40

2K 112 11
                                    

Sekar's pov

aku menyilangkan tangan didada saat aku yakin wanita yang kini berdiri di hadapanku tidak tidur semalaman, bibirnya pucat dengan mata sayu, namun aku tetap tersenyum dan tidak bisa menjaga wajah dinginku lebih lama saat matanya berbinar penuh harap, entah apa lagi yang ia harapkan dariku.

Rai, sudah pasti kapanpun ia datang menemuiku aku selalu biarsiap pasang badan, tidak pernah sedetikpun aku berusaha menghindari pertemuan dengannya, dia selalu berhasil membuatku luluh hanya dengan berada di depan mataku, walau tidak mengucapkan sepatah katapun.

"dari mana kamu semalaman?" begitu saja, begitu saja kata-kata itu menunjukan kekhawatiranku keluar dari mulutku secara terang-terangan.

aku melihatnya memijat buku tangannya, wajahnya menunduk, mungkin dia sedang menatap sendal jepit yang aku kenakan, namun aku malah tersenyum saat dia tidak berani menatap mataku, seperti dia dijaman sekolah dulu, selalu menundukan kepala saat aku bertanya 'kenapa melewatkan makan siang dan mengabaikan bekal makanan yang aku buat' atau saat aku bertanya kenapa tidak masuk sekolah tanpa keterangan?' sampai kapan dia akan menunduk setiap kali aku mengajukan pertanyaan penuh khawatirku?

aku meraih dagunya agar dia kembali menunjukan wajahnya kepadaku, dia mangangkat wajahnya, mataku langsung menatap ke matanya yang memerah, entah dia habis menangis atau mengantuk yang jelas matanya memohon kepadaku, tapi jika dia tidak mengatakan apapun aku tidak bisa mengerti apa yang ingin ia sampaikan.

"kenapa? hem" tanyaku berusaha membuatnya bersuara

karna jujur saja aku terkejut saat aku membuka pintu kamarku ia sudah berdiri didepan pintuku, sudah berapa lama ia sampai di resort ini dan sudah sejak kapan ia berdiri didepan pintu kamarku.

"udah sepuluh menit kamu cuma berdiri kaya gini aja Rai, ada apa? aku ga bisa ngerti apa yang mau kamu omongin ke aku"

"Sekar" aku menjawan dengan menikan dagu, menunggu lanjutan ucapannya, tapi dia kembali terdiam, sampai dia menegapkan tubuhnya, membuatku bingung tapi juga semakin menunggu

"jawab aku dengan serius, kamu masih mengharapkan aku ga, kamu masih cinta sama aku ga?"

sepontan aku tersenyum, bahkan tubuhku bergetar hampir tertawa, sepertinya dia sungguh-sungguh dengan pertanyaannya dan sepertinya dia sudah tau jawabannya bukan?

hanya sedang memastikan.

"menurut kamu aku masih mencintaimu ga? atau kamu ingin aku mengajukan pertanyaan itu untukmu?" jawabku sarkas, sebenarnya aku ingin sekali menanyakan itu kepadanya, namun dia menanyakan hal tidak terduga itu kepadaku.

"aku hanya memastikan kamu mau menungguku"

"menunggu?" Tanyaku bingung

"Hem, tunggu aku. aku akan menunggunkamu di Indonesia"

"aku tidak bisa pulang ke indonesia dalam waktu dekat, apa jika aku yang bertanya ke kamu, apa kamu akan menungguku, kamu akan menjawab iya?"

"tentu saja" akhirnya aku melihat senyumnya, senyum itu mengingatkanku pada saat-saat aku menerima ungkapan cintanya jaman sekolah dulu, bukankah itu sudah dalam waktu yang lama?

Ada banyak hal dari tatapan matanya. senang, sedih, lelah. entah apa yang dia ingin sampaikan kepadaku lewat tatap mata itu, yang jelas aku tau, dia tetap Raiku. aku tidak pernah menyangka dia akan kembali kepadaku sampai menanyakan perasaanku kepadanya. namun jika aku jeli, mungkin dia sedang dalam satu keputusan.

----- 

aku duduk bersama Rai di restoran yang Resort ini sediakan, aku tau ini sudah hampir siang hari aku juga tau mata Rai sudah terlalu lelah, tapi dia enggan ketika aku menyuruhnya pulang, juga tidak mau saat aku menyuruhnya tidur di kamarku, aku tidak pernah melihat Rai memiliki banyak emosi seperti ini, beragam warna emosi tergambar pada wajahnya, kadang matanya kosong namun alisnya merengut. aku enggan mengajaknya berbicara terlalu banyak, mungkin ia hanya ingin ada seseorang ada bersamanya bukan untuk banyak berbicara namun hanya agar ada yang menemani.

untuk saat ini aku akan menunggunya berbicara kepadaku, jadi aku hanya menggeser kopinya yang sejak tadi diamkan olehnya, dia mengambil cangkir kopi itu dan meminumnya, sepertinya sudah hangat, jadi dia tidak perlu meminum perlahan.

"Sayang"

"hem?" aku terkejut, sudah lama aku tidak mendengar panggilan itu dari mulutnya

"sejak awal aku tidak pernah berpikir akan menjalin hubungan lebih jauh dengan mbak Mega, semua yang terjadi di luar rencana, pernikahan sementara, menunggu anak yang di kandung mbak Mega lahir, sampai kini sudah ada Gemi, aku tidak pernah lagi mendengar rencana yang di janjikan tentang pernikahan aku dan kamu, seperti yang di janjikan di awal"

"Rai" lirihku, berusaha menghentikan ucapannya

"tapi aku sudah tidak mengharapkan perjanjian itu, ayo kita berjuang seperti sejak awal tanpa mengharapkan apapun lagi, tanpe melibatkan siapapun lagi, aku hanya ingin menggapai kita" ucapnya menunduk, tapi dari air yang menetes dari dagunya membuatku tau dia sudah menangis sejak tadi

aku beranjak dari kursi dihadapannya, memilih kursi yang berada di sampingnya lalu menggeser lebih dekat, aku menarik Rai kepelukanku. aku tidak  mengerti untuk kali ini tangisnya pecah, mungkin aku tau alasannya namun aku juga kebingungan dengan kondisi saat ini.

"kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya, termasuk saat kamu menyetujui pernikahan kamu dengan Mega, saat itu kita tidak tau apa yang akan terjadi setelahnya bukan?" aku mengeratkan pelukan, menghembuskan nafas lelah yang aku sendiri tidak mengerti kenapa aku lelah saat ini, mungkin aku telah berbagi energi dengan Rai.

"ini bukan yang aku mau sejak awal" dia melepaskan peluknya, wajah yang sudah tidak jelas rautnya menatapku, hatiku merasakan perih saat ternyata dia merasakan lukanya sendiri, bukan hanya aku yang terluka dengan kejadian ini.

"kita tidak bisa merubah apapun, tapi kita bisa memperbaiki. jadi apa yang terjadi?" tanyaku kembali menanyakan hal yang membuatnya sekusut ini.

dia menyeka air matanya, menatap dengan tatapan teduh dan mulai menceritakan apa yang terjadi, aku menyimaki ceritanya dari awal hingga akhir, aku yakin hatinya merasa bingung. dia tidak mau menyakitiku tapi juga tidak bermaksud menyakiti Mega dengan kata-katanya.

kami sedang dalam kesakitan yang berbeda.

-----

aku sakah sudah merasa terbuang dan terlupakan sejak kehadiran Mega dalam hidup Rai, ternyata kami hanya tidak bisa melihat luka yang ada didalam, hal yang tidak di obati dengan antibiotik.

aku terluka, namun Mega juga pasti terluka dengan hubunganku dan Rai. mungkin jika saja sejak awal aku tidak di pertemukan dengan Rai, Mega bisa melanjalankan takdirnya dan Rai bisa berjalan dengan takdirnya, juga aku dan takdirku, tapi takdir tidak pernah bisa di ubah sejak kita memulainya.

dahulu aku berpikir rintangan terbesar dalam hubunganku dan Rai yang jauh dari dukungan juga penuh penentangan hanyalah Restu, karna merasa rintangan terbesar itu sudah kami hadapi, aku menjadi lengah, lengah karna berpikir hubungan kami sudah seharusnya berjalan selayaknya perjuangan kami sejak awal.

kami lengah dengan perasaan orang lain yang bisa saja menyinggahi kami, saat kami berpikir badai saja kami bisa lewati bagai mana kami mundur dengan gerimis yang melanda, aku meremehkan gerimis yang masuk kedalam hubungan kami, sampai aku melupakan bahwa badai besarpun di mulai dari gerimis yang tenang.

pada akhirnya bukan hanya aku yang terluka, Rai dan Mega juga terluka. bisa kah aku melihat luka siapa yang paling besar dan menganga di antara kami, agar dengan segera kami temukan penawar luka itu, walau dalam kasus percintaan penyembuh luka adalah si pembuat luka itu sendiri.

nmun aku tidak pernah benar-bernar berharap Rai hilang dari hidupku,semakin aku merasa harus mengiklaskan Rai, semakin banyak memory saat-saat bersama Rai bermunculan, seolah otakku mengingatkan jika aku tidak akan pernah benar-benar bisa melupakan Rai.mungkin Rai juga mengingat beberapa Hal bersamaku yang membuatnya sulit memberikan sepenuh hatinya kepada Mega.

aku masih menatapi wajah tertidur Rai, wajah seperti itu yang selalu aku lihat sejak dulu, wajah damai tidak terlihat beban di wajah itu, namun akhir-akhir ini saat pertemuanku kembali dengannya terlalu banyak emosi dan kebingungan dari wajah itu.

tanpa sadar aku tersenyum menatap wajah Rai sepolos itu, mungkin dulu aku terlalu yakin dia akan tetap menajdi Raigemiku, Raigemiku yang tidak akan pernah berubah perasaannya terhadapku, namun kini menyadari hatinya telah terbagi membuatku tau manusia memiliki hati yang tidak terkontrol.

pasti Mega juga merasa tidak bisa mengontrol hatinya, pada akhirnya dia jatuh cinta kepada Rai yang sempat di benci kehadirannya, manusia selalu lemah dengan perhatian kecil manusia lain, Mega sudah mencintai Rai dalam hidupnya, sama sepertiku.

 aku merasa Rai bisa saja memilih Mega dan membangun keluarganya yang sepertinya akan sempurna, istri yang cantik, anak yang tampan dan mertua yang menyayanginya.

namun dia tetap memilih berjalan di bawah badai bersamaku.
















GEMINIOS

Geminions (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang