahwa ibumu itu ... luar biasa." Ada jeda sejenak seolah pria itu menyusun kalimat yang sesuai. "Tapi, kau juga harus jaga diri. Kau tidak boleh sampai sakit hanya karena makan tidak teratur," tukasnya tegas.

"Ternyata, meski aku tahu kalau aku harus makan, tetap rasanya tidak sanggup meninggalkan Mom sendirian."

Dom menjauhkan tubuh Jeanny lembut lalu mengangkat dagunya dengan tatapan intens. "Suster Anna sangat profesional, Honey. Ibumu di tangan yang baik. Dan kau harus makan untuk bisa terus kuat di sampingnya."

Ada kehangatan dalam kata-kata Dom yang membuat Jeanny melayang. "Aku... mungkin memang perlu udara segar."

Senyum Dom melebar, seolah dia telah menang dalam sebuah pertarungan yang tak terucap. "Itu putusan yang bijak. Ayo, aku temani kau makan."

Jeanny merasa beruntung, di tengah badai yang menghantam, dia menemukan pelabuhan yang aman dalam diri Dom. Gestur-gestur jantan Dom, cara dia selalu memperlakukannya dengan kelembutan dan perhatian, membuat Jeanny terjerat.

Mereka berdua berdiri, Dom dengan lembut melepaskan genggaman tangan Jeanny untuk memberinya ruang bergerak.

Baru saja keduanya keluar di lorong ruang rawat, langkah keduanya terhenti.

"Kenapa kau di sini?" tanya Mike, suaranya mencoba terdengar tenang, tapi jelas ada gema ketegangan.

Dom merespon dengan nada yang tak kalah dinginnya. "Menemani Jeanny tentu saja," balasnya. "Karena dia sendirian."

"Aku yang memanggilnya ke sini. Dia tidak sendirian!" Senyum manis Mike tetap terasa menyerang.

Jeanny, yang berdiri gugup di antara mereka. Perempuan itu merasa bulu kuduknya meremang. Dia bisa merasakan tekanan di udara, seperti badai yang siap pecah.

"Menjauhlah dari Jeanny! Kau membawa pengaruh buruk!" Mike memasukkan tangan ke saku celananya. Namun, jelas sikapnya sangat penuh kewaspadaan.

"Apa karena aku adalah pemilik kasino dengan banyak wanita seksi di dalamnya, kau menilaiku begitu? Jeanny pekerja kesayanganku dan dia merasa suasana kerja di kasinoku sempurna. Bukan begitu?"

Jeanny gelagapan mendengar pertanyaan mendadak Dom. Atmosfer di koridor ruang rawat itu menjadi sangat tegang. Perempuan itu merasa terjepit, bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Di satu sisi, dia tidak ingin menyakiti siapa pun; di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan perasaan hangat yang tumbuh di hatinya setiap kali berada di dekat Dom.

"Tolong ... Mom sedang beristirahat. Tak bisakah kita bicara baik-baik?"

Jeanny kini menatap kedua pria tampan di hadapannya penuh permohonan. Matanya berkaca-kaca dengan gigi seri yang menggigit bibir.

Pandangan yang mampu membuat kedua pria matang di hadapannya terdiam.

Pandangan yang mampu membuat kedua pria matang di hadapannya terdiam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Question's Time:

💋 Menurutmu apa Dom memang pria baik-baik?

💋 Kenapa Mike posesif sama Jeanny?

💋 Pengaruh buruk apa sih yang dimaksud Mike?

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!

Holy Kiss,

💋

[END] The Naughty Daddy [AGE GAP WARNING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang