Bab 7

967 175 3
                                        

Anne mengembuskan rokok, menatap pada orang-orang yang sedang bercakap-cakap sambil minum di area taman belakang. Hari ini salah seorang teman Ardan berulang tahun dan mengundang sekitar tiga sampai empat puluh orang orang untuk merayakan. Seorang DJ sedang memainkan musik di sudut taman, beberapa orang menari dan sisanya tersebar. Ada pula yang duduk di pinggir kolam, kursi malas, maupun di dalam dapur yang terhubung langsung dengan taman.

Awalnya Anne sangat senang saat diajak Ardan kemari, dengan begitu bisa mengenal orang-orang kaya dengan pergaulan elite. Apalagi si pembuat pesta terkenal di kampus sebagai foto model terkenal dengan kecantikan bak peri. Saat melihatnya datang, si Fania menyambut sambil lalu. Sangat berbeda dengan Ardan, yang langsung dipeluk dan dikecup. Tadinya Anne pikir yang bersikap seperti itu hanya Fania saja tapi ternyata tidak, hampir semua yang ada di sini bersikap sama dan mengucilkannya. Tidak ada yang ramah di sini, bahkan Ardan pun asyik sendiri dan tidak mengacuhkannya.

Semua orang bergembira, tertawa, mengobrol, dan mabuk. Beberapa pasangan malah berciuman tanpa tahu malu, Fania menari dengan beberapa teman di depan DJ. Suara tawa mereka menembus keriuhan pesta. Makanan bertumpuk di atas meja, pelayan hilir mudik dengan nampan, tapi tidak seorang pun mengajak Anne bicara. Ia melirik Ardan yang terlibat obrolan seru dengan kelompoknya. Anne dilanda kebosanan yang teramat sangat.

Satu batang rokok habis terisap, berlanjut dengan batang kedua, ketiga, dan satu bungkus nyaris habis. Beberapa gelas coctail tandas, Anne merasa setengah mabuk sekarang tapi tidak berani memejam karena takut akan terlelap. Saat seorang pelayan laki-laki bertubuh tinggi melewatinya dengan nampan berisi makanan, pikirannya tertuju pada Rexton. Ia mengingat kalau laki-laki itu selama bersamanya selalu bersikap baik dan penuh perhatian, tidak pernah membuatnya marah atau kecewa. Sangat berbeda dengan Ardan yang lebih menuntut dan egois. Sayangnya Rexton terlalu miskin dan tidak jelas masa depannya. Seandainya laki-laki itu punya pekerjaan yang baik, Anne pasti akan tetap setia. Terdengar pekik tawa dan Anne terbelalak, Fania sedang merangkul Ardan dan tanpa malu-malu mengecup pipinya. Diikuti oleh tepuk tangan semua orang.

"Ciee, cieee ...."

"Mana ada temen mesra-mesraa!"

"Cium-cium-cium!"

Ardan mengusap lengan Fania dan ikut tertawa bersama mereka, Anne mendidih dalam rasa marah. Terlebih saat mendengar ucapan Fania.

"Jangan gitu! Kalian bikin Ardan salah tingkah."

"Dih, siapa yang salah tingkah?" sela Ardan.

"Mukamu merah."

"Kamu kalii!"

Percakapan keduanya membuat suasana makin riuh, Anne tidak tahan lagi. Baru beberapa Minggu bersama dan sudah dibuat seperti ini. Padahal ia rela melepas pakaian dan celana demi Ardan. Rela menjadi teman tidur dan begini balasannya. Tanpa pikir panjang, Anne bangkit dan menghampiri keduanya. Rokoknya masih setengah menyala di asbak. Ia berdiri di depan keduanya, membentak keras.

"Ardan, apa-apaan kamu?"

Semua orang terdiam mendengar kemarahannya, Fania dengan perlahan melepas rangkulannya lalu menghela napas panjang.Mengibaskan rambut indah ke belakang sambil berkata dengan nada mencemooh.

"Aku lupa kalau ada pacarmu, Ardan. Sorry! Tapi bilang dia, kita cuma bercanda. Jadi cewek yang asyik dikitlah. Jangan posesif!"

"Apa lo bilang?" bentak Anne. "Ngatain gue posesif? Ngaca! Situ peluk-peluk cowok orang!"

"Anne, bisa diam nggak?"

Kali ini Anne yang terbelalak karena Ardan membentaknya. Rasa malu menyergapnya karena pandangan setiap orang tertuju padanya. Ia menelan ludah, meremas jemari dengan jantung berdetak keras. Wajahnya memerah dan terasa panas hingga ke telinga. Rasa malu yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Kenapa Arda marah padahal ia hanya mempertahankan miliknya.

Killing Me SoftlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang