Aku duduk di balon seperti meditasi yang sering di lakukan adik kecilku, ternyata merokok di balkon dan merasakan angin sangat menenangkan. walau aku bukan perokok tapi melihat adik kecilku seorang perokok rasanya aku akan mengimbanginya. setidaknya aku bisa merokok bersamanya nanti, ketika semuanya sudah baik-baik saja.
aku percaya jika kelak Rai akan mencair jika terus di hangati, aku ingin menjad hangat untuknya, aku ingin adik kecilku kembali. menatap kembali foto saat aku menggendong bayi mungil di gendonganku saat usiaku 13 tahun, rasanya aku sangat kagum dengan pertumbuhan bayi kecilku itu, ia sudah dewasa dan bisa protes atas tragedi yang terjadi.
merafalkan kata maaf selama ini bagai tidak ada artinya, mungkin jika bukan karnaku yang mengungkap jati diriku saat itu, adik kecilku tidak mungkin di titipkan kepada sahabat papaku agar di didik menjadi manusia yang baik-baik saja dan hidup normal. sampai saat keributan mulai terjadi saat dia tumbuh dewasa, saat dia sudah bisa marah dan melarikan diri, saat dimana dia di beri arti bahwa kehidupan tidak semudah meredamkan api amarah.
saat kami mencarinya dan kami ketahui bahwa ia berada di tempat seorang pemilik pabrik produksi dan pengolahan minyak saat itu juga kami merencanakan untuk mengusik prusahaan itu namun kami urungkan saat ternyata senyum adik kecilku begitu merekah. saat ternyata dia di berikan fasilitas dan pendidikan, bahkan saat mendiang papaku mengajak anak buahnya bekerja sama dengan prusahaan Mela dan Mela mengenalkan adikku yang berstatus sebagai supirnya adalah anaknya kala itu, menjadikan kami agak tenang.saat aku mengetahui bahwa adikku berpacaran dengan teman sekolahnya mami langsung mencari tau siapa wanita yang begitu hebat hingga dicintai adikku, dan ternyata wanita itu memang wanita yang hebat. yang menanam dan merawat rasa cemburunya dengan baik agar di hubungan mereka tidak ada luka, bahkan saat adiku dengan sopan di paksa menikahi Mega anak Mela yang saat itu tengah mengandung, yang saat itu aku tau dunia menjadi rumit untuk adiku.
ini tentang aku dan rasa sesalku, bahkan ketika keluarga Alive mengajarkan dan mendidik Rai dengan baik sampai dia tumbuh menjadi anak yang super membanggakan, tapi seolah perasaan itu masih menhantuiku.
saat masih asik merenungi kesedihan adik yang sedang aku pikirkan itu keluar dari rumah yang tepat berada di depan rumahku, rumah yang baru seminggu aku tempati karna baru aku beli dari orang yang tidak aku kenal, sebenarnya harga yang aku berikan adalah penyebab dari berhasilnya aku mendapatkan rumah ini, biarlah pemilik rumah ini bisa membeli tiga rumah yang persis seperti ini, bagiku yang terpenting adikku begitu dekat denganku dan aku tidak perlu bersembunyi di balik bayangannya.
aku berdiri ketepian balon, kembali menghisap rokokku, rokok dengan merk yang sama dengan rokok pertama yang aku hisap, tentu saja rokok bekas Rai tempo lalu. menikmati pemandangan adikku yang sedang membongkar mobil di halaman rumah Mela"dek" aku berteriak, membuatnya menengadahkan kepalanya langsung ke balkonku, jika nanti tetangga mengatakan aku gila, sepertinya aku tidak masalah. "tangkap" aku melemparkan botol minuman dingin kearahnya, dengan kaget namun dengan refleks yang cekatan dia tetap berhasil menangkap minuman botol itu, membuatku kagum, walau harus dengan tenaga penuh aku melemparnya hingga minuman itu bisa sampai kesana.
sepertinya dia sempat menggerutu sebelum kembali mengotak atik mesin mobilnya. sudah sejak pulang dari Bali Rai tidak pernah bekerja di kantor, untung saja Lovan bisa membujuknya hingga kini ia dapat mengerjakan pekerjaannya dari rumah saja. aku yakin ini bukan hanya karna Rai adalah cucu kakek, tapi juga karna prusahaan kakek membutuhkan otak Rai.aku mengingat kembali saat mami dan papa memutuskan untuk berpisah. karna mami tidak bisa hidup selamanya dengan orang yang tidak di cintainya, walau sudah di khianati dan disakiti secara tidak langsung oleh mami papa begitu tabah dan sabar, bahkan papa tetap mencintai mami dengan tulus, karna kata papa 'cinta yang murni dan tulus hanya jatuh kepada satu orang, jika kamu melanjutkan cinta kepada orang baru itu bukan yang tertulus tapi yang terbaik' dan cinta papa jatuh kepada mamiku, walau aku merasa papa tidak beruntung tapi setidaknya sikap baik papa banyak menurun kepada Rai.
sedangkan aku tidak bisa sesabar papa, aku ambisius dan tidak begitu pandai mengendalikan emosi, aku tidak bisa bertutur kata lembut seperti papa dan aku tidak bisa sepandai Rai merenggut hati orang lain tanpa disadarinya, aku tidak pandai tetap bersikap ramah pada orang yang sudah menyakitiku seperti Rai memperlakukan aku dan Mami dengan baik sedangkan luka di hatinya tidak bisa terobati.
saat pertemuan pertama kali dengan adikku di Bali waktu lalu, saat awalnya mata itu menatap kami dengan penuh kesopanan dan senyum tulus dalam sekejap pengungkapan raut itu berubah menjadi binar kekecewaan dan senyum terpaksa. aku jadi membayangkan jika aku yang berada di posisi Rai. mungkin aku tidak akan bisa mengontrol perasaanku, adikku memiliki point plus di mataku.
aku terus menatapi Rai yang masih asik dengan mesin mobilnya, sampai beberapa menit akhirnya dia membuka minuman penambah ion yang aku berikan dan meminumnya, perasaan senang ini sangat luar biasa sampai aku tidak bisa menahan senyumku.
*****
Author pov
Malam datang, diiringi dengan tangisan Gemi yang sudah tidak sabar untuk tidur, membuat Rai harus membujuk bayi mungil itu untuk bersabar karna asi yang sedang hangatkan, sedangkan Mega masih belum kembali kekamar karna Shaly sedang berkunjung.
dilain sisi Mega yang sudah khawatir dengan Gemi masih di sibukan dengan Shaly dan Brisata yang sejak tadi tidak mengizinkan Mega naik ke atas dengan alasan membiarkan Rai mengurus Gemi seorang diri. ternyata memiliki stok ASI untuk Gemi sangat berguna dalam kondisi seperti ini.
"minimal lo jangan izinin lagi yah kalo Rai mau ketemu sama Sekar, mereka cuma pacaran dan lo sudah menikah, inget itu"
"itu egois namanya Shal"
"dalam hal kaya gini lo gak egois Meg"
"Mega benar, itu egois. mereka sudah dalam waktu yang lama dan masih harus menunggu waktu karna Rai harus menikah dengan Mega, sudah merajut hubungan yang penuh rintangan dan kesabaran wanitanya disana untuk menunggu tidak mungkin penantiannya berakhir kekecewaan"
Shaly dan Mega terdiam, Mega tersenyum setelahnya karna apa yang di ucapkan Brisata memang benar, Rai dan Sekar sudah terlalu lama, walau Mega yakin bisa membahagiakan Rai tapi tidak bisa di pastikan jika Rai akan mendapatkan kebahagiaan yang sama seperti saat ia bersama Sekar.
belum lagi Mega yakin jika keluarga Rai mengetahui jika Gemi bukanlah anak Rai. tidak mungkin pemantauan terhadap Rai sampai luput utuk mengetahui status Gemi, betapa tidak enak hatinya Mega karna Rai di buat menanggung jawabi kehamilannya hanya karna Mega enggan di tanggung jawabi oleh lelaki bajingan yang memperkosanya.
"sayang, Gemi nangis terus gak mau susu dari botol"
teriakan Rai membuat ketiganya cukup hening. bahkan Mega sekalipun tidak percaya Rai bisa teriak begitu, ah tidak. maksudnya bisa Rai meneriaki Mega dengan panggilan itu.
"aku ke atas dulu ya, Gemi kalo udah jam segini emang agak rewel" tanpa menunggu jawaban dari Shaly dan Brisata lagi ia beranjak dan naik untuk kekamar. tidak ada waktu untuk Mega mengiklarkan klarifikasi karna memang Mega juga tidak mengerti dengan Rai yang bagai air pasang surut, sangat sulit di tebak apa maunya.GEMINIONS

KAMU SEDANG MEMBACA
Geminions (END)
Teen FictionGxG. Semua berawal dari pernikahan terpaksa. Pernikahan kontrak, bahkan perceraian yang sudah diatur waktunya. Namun semua berubah, Raigemi begitu mampu memikatku. Apa aku akan berhasil mempertahankan pernikahan pura-pura ini menjadi nyata? -Megan-